Beberapa hari lalu, saya ketemu seorang pedagang keliling. Wajahnya tampak letih, dagangannya penuh, tapi pembelinya entah ke mana. Ada rasa kasihan yang muncul begitu saja. Tanpa banyak pikir, saya beli satu kotak jajanan darinya. Nggak tanya ini apa, nggak intip isinya. Niatnya cuma bantu beli dagangannya aja!
Pas sampai rumah, saya buka kotaknya...
Dan ternyata....
Seporsi belalang goreng.Â
Kakinya masih lengkap, matanya masih utuh dan, meski sudah digoreng dan menjadi kudapan, entah kenapa, saya merasa sedang ditatap balik oleh matanya yang melotot.
Jujur, nyali saya langsung menciut. Kuliner serangga bukan pasangan yang cocok untuk lidah saya. Berbeda dengan orang rumah yang malah bersorak gembira, seperti dapat harta karun tersembunyi. Satu dari mereka langsung ambil belalang, gigit, dan mengunyah santai sambil bilang, "Gurih banget, ini makanan yang enak banget, kayak Udang."Â
Saya cuma melongo. Dalam hati, "Udang? Yang bener aja." Meski dikatakan rasanya mirip udang, saya tetap tidak tertarik untuk mencobanya. Tapi bujukan terus menerus datang. Akhirnya, saya pun dipaksa untuk mencoba kuliner belalang goreng itu. Dengan tangan gemetar, saya mengambil satu belalang.Â
"Semoga saja saya tidak memuntahkannya kembali" pikir saya dalam hati.Â
Dengan mata terpejam saya mengunyahnya perlahan, ada rasa was-was dan kengerian dari dalam pikiran.
Namun, ajaibnya, rasa takut itu perlahan menghilang, ketika rasa gurih menyebar di ujung lidah.
Teksturnya yang renyah dan sangat mirip udang goreng, membuat saya mulai menikmati rasa belalang goreng tersebut.Â
Detik itu juga, saya ambil lagi satu. Kali ini sambil tertawa, heran pada diri sendiri, kok bisa saya segitu takutnya tadi, sekarang malah lanjut menikmati belalang goreng itu.Â
Belalang goreng itu menjadi sebuah pelajaran bagi saya, Â kadang kita terlalu sering menilai sesuatu terburu-buru. Menganggap sesuatu buruk dari apa yang terlihat. Kita lupa, tampilan luar nggak selalu mewakili rasa di dalamnya. Sama seperti hidup, kadang masalah yang kelihatannya menakutkan, ternyata setelah kita jalani, seringnya nggak semenakutkan bayangan kita.