Penilaian ini didasarkan karena ada seorang perawi yang bernama Sulaiman bin Amr, atau lebih dikenal dengan nama Dawud an-Nakha'I termasuk perawi pendusta. Bahkan Imam adz-Dzahabi dengan mengutip pernyataan Ibnu Adiy menyatakan bahwa hadits ini munkar.
Kalau kita telusuri jalur sanad hadits di atas, maka kita akan menemukan ada dua jalur sanad, yakni:
- Abu Manshur al-Khatib -- Muhammad bin Isa -- Mahbub bin Muhammad bin Hamdawaih -- Ibrahim al-Yazdalji -- Ibrahim bin Muhammad bin Ali bin Baqirah al-Bazar -- Abu al-Hasan bin Ghalib -- Khalaf bin Yahya - Sulaiman bin Amr -- Abdul Malik bin Umair -- Abd bin Abu Aufa secara marfu'.
- Ali bin al-Hasan -- Abu Thoyyibah -- Kurz bin Wabrah -- ar-Rabi' bin Kutsaimin -- Ja'far bin Ahmad bin Bahram
Di jalur sanad yang pertama, ada seorang perawi bermasalah bernama Sulaiman bin Amr. Ia memiliki nama kunyah Abu Dawud an-Nakha'i. Imam adz-Dzahabi dalam kitabnya yang berjudul Mizan al-I'tidal menyebut Sulaiman bin Amr dengan sebutan al-kadzab yang berarti seorang pendusta. Hal ini lantaran banyak sekali para ulama hadits yang memberikan komentar negatif terhadapnya.Â
Al-Munawi dan al-Iraqi, kritikus hadits terkemuka memberikan komentar negatif bahwa Sulaiman bin Amr adalah seorang pendusta.[2] Imam Bukhori menyebut hadits yang diriwayatkan olehnya matruk.[3]
Sedangkan di jalur sanad kedua, ada seorang perawi bermasalah bernama Abu Thoyyibah yang memiliki nama asli Abdullah bin Muslim al-Marwazi. Menurut Syekh Albani, ia termasuk perawi yang dhoif.[4] Namun dalam kitab adz-Dzahabi disebutkan bahwa hadits yang ia riwayatkan termasuk sholihul hadits.[5]
Menurut Imam Ahmad hadits ini termasuk hadits mudhthorib[6]. Yahya bin Ma'in menyatakan hadits ini mukhtalith. Maka, jelaslah bahwa hadits ini bisa dikatakan dhoif berdasarkan penilaian ulama di atas. Apalagi ada seorang perawi yang dikatakan sebagai pendusta, jelaslah tidak bisa merubah kedudukan hadits di atas. Â
Memang tidur adalah waktu untuk beristirahat karena puasa menahan lapar. Tapi jangan sampai tidur yang dilakukan di bulan Ramadhan sampai mengakibatkan lalai dalam beribadah bahkan hingga melupakan shalat lima waktu. Kalaupun tidur itu dilakukan di siang hari agar tidak mengantuk untuk melakukan amal ibadah di malam hari, tidaklah mengapa selama tidak sampai meninggalkan sholat lima waktu. Â
Catatan Kaki
- Abu Syuja' asy-Syirawaih bin Syahradar bin Syirawaih ad-Dailami, Al-Firdaus bi Ma'tsur al-Khithab, juz 4, cet. ke-4, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986), hlm. 248.
- Ibid, hlm. 249
- Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman adz-Dzahabi, Mizan al-I'tidal fi Naqd ar-Rijal, juz 2, (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1963), hlm. 216.
- Muhammad Nashiruddin al-Albani, Silsilah al-Ahadits al-Dhoifah al-Maudhuah, jilid 10, cet. ke-1, (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2002), hlm. 231.
- Op. Cit, hlm. 504.
- Hadits mudhthorib adalah hadits yang tidak bisa saling dikompromikan maupun dikuatkan riwayatnya karena adanya pertentangan riwayat satu sama lain baik dari sisi sanad maupun sisi matan. Apabila ada salah satu dari riwayat hadits tersebut memperkuat riwayat hadits lain, maka hadits tadi tidak bisa dikatakan mudhthorib lagi. Selengkapnya lihat Mahmud ath-Thahan, Taisir Mustholah al-Hadits, cet. ke-12, (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2010), hlm. 141-142.