Mohon tunggu...
Erlangga Danny
Erlangga Danny Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang yang bermimpi jadi penulis

Wat hebben we meestal doen, bepalen onze toekomst. Daardoor geschiedenis is een spiegel voor toekomst. Leben is een vechten. Wie vecht niet, hij zalt in het gedrang van mensen verpletteren.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tidurnya Orang Puasa itu Ibadah?

31 Maret 2022   19:01 Diperbarui: 31 Maret 2022   19:04 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ada salah seorang rekan kerja saya pada bulan Ramadhan nyeletuk. Sebut saja dia Boni. Dia nyeletuk begini:

(Saat itu jam menunjukkan pukul 12 kurang)

Boni: "Eh aku tidur dulu ya."

Saya: "Emang kenapa Bon?"

Boni: "Capek. Kerjaan banyak. Nanti jam satu lebih aku bangun lagi. Kan ini bulan puasa. Apalagi tidurnya orang puasa itu ibadah lo"

Saya: "Eh itu hadits palsu lo. Nggak ada nabi ngomong kayak gitu"

Boni: "Halah.. Yang penting kan niatnya ibadah."

Saya yang mendengar itu terdiam. Apalagi ungkapan ini sudah terlanjur menyebar masyarakat kita. Banyak masyarakat awam yang justru mengamalkan ungkapan ini sehingga banyak yang kemudian mengartikan ini dengan tidur selama mungkin di bulan Ramadhan. Jelas ini sebuah kekeliruan yang besar.

Hadits yang menyatakan tidur itu ibadah kita temukan dalam kitab Musnad ad-Dailami dengan lafadz sebagai berikut:

نَوْمُ الصَّاعِمِ عِبَادَةُ وَنَفْسُهُ تَسْبِحُ وَعَمَلُهُ مُضَاعِفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ, وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ

Artinya: "Tidurnya orang berpuasa itu ibadah, diamnya itu bertasbih, amalnya dilipatgandakan (pahalanya) dan doanya mustajab dan dosanya diampuni"[1]

Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani, ulama hadits kontemporer yang wafat pada tahun 1999 dalam kitabnya yang berjudul Silsilah Ahadits adh-Dhuafa' wa al-Maudhu'at menjelaskan bahwa hadits ini termasuk hadits palsu.

Penilaian ini didasarkan karena ada seorang perawi yang bernama Sulaiman bin Amr, atau lebih dikenal dengan nama Dawud an-Nakha'I termasuk perawi pendusta. Bahkan Imam adz-Dzahabi dengan mengutip pernyataan Ibnu Adiy menyatakan bahwa hadits ini munkar.

Kalau kita telusuri jalur sanad hadits di atas, maka kita akan menemukan ada dua jalur sanad, yakni:

  • Abu Manshur al-Khatib -- Muhammad bin Isa -- Mahbub bin Muhammad bin Hamdawaih -- Ibrahim al-Yazdalji -- Ibrahim bin Muhammad bin Ali bin Baqirah al-Bazar -- Abu al-Hasan bin Ghalib -- Khalaf bin Yahya - Sulaiman bin Amr -- Abdul Malik bin Umair -- Abd bin Abu Aufa secara marfu'.
  • Ali bin al-Hasan -- Abu Thoyyibah -- Kurz bin Wabrah -- ar-Rabi' bin Kutsaimin -- Ja'far bin Ahmad bin Bahram

Di jalur sanad yang pertama, ada seorang perawi bermasalah bernama Sulaiman bin Amr. Ia memiliki nama kunyah Abu Dawud an-Nakha'i. Imam adz-Dzahabi dalam kitabnya yang berjudul Mizan al-I'tidal menyebut Sulaiman bin Amr dengan sebutan al-kadzab yang berarti seorang pendusta. Hal ini lantaran banyak sekali para ulama hadits yang memberikan komentar negatif terhadapnya. 

Al-Munawi dan al-Iraqi, kritikus hadits terkemuka memberikan komentar negatif bahwa Sulaiman bin Amr adalah seorang pendusta.[2] Imam Bukhori menyebut hadits yang diriwayatkan olehnya matruk.[3]

Sedangkan di jalur sanad kedua, ada seorang perawi bermasalah bernama Abu Thoyyibah yang memiliki nama asli Abdullah bin Muslim al-Marwazi. Menurut Syekh Albani, ia termasuk perawi yang dhoif.[4] Namun dalam kitab adz-Dzahabi disebutkan bahwa hadits yang ia riwayatkan termasuk sholihul hadits.[5]

Menurut Imam Ahmad hadits ini termasuk hadits mudhthorib[6]. Yahya bin Ma'in menyatakan hadits ini mukhtalith. Maka, jelaslah bahwa hadits ini bisa dikatakan dhoif berdasarkan penilaian ulama di atas. Apalagi ada seorang perawi yang dikatakan sebagai pendusta, jelaslah tidak bisa merubah kedudukan hadits di atas.  

Memang tidur adalah waktu untuk beristirahat karena puasa menahan lapar. Tapi jangan sampai tidur yang dilakukan di bulan Ramadhan sampai mengakibatkan lalai dalam beribadah bahkan hingga melupakan shalat lima waktu. Kalaupun tidur itu dilakukan di siang hari agar tidak mengantuk untuk melakukan amal ibadah di malam hari, tidaklah mengapa selama tidak sampai meninggalkan sholat lima waktu.  

Catatan Kaki

  1. Abu Syuja' asy-Syirawaih bin Syahradar bin Syirawaih ad-Dailami, Al-Firdaus bi Ma'tsur al-Khithab, juz 4, cet. ke-4, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986), hlm. 248.
  2. Ibid, hlm. 249
  3. Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman adz-Dzahabi, Mizan al-I'tidal fi Naqd ar-Rijal, juz 2, (Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1963), hlm. 216.
  4. Muhammad Nashiruddin al-Albani, Silsilah al-Ahadits al-Dhoifah al-Maudhuah, jilid 10, cet. ke-1, (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2002), hlm. 231.
  5. Op. Cit, hlm. 504.
  6. Hadits mudhthorib adalah hadits yang tidak bisa saling dikompromikan maupun dikuatkan riwayatnya karena adanya pertentangan riwayat satu sama lain baik dari sisi sanad maupun sisi matan. Apabila ada salah satu dari riwayat hadits tersebut memperkuat riwayat hadits lain, maka hadits tadi tidak bisa dikatakan mudhthorib lagi. Selengkapnya lihat Mahmud ath-Thahan, Taisir Mustholah al-Hadits, cet. ke-12, (Riyadh: Maktabah al-Ma'arif, 2010), hlm. 141-142.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun