Mohon tunggu...
Erlangga Danny
Erlangga Danny Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang yang bermimpi jadi penulis

Wat hebben we meestal doen, bepalen onze toekomst. Daardoor geschiedenis is een spiegel voor toekomst. Leben is een vechten. Wie vecht niet, hij zalt in het gedrang van mensen verpletteren.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Malam Pertama Ramadhan adalah Rahmat

31 Maret 2022   20:45 Diperbarui: 2 April 2022   07:34 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika hari pertama bulan Ramadhan tiba, kita selalu disuguhkan fakta bahwa banyak sekali orang-orang berbondong-bondong shalat jama'ah tarawih hingga pelataran masjid penuh sesak. Bahkan hingga meluber ke jalan.

Anehnya hal ini tidak hanya terjadi di satu tempat saja. Menurut pengalaman saya, baik ketika saya bertugas di Semarang, Pemalang maupun Brebes, hampir semua masjid ketika hari pertama bulan Ramadhan selalu penuh sesak. Bahkan terkadang di beberapa tempat hingga menutup jalan.

Hanya saja, suasana penuh tersebut hanya terjadi pada minggu pertama saja pada bulan Ramadhan. Mulai minggu kedua, biasanya sudah mulai ada penurunan jama'ah. Apalagi memasuki minggu terakhir. Bahkan ada yang menyisakan satu shaf saja. Inilah sebuah ironi.

Banyak masyarakat kita cenderung mengutamakan ibadah yang sunnah daripada yang wajib. Kita sering jumpai ketika bulan puasa, masjid seringkali penuh karena tarawih. Namun ketika selesai bulan ramadhan, jama'ah yang melaksanakan shalat wajib sedikit. Bahkan ada juga di sebagian tempat seorang muadzin memborong sekaligus jadi imam sholat sendirian.

Rasulullah s.a.w. dalam suatu hadits pernah melarang sahabat untuk duduk di jalan. Hadits ini berasal dari sahabat bernama Abu Said al-Khudri sebagai berikut:

حَدَّثَنَا سُوَيْدٌ بْنُ سَعِيْدٍ حَدَّثَنِيْ حَفْصٌ بْنُ مَيْسَرَةَ عَنْ زَيْدِ بْنُ أسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنُ يَسَارِ عَنْ أبِيْ سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إيَّكُمْ وَالْجُلُوْسَ فِيْ الطُّرُقَاتِ قَالُوْا : يَا رَسُوْلُ اللهِ مَا لَنَا بُدَّ مِنْ مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإذَا أبَيْتُمْ إلاَّ الْمَجْلِسَ فَعْطُوْا الطَّرِيْقَ حَقَّهُ قَالُوْا : وَ مَا حَقُّهُ ؟ قَالَ : غَضُّ الْبَصَرِ, وَ كَفُّ الْأذَى, وَرَدَّ السَّلَامِ, وَ الْأمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ, وَ النَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَارِ.

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Said, telah menceritakan kepada saya Hafshun bin Maisarah, dari Zaid bin Aslam dari Atha' bin Yasar dari Abu Sa'id al-Khudri dari Nabi s.a.w. bersabda, "Hindarilah dari kalian duduk di jalan." Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah s.a.w., bagaimana kalau kami butuh untuk duduk-duduk disitu berbicara mengenai hal yang perlu?" Rasulullah s.a.w. menjawab, "Jika kalian perlu untuk duduk disitu, maka berikanlah hak jalanan." Mereka bertanya, "Apa haknya wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Tundukkanlah pandangan, jangan mengganggu (orang yang lewat), menjawab salam (orang yang lewat), menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran."[1] 

Hadits ini tidak hanya berlaku secara khusus pada saat Nabi s.a.w. melarang sahabat ketika itu untuk di jalan. Tetapi berlaku juga bagi siapapun yang duduk di jalan sehingga menganggu orang lain untuk lewat. Tentu saja shalat tarawih yang dilaksanakan hingga meluber ke jalan hingga mengganggu orang lain yang punya kepentingan berbeda, melanggar sunnah nabi.

Lucunya, ada orang yang mendasarkan hal itu pada hadits yang sebenarnya riwayatnya tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Bahkan masyarakat kita mudah percaya dan mengamalkan bila ada seorang da'i atau ustadz yang belum tentu da'i atau ustadz tersebut memahami ilmu hadits.

Hadits tentang Ramadhan itu lafadznya ialah:

أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ, وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ, وَآخِرُهُ عِتْقُ مِنْ النَّارِ

Artinya: Permulaan bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah pengampunan, dan akhirnya dibebaskan dari neraka.

Hadits ini terdapat dalam kitab adh-Dhuafa karya al-Uqoili, karya Ibnu Adi, Khotib al-Baghdadi, ad-Dailami dalam Musnad ad-Dailami, dan kitab karya Ibnu Asakir. Menurut Syekh Nashiruddin Albani, hadits ini termasuk munkar.[2] Hadits munkar adalah hadits yang tergolong dhoif dibawah hadits matruk dan maudhu', dimana hadits maudhu' levelnya sudah sangat parah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun