Jika bahasa yang tertulis betul-betul dipercaya sebagai seperangkat susunan pengetahuan melalui dompet beserta isinya hanya milik seseorang yang tidak dikenal. Dompet, cek, dan seterusnya seperti teks tertulis yang siap dibaca secara santai, tetapi teliti.
Sosok ibu menunjukkan bahwa bagaimana menyusun kebenaran seorang diri yang diajarkan pada anak-anaknya selama ini, seakan-akan sosok ibu bisa menjadi subyek idealis saat menyampaikan nilai tanda kejujuran yang memikat.Â
Mungkin sosok ibu Halimah dianggap sebagai peristiwa kecil sehingga tidak begitu menarik dan menyebar luas.
Tetapi, ibu akan menyampaikan hal yang sama terhadap anak-anaknya tentang kejujuran sebagai tanda, yang bertujuan untuk menghindari mereka dari bentuk kenakalan, akhirnya bisa merusak masa depan mereka, sekalipun lebih menarik dari yang lain.
Sedangkan diskursus dianggap sebagai satu kekuatan yang menjelma bentuk teror yang halus dan ringan menurut satuan fungsional.Â
Ketika bahasa belum membahasnya kata demi kata, maka diskursus mampu mengungkapnya.
Pertalian dari diskursus kebenaran dengan bentuk yang tidak jelas dan pasti. Terhadap kedirian atau sosok ibu ideal karena kejujurannya ditandai dengan penghargaan atau penghormatan tersendiri.Â
Seseorang bisa jadi untuk menundukkan tanda kejujuran agar ketidakjujuran menjelma menjadi bentuk kebenaran yang lain.
Pada saat tertentu, bagaimana seseorang menjadi pemain yang lihai ketika ketidakjujuran menjadi kebenaran yang berlindung dibelakang kejujuran.
Jadi, bukan saat seseorang berada dalam kepantasan untuk menerima penghargaan atau penilaian khas, melainkan suara yang riuh bergejolak dalam sosok ideal sekaligus rasional dalam satu sisi kehidupan.
Hari-hari lain menjadi saksi bisu tatkala seseorang dalam titik akhir keriuhan diskursus kebenaran, sisi lain dari kebenaran yang diragukan dibalik ketidakjujuran yang lazim.