Mohon tunggu...
Ericho Nanda
Ericho Nanda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Indonesia tinggal di Melbourne

Peminat Musik dan Pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Benarkah Pemetik Tomat Digaji 60 Juta? Ini Pengalaman Saya

12 Januari 2018   20:10 Diperbarui: 21 Januari 2018   09:20 3531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pemetik tomat bergaji 60 juta"

Demikian kira-kira bunyi headline yang mewarnai dunia daring Indonesia beberapa pekan terakhir. Netizen dibuat penasaran dengan pernyataan barusan, saudara saya asal Medan sampai membagikan tautan berita dari media "televisi masa kini". 

Sebagai syarat 2nd year visa (subclass 462)

Tiap tahunnya ada ribuan backpacker bermigrasi ke Northern, Australia, untuk tinggal dan bekerja di beberapa bidang pekerjaan tertentu sebagai syarat 2nd year visa. Salah satu bidang yang banyak diminati para backpacker adalah farming alias bertani. Pemerintah Australia memberi syarat kepada para backpacker untuk tinggal setidak-tidaknya 88 hari di daerah pelosok Australia, daerah dengan sedikit ketersediaan transportasi publik, daerah dengan pemandangan hutan dan kebun, lokasi paling indah untuk mengamati terbitnya matahari, daerah tempat bintang tak sungkan menampilkan kemolekannya tiap malam, daerah yang jauh dari ingar-bingar kehidupan kota besar nan membosankan. 

Bener-bener, tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa nantinya saya akan bekerja sebagai petani di negeri orang. Hal ini mengingatkan saya kepada mendiang Opung yang bekerja sebagai petani, ternyata seru juga ya pung!

Kebun sebagai ruang kerja

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
"Aku awalnya ngerasa berat banget sih apalagi hari kedua masuk kerja, hujan lebat sekitar hampir 2 jam dan mesin tetap jalan terus, hari besoknya panas pol jadi ngeluh terus lol, tapi sekarang enjoy sih di tomat, cuma masalah panasnya aja," ujar Nadya (21 tahun).

Tiap pagi, alarm bertugas membangunkan kami tepat pukul 4.30 pagi. Tak jarang, saya mendahului alarm. malah kadang-kadang sengaja bangun untuk menekan tombol snooze dan menyetingnya selama 120 menit! Menyiapkan segala keperluan untuk bekerja sudah menjadi rutinitas setiap pagi, mulai dari lunch box, minuman dingin, topi, sarung tangan, seragam lengan panjang, sunblock juga perintilan-perintilan pendukung pekerjaan. 

Semua siap, tinggal menunggu jemputan di depan rumah, tiap hari ada antar jemput untuk para pekerja dengan tarif $5 pulang-pergi. Waktu menunjukkan pukul 5 lebih sedikit, jemputan saya datang. Ketika membuka pintu mobil, bau minyak kayu putih menghampiri hidung. Penggunanya bernama Gisella, ia pemegang Working Holiday Visa asal Jakarta. Dialah yang setia menjemput setiap pagi. 

Perjalanan dari rumah ke tempat kerja memakan waktu sekitar 30 menit, tidak ada transportasi publik yang mengarah ke farm, oleh karena itu mobil menjadi kebutuhan bagi kami. Sesampainya di TKP, kami langsung mengambil posisi, farm yang berlokasi di Bowen, Queensland, ini menggunakan big machine untuk memanen tomat, cara kerjanya sederhana, para pemetik duduk di sebelah kiri dan kanan sambil memanen tomat sembari mesin berjalan menyusuri baris-baris kebun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun