Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Penulis, Kreator dan Pengajar

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Berbagai Genre, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel, Pemenang Sayembara Puisi Esai Tingkat Asean 2025 dan Kreator Video AI Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Belanja Lebaran: Daripada Berlebihan Lebih Baik Berbagi

7 Februari 2025   15:28 Diperbarui: 7 Februari 2025   15:28 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : galeri pribadi

Setiap tahun, menjelang bulan Ramadan dan Lebaran, ada satu pemandangan yang seolah menjadi tradisi: pusat perbelanjaan penuh sesak, troli-troli belanja yang menggunung, antrean panjang di kasir, dan promo besar-besaran yang seakan menggoda siapa saja untuk memborong barang sebanyak mungkin. Dari kue-kue kering, bahan makanan, pakaian baru, hingga barang-barang mewah, semua dibeli demi menyambut hari kemenangan.

Namun, di balik gegap gempita belanja besar-besaran itu, ada realitas pahit yang jarang disadari: tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk ikut dalam euforia ini. Kebiasaan menimbun barang menjelang Lebaran hanyalah untuk mereka yang memiliki pendapatan tetap, gaji bulanan, dan Tunjangan Hari Raya (THR). Sementara itu, bagi pekerja serabutan---tukang ojek, penjual keliling, kuli bangunan, dan mereka yang penghasilannya tidak menentu---jangankan belanja untuk Lebaran, mencari uang untuk makan esok hari saja sudah menjadi perjuangan berat.

Pemandangan antrean panjang di pusat perbelanjaan sebelum Lebaran sering kali memperlihatkan kesenjangan ekonomi yang nyata. Mereka yang bekerja di sektor formal, dengan gaji tetap dan jaminan THR, bisa dengan leluasa berbelanja. Mereka membeli pakaian baru untuk keluarga, aneka hidangan untuk hari raya, bahkan gadget baru sebagai hadiah Lebaran.

Sebaliknya, bagi pekerja harian yang pendapatannya bergantung pada jumlah pelanggan atau proyek yang mereka dapatkan hari itu, realitasnya sangat berbeda. Mereka tidak memiliki kemewahan untuk menimbun kebutuhan Lebaran. Dalam banyak kasus, hari libur justru berarti kehilangan penghasilan bagi mereka. Seorang tukang ojek, misalnya, saat orang-orang mulai libur dan memilih berkendara sendiri, pendapatannya akan berkurang drastis. Begitu juga dengan penjual keliling yang kehilangan pembeli karena orang-orang lebih memilih berbelanja di supermarket besar.

Pada akhirnya, menjelang Lebaran, mereka bukanlah bagian dari keramaian yang memenuhi mall atau pasar. Sebaliknya, mereka menjadi penonton yang melihat dari kejauhan, menggigit jari menyaksikan orang lain berburu kebutuhan Lebaran, sementara mereka sendiri bingung bagaimana memastikan keluarganya bisa makan dengan layak di hari raya.

Tidak ada yang salah dengan berbelanja untuk menyambut Lebaran. Itu adalah hak setiap orang yang memiliki rezeki lebih. Namun, yang menjadi persoalan adalah ketika gaya hidup konsumtif ini dilakukan secara berlebihan tanpa melihat realitas di sekitar.

Bagi sebagian orang, membeli banyak barang untuk Lebaran sudah menjadi kebiasaan. Tidak cukup hanya membeli satu jenis kue, mereka membeli lima atau enam toples. Tidak cukup hanya membeli satu baju baru, mereka membeli satu setel untuk setiap acara selama hari raya. Tidak cukup dengan perabotan yang ada, mereka mengganti sofa atau televisi agar terlihat lebih mewah saat sanak saudara berkunjung.

Namun, apakah semua itu benar-benar mencerminkan esensi dari Idul Fitri? Bukankah hakikat hari raya ini adalah kembali ke kesederhanaan, saling berbagi, dan merayakan kebersamaan? Sayangnya, makna itu sering kali tertutupi oleh budaya konsumtif yang semakin mengakar.

Daripada menimbun barang yang mungkin tidak benar-benar diperlukan, mengapa tidak mengalokasikan sebagian rezeki untuk mereka yang benar-benar membutuhkan? Ramadan adalah bulan berbagi, dan Lebaran seharusnya menjadi momen kemenangan bagi semua, bukan hanya mereka yang memiliki banyak uang.

Ada banyak cara untuk membantu. Bisa dengan membagikan sembako kepada mereka yang kurang mampu, memberikan pakaian layak pakai untuk mereka yang membutuhkan, atau sekadar berbagi makanan dengan tetangga yang kesulitan. Tindakan sederhana ini bisa menjadi sumber kebahagiaan bagi mereka yang selama ini hanya bisa menjadi penonton dalam pesta belanja Lebaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun