Meski tantangan datang silih berganti — seperti keterbatasan alat peraga, buku, bahkan listrik yang sering padam — semangat belajar tidak pernah padam. Bu Rini sering membuat media ajar sendiri dari kardus bekas dan daun kering. Ia juga mengajar dengan cerita, permainan sederhana, dan praktik langsung agar pelajaran terasa hidup.
Pada akhir semester, hasil ujian anak-anak membanggakan. Bahkan, seorang siswa kelas 4 bernama Bayu berhasil lolos ke Olimpiade Sains tingkat kabupaten. Prestasi ini membuat nama SDN Tunas Bangsa mulai dikenal di luar desa.
Kisah Bu Rini menyebar hingga ke telinga Dinas Pendidikan setempat. Mereka datang berkunjung dan takjub melihat bagaimana sistem kelas rangkap bisa berjalan efektif di tangan seorang guru berdedikasi tinggi. Bu Rini kemudian menerima penghargaan sebagai “Guru Inspiratif Daerah Terpencil.”
Namun, bagi Bu Rini, penghargaan terbaik adalah melihat murid-muridnya tumbuh menjadi anak yang cerdas dan berkarakter. Ia berkata:
“Pendidikan bukan soal gedung megah atau jumlah guru yang cukup. Tapi soal hati. Jika hati kita penuh cinta untuk mengajar dan belajar, keterbatasan pun bisa diubah menjadi kekuatan.”
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI