Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Aku dan Ketidakhadiran Sang Lain

9 April 2023   12:05 Diperbarui: 9 April 2023   15:38 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendekati cahaya "Sang Lain" (Sumber gambar: pinterest)

Salah satu pengetahuan kita paling penting dalam Puasa Ramadhan adalah pembebasan al-hawa al-nafs: hawa nafsu (keinginan diri sendiri) menjadi bagian dari aliran energi kehidupan. 

Tetapi, “Aku” dengan rahasianya sendiri dan hawa nafsu dengan kebenarannya sendiri yang terjalin kelindang dan saling menetralisir dalam kehidupan. Hawa nafsu bak “Monster.”

Dalam pengetahuan dan relasi-relasi diskursus yang membentuknya telah meletakkan kekuatan khas dari “Aku (I, Anā) sebagai sesuatu yang Plural” dengan jejaring metamorfosis dan kemiripan. “Aku adalah binatang,” “Aku adalah kegelapan di siang teriknya moral,” ”Aku adalah Mesin,” ”Aku adalah Teroris,” “Aku adalah manusia religius,” “Aku adalah Keselamatan,” “Aku adalah bahasamu,” “Aku adalah logikamu,” ”Aku Hallajian,” “Aku Cartesian,” ”Aku Nietzschean,” “Aku adalah gurun pasir yang nyata” dan sebagainya.

Wujud imajiner dan simbolik dibangun dalam “Aku.” Anak-anak di tempat lain berkata: “Aku ingin seperti Ayahku,” “Aku memiliki sentuhan kasih sayang Ibuku,” “Aku ingin menjadi Anak Saleh,” “Aku ingin orang Kaya menolong orang Miskin.” Menurut Martin Heidegger: “... Dasein secara eksplisit mengalamatkan dirinya sebagai Aku di sini ...” (Being and Time, New York, 1962, hlm. 155). “Aku” menghimpun dirinya sebagai ‘subyek ungkapan’ dan ‘subyek ucapan’ (dirinya sendiri dan sosial) yang terlempar dalam alienasi subyek. Subyek ditempatkan dalam tatanan simbolik dan peran sosialnya (Ayah, Ibu dan Anak) yang secara menyeluruh dan bertahap terbangun dalam “Aku disini.” 

Dalam Dasein - “Aku di sini,” akhirnya menantang dunia luar, yang mengkarakteristikannya dan melawan realitas kesadarannya sendiri.

Tetapi, “Aku” membawa dunia dalam permainan, yaitu ilusi eksistensial dan imanen (tetap ada) dari apa yang disebut sebagai dunia yang Ada. 

Ego Cartesian yang menggambarkan, bahwa “Aku adalah binatang berakal, maka Aku ada,” “Aku adalah mesin, maka Aku ada.” “Aku” mampu memikirkannya sebagai sesuatu yang masih dapat “diorbitkan keluar” seakan-akan dianggap dari dunia lain menjadi sebuah ilusi belaka (seperti orang yang menyenangi bedah plastik atau keterpenuhan akan perias wajah dari tubuh asli yang mengilusikan, tetapi nyata). “Aku” mempertimbangkan sesuatu yang mampu menjadi peredaran, yaitu penemuan dunia nyata lain yang berbeda dengan “dunia Aku,” dimana dunia Aku pun suatu hari nanti juga akan ditemukan. Obyektivitas dunia yang bukan lagi “Ada dalam dunia” telah lama ditemukan dan dilupakan sejenak.

Namun demikian, apa yang sudah ditemukan tidak akan pernah diciptakan lagi. Itulah caranya “Aku di sini” ditemukan dan masih diciptakan dalam kurun waktu kelahirannya yang tidak diharapkan. 

Mengapa tidak bisa ada “sang Aku” yang nyata dimana jumlahnya sebanyak “sang Lain?” Mengapa “Aku” tidak bisa eksis di tangan “sang Lain?” Mengapa hanya ada satu dunia nyata? “Aku” tidak mengungkapkan dan tidak bisa pula dipikirkan, kecuali mungkin seperti menjadi sel kanker yang membahayakan. “Aku” harus menyingkir darinya, mirip asap terbang jauh melewati batas-batasnya.

Tidak hanya kemiripan gambar atau tidak hanya “Aku” yang bisa mengimajinasikan dan menyimbolkan yang nyata, melainkan juga memertajam gambar yang hampir hilang dari “Ada di dalam Dunia,” menjalin dan memperedarkan yang lain. 

Karena itu, “Aku” sendiri adalah yang nyata. “Aku” tidak bisa mengimpikan tentang realitas selama masih berada dalam realitas kesadaran. Seluruh sisi fenomenologi-ontologi tersapu oleh badai eksistensi transendentalnya, terbalik dari keadaan dimana subyek bukan lagi sebagai pemilik realitas dan gambarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun