Mohon tunggu...
Erick Tan
Erick Tan Mohon Tunggu... Teknisi - Pengamat Penelusur Pelurus Sejarah

PRIBADI BIASA MENOLAK SEGALA SISTEM PENINDASAN SEGALA BIDANG DAN ASPEK KEHIDUPAN DALAM SEGALA EKSPRESI HIDUP MAKHLUK BERTUHAN.NASIONALIS DAN RELIGIUS MENDAMBAKAN RAHMATAN LIL ALLAMIN DALAM BERSOSIALITAS DAN SEGALA BENTUK WADAH NYA.BUMI ADALAH TEMPAT BERPIJAK YANG HARUS DI BERSIHAKAN DARI ANGKARA MURKA DAN KESERAKAHAN AKIBAT KEMUNGKARAN.HIDUP DINAMIS BERSAMA ALAM DAN PEMILIK NYA.AMIEN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kurikulum Gagal Total

28 Maret 2019   15:15 Diperbarui: 28 Maret 2019   16:28 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dengan kerendahan hati panjenengan saya membuat balasan artikel sebagai jawab atas keresahan dan pandangan orang tua akan merasa gagal nya dunia pendidikan di era milenial ini. Jika ada salah atau menyinggung banyak pihak sebelum nya saya meminta maaf yang sebesar besarnya atas kekurangan saya yang saya pun tidak mengyengaja dan bermaksud seperti itu.

Boleh ikut nimbrung kan bunda. Kilas balik moda pendidikan ke beberapa belas tahun yang lalu atau lebih tepat nya ke kurikulum atau kita tidak usah pakai kata kurikulum.

Pakai kata sederhana saja, cara mengajar. Di era 80 dan 90 an generasi ini anak anak yang begitu bebal tapi....!??? nah disini postur tubuh mereka cenderung besar, jangkung dan berwibawa. Model pergaulan mereka lebih parah dari jaman sekarang, namun terpatok oleh lokalisasi bukan seperti jaman sekarang yang pengaruh nya globalisasi.

Lokalisasi disini, dimana saat itu hampir tv tidak banyak yang punya, mereka bermain dengan cara tradisional, lebih mengarah ke olahraga seperti sepakbola, sepak takraw, bola voli dan lari itu bidang formal dan juga telah diracuni oleh pemerintah dengan budaya asing yaitu basket. Dalam bidang non formal, seperti petak umpet, congklak, engkleng ( gambar di tanah dan di loncati kemudian dikuasai ), kenek kenek-an haa teritorial tactical dimana berkelompok dan berada dalam sebuah garis, satu anggota kelompok yang berani akan mencoba memorovokasi lawan dengan cara lari keluar teritori nya agar di cekal dan di penjarakan di teritori lawan,kemudian pihak teman yang dicekal akan berusaha menyelamatkan dengan cara memegang teman yang di penjara tanpa tersentuh lawan, juga gobak sodor. Permainan yang sangat merawat tradisi lokal membentuk karakter jasmani dan rohani yang baik, berhenti saat jadwal mengaji tiba, mandi di sungai bersamaan, jangan lupa kejar kejaran dengan cara menyelam di sungai juga kami lakukan saat itu, kalau jaman sekarang kolam renang hanya buat main dan apa lagi waterboom apaan ini.

Jadi jauh sekali pengaruhnya. Kemudian bermain hanya mengandalkan kaki kalau saat ini motor dan mobil itu harus, bahkan anak tidak segan marah atau lari dari rumah bahkan bertindak anarkis hanya demi menunjang kebiasaan buruk. Dulu punya raket badminton seharga 16 ribu - 38 ribu itu sudah sangat bahagia, setiap habis subuhan selalu di mainkan.

Generasi dengan kenakalan lokal ini hanya sebatas duel satu lawan satu, kalau sekarang tawuran. Jadi secara mental pun jauh berbeda. Dulu guru sering memukul kami dengan stik stik dari bambu yang kami bikin dan setor ke sekolah, kami di pukul dengan bambu bikinan kami sendiri, lucu kan. lalu apa itu membuat kami berkarakter bejat macam murid jaman sekarang, JAWAB NYA TIDAK..!!

Bahkan dulu kami sering di hukum dengan cara push up, scotjump, ngumpulin pasir dan bata, di jemur di tengah lapangan, sampai dipukuli di bagian perut seperti saat kami belajar karate, anda bayangkan di malam hari kami dan guru kami sesama pelatih beladiri dan di pagi hari kami adalah murid dan guru di sekolahan. Jadi guru ini pun mengganggap kami sudah jagoan dan jawara jadi cara menghukum nya sudah beda. Pushup kaki dimeja kelas dan tangan genggam di lantai, antri di luar pintu kelas dan di pukul satu kali bergantian untuk masuk kelas, itu sudah sarapan kami setiap kami melakukan kesalahan dalam sekolah, lalu apakah semua itu membuat kami menjadi murid yang tidak bermoral, JAWAB NYA TIDAK..!!

Lalu apa yang salah dengan kurikulum 13 yang katanya ber karakter luhur ini. Jawaban saya adalah GAGAL TOTAL. Bukan kurikulum yang sering dan harus di ganti namun penyesuaian saja di beberapa sub kurikulum itu sendiri. Dengan syarat kembalikan kurikulum di era 90 an.

Nah apa ini juga yang di sebut karma, bisa iya bisa tidak. Dulu guru juga sewenang wenang dengan kami, buanyak cara para guru ngobyek dengan jual beli buku dan mengharuskan beli, menghadang siswa yang telat bayar spp, telat bayar ijasah, buku dan lain lain. Kami tidak boleh ikut sekolah nah itu moral guru juga yang sebenarnya tidak boleh di lakukan. Hak murid untuk belajar dan sekolah juga dilindungi undang undang dan negara.

Jika soal beberapa oknum guru yang punya record selingkuh, zina dan asusila yang lain, dari dulu juga sudah ada, Beda nya remaja jaman dulu hampir tidak tahu menahu soal sex, gak terfikir. Nah jaman sekarang Sekolah Dasar bisa chating papa mama, SMP biasa asusila di semak semak. Kemudian kemunduruan apa lagi indonesiaku ini, ini kegagalan siapa. KEGAGALAN SEMUA ASPEK DAN ORANG tanpa kecuali PRESIDEN dan PEMERINTAH dan SEMUA APARATUR terkait. kok bisa?!

Ya iya lah, siapa tampuk perintah dan penggagas semua perintah untuk kami rakyat sipil. Lalu kemudian para DPR dan MPR yang berfikir tanpa tahu hasil sebenarnya, memaksakan peraturan tanpa uji coba. Hukum yang pincang dimana mana, Guru yang lebih tahu soal cara mendidik tidak melakukan akrobatik melawan hal baru yang belum tentu baik di implementasikan kepada murid, yang penting bisa jadi PNS dan pensiun meski jalan nya terkadang harus suap sana suap sini, orang tua yang membiarkan anak bergaul dengan cara yang salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun