Mohon tunggu...
Erlina Febrianovida
Erlina Febrianovida Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wanita yang masih harus banyak berbenah :-)

Moga yang saya tulis dan bagikan jadi maslahat serta pemberat timbangan amal kebaikan di akhirat kelak, Aamiin... :-)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Iseng atau Bully Ya?

30 September 2020   09:37 Diperbarui: 30 September 2020   09:45 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Modifikasi dari Design Canva

Kasus perundungan atau bullying masih kerap terjadi dan bahkan untuk kasus tertentu ada dari kita menganggap ini hanya sekedar iseng atau bercanda. Pelakunya juga beragam, mulai kategori anak -- anak hingga dewasa. Saya tidak tahu soalan prosentasenya, hanya saja saya lazim menemukan kasus Bullying yang berulang dan beberapa diantaranya terjadi disekitaran saya.

Sebelumnya saya sudah pernah membahas hal serupa manakala keponakan saya mengalami hal ini (selengkapnya di sini), dan untuk kali ini para peserta perundungan yang terlibat adalah tetangga saya. 

Berawal dari status Whatssap salah satu tetangga saya yang mengungkapkan perasaan kekesalannya terhadap perilaku seorang anak (walau saya tidak tahu siapa pastinya identitas si anak hingga kini, tetapi disepakati anak tersebut adalah juga tetangga di komplek perumahan kami). Dalam status wa.nya ia berharap pelaku yang sudah kesekian kali menyembunyikan sandal anaknya (sebelah saja) agar tidak mengulangi kembali.

Kelihatannya biasa ya? hanya menyembunyikan sandal sebelah saja kok!, namun sudah beberapa kali (2 kali beneran gak ketemu, selebihnya ketemu tetapi anaknya harus mencari-cari dulu). Kejadian ini berulang, dan entah sikap ketidak nyamanan apalagi yang si anak terima hingga kadang dia pulang selepas bermain dengan anak itu maka si anak ini menangis, 

akhirnya hingga saya menuliskan ini bundanya menyatakan bahwa perilaku anak tersebut menjadi sebab anaknya tidak mau ke masjid lagi dan tidak mau ke tahfidz (mengaji) lagi. Bundanya menambahkan bahwa perlakuan tidak menyenangkan yang anaknya terima ternyata sejak TK hingga anaknya sekarang kelas 3SD.

dokpri
dokpri
Baiklah, mungkin saya termasuk yang "alay" atau "lebay" karena hanya perkara remeh-temeh begini saja kok ya dibahas, ini cuman urusan sesama anak ingusan, yang satu menjahili yang lain, udah itu aja. 

Oke gak papa bila ini dianggap sepele, namun tetap saja perbuatan (dan ini berulang yah) hingga membuat orang lain terganggu bukanlah salah satu adab kebaikan, pada dasarnya ini diluar prinsip kebaikan dan kebenaran (duh maafkan saya bila menggunakan diksi sebegitunya :-D), maka lumrah juga kan kita sebagai orang tua memutus mata rantai hal yang tidak baik tersebut agar tidak diulangi kembali yang mudah-mudahan berimbas pada perilaku anak kedepannya bahwa ini bukanlah perkara baik?.

Wajar bila ada tindakan lain misalnya menegur si anak yang menjadi pelaku secara langsung atau meminta bantuan kepada orang tua yang bersangkutan untuk memberitahu bahwa perbuatannya salah dan membuat gak nyaman anak lain. Rasanya tidak berlebihan bila dari awal kita ngobrol santai langsung dengan si anak (pelaku). 

Saya melihat si korban jadi tidak mau ke masjid dan mengaji adalah juga ada andil orang tuanya dari awal melakukan pembiaran karena menganggap ini iseng. 

Pun saya maklum bila orang tuanya menganggap "ah ini sih isengnya anak-anak ajah" dan mungkin bundanya punya pemikiran di awal bahwa kalau ini diteruskan kok kayaknya berlebihan ya..., namanya juga anak-anak ya gitu dunianya, berantem tapi gak lama akur lagi. Mungkin saya pun diawal boleh jadi punya pemikiran demikian walau untuk urusan seperti ini saya pastikan tidak boleh ada celah untuk diulang. Si ibu sudah mencoba berbicara ke suaminya manakala sudah kesekian kalinya, eh paksu alias ayahanda si anak malah mengatakan "perkara sandal aja kok jadi rame",

Ihhh saya kok jadi ikutan gemes tingkat perang mahabaratha yak hehehe, apalagi saya melihat langsung ekspresi bundanya yang sebelumnya menganggap ini iseng sekarang jadi ada rasa bersalah..

"ya mungkin ini iseng sih mam, tapi di hati kok ya aku gak terima" (Sambil memegang datanya), gitu imbuh bundanya lagi

Ya iyalah saya bisa merasakan juga, bukan hanya karena saya seorang Ibu tetapi karena saya juga kerap bersua dengan masalah seputar ini, saya sangat paham perasaan bunda tersebut. 

Apalagi ini anak, dia bercerita ke orang tuanya dengan harapan kan ada solusi, kalau bukan ke kita sebagai orang tuanya yang ikut membantu terus kemana?, kita gak bisa lo memaksa orang lain mengerti maunya kita atau meminta mereka agar jangan begini atau begitu ke kita. Namun kabar asyiknya kita bisa memaksimalkan upaya untuk kebaikan diri sendiri dan keluarga.

Jadi, apakah ini iseng, bercanda, atau salah satu varian perundungan ya? Karena tetangga saya tersebut tidak pernah menganggap ini sebagai salah satu ragam per-Bully-an, meski sekarang sudah mulai ada pertimbangan ini termasuk Bully karena rasa ketidaknyamanan si anak. Tambahan info, sore hari setelah paginya tetangga saya/bunda si anak ini memasang status wa agar sandal dikembalikan, eladalah si anak tetap menyembunyikan sandal lagi (hadeuuhhh..., tepok tembok deh saya)

Oke kembali lagi. Bila saya kutip dari laman detikhealth terkait kasus bully mahasiswa Gunadarma (2017), Psikolog dari klinik Personal Growth, Veronica Adesla maka untuk kategori Bercanda adalah semua yang terlibat didalamnya merasa senang, tidak ada yang tersakiti baik fisik maupun perasaan (psikologis). Jadi, melukai perasaan emosional seperti menghina, mengejek, juga mengeluarkan kata -- kata kotor bukan bercanda, tapi Bullying.

Hhhmmm..., jadi ingat kejadian lain juga bahwa dewasa ini tuh gampang dan mudah banget mendengar anak -- anak mengucapkan kata -- kata kasar dan kotor, dan itu untuk sebagian orang "sudah dianggap" suatu kewajaran, sehingga peringatan untuk tidak berbuat demikian ya sekedarnya. 

Kalau pas ketemu yang sama - sama nyaman dengan kata-kata kotor mungkin cocok karena sama-sama hepi, misalnya satu mencela "dasar ya elu pupus" terus yang satu membalas "biarin gw pupus daripada elu embek" :-D (hanya contoh ya, karena saya tidak menggunakan pilihan nama hewan dan kata-kata kotor yang sesungguhnya). 

Namun masih ada di bumi ini orang - orang yang berprinsip menggunakan kata-kata kasar, jorok, dan kotor demikian adalah jauh dari perilaku sopan, yang hasilnya kalo ketemu dengan yang seperti ini ya pasti gak nyamanlah!. Alasannya juga beragam, bisa karena dalam agama diharuskan menjaga lisan, karena di dalam keluarga ini terlarang terkait masalah status sosial, dan bisa juga karena personal branding bahwa seseorang bisa dinilai baik itu diawali dengan ucapan atau bahasa yang ia gunakan. 

Bilapun anda adalah salah satu pribadi yang menganggap hal - hal kasar atau kotor yang diplesetkan itu juga gak papa... ya sudah, toh kini begitupun memang bisa viral kan :-D. Poin ini saya sampaikan untuk mereka atau siapapun yang mengupayakan terjaga kata-katanya lewat lisan bahwa tugas kita semua jugalah dalam berperilaku santun mulai dari lisan yang implementasinya bisa kita maksimalkan dari lingkup terkecil dulu, yakni keluarga.

Balik lagi, kalau dianggap 'ya ini kan masih anak-anak, entar gede juga udah nggak?",

Oke bila kejadiannya begitu, tetapi apa iya salah bila kita sejak awal berusaha memangkas hal -- hal yang bila diteruskan ada potensi buruk kedepannya?. 

Apa harus ada lebam-lebaman baru kita bersikap?, apa harus ada darah-darahan baru kita bergerak?. Sekali lagi ini sangat penting diulangi, bahwa kita sebagai salah satu unit terkecil, keluarga Indonesia sangat perlu andil dalam menekan kejadian bullying. Seperti kasus tetangga saya itu misal, diharapkan tidak ada pembiaran lagi bila melihat ada kejadian Bullying. 

Toh penyelesaiannya juga tidak berat kok bila masalahnya juga kecil, contoh..., saat ada anak kecil bertengkar atau salah satunya menendang anak lainnya hingga jatuh, kan kita bisa bilang atau mencegah "eh sudah ya, gak boleh main tendang-tendangan gitu", "jangan ngomong gitu ya". 

Atau pas lihat di media sosial seperti kejadian nge-prank yang heboh waktu itu, kita bisa bilang ke anak kita sendiri misalnya "tuh jangan gitu ya, gak boleh banget, dia sudah berharap lo hadiahnya sungguhan dan barangkali pemberian itu sesuatu yang dia sedang perlu sekali, gak boleh bikin orang lain sedih gitu dan itu bukan guyonan ya nak, kalo bercanda kan dia seharusnya ketawa tapi ini nggak, berarti kan dia sedih", atau bahasa lainnya yang disesuaikan dengan kebiasaan lainnya, bisa juga kalimat-kalimat sesuai kaidah parenting. 

intinya kan saling mengantisipasi, menjaga dari awal apa yang bisa kita lakulan agar lingkungan kita mulai dari lingkup terkecil bisa berperan menekan kasus perundungan meski remeh-temeh!, ini sering banget luput (saya juga masih terus belajar)
 
Psikolog dari Universitas Indonesia, Dra Ratna Djuwita, Dipl, Psych (dalam laman detikhealth juga) bahwa yang terpenting masyarakat itu mulai bersikap dan menunjukkan sikap bahwa mereka tidak setuju. Dirinya juga menambahkan, menurut penelitian yang ia lalukan (di sekolah) ternyata banyak juga siswa yang saat ditanya tidak setuju perundungan, namun mereka tidak melakukan apa-apa serta lingkungan sekitar yang masih beranggapan "ini bukanlah tugas saya". 

Pemikiran seperti ini nih yang sudah harus sedikit demi sedikit kita rubah bareng-bareng, dengan harapan ada perilaku yang nantinya menyesuaikan sebagai bentuk konkret agar jumlah kejadian Bullying semakin berkurang. Sekecil apapun yang bisa kita lakukan ini adalah bentuk kepedulian, dan paralel dengan ketidak setujuan bahwa perundungan itu tidak baik, walau sekali lagi andil kita mungkin masih sepele banget.

Oiya tambahan lagi nih dalam kasus perundungan anak, agar bantu anak juga ya yang ingin bercerita kejadian buruk apapun yang menimpa, karena gak sedikit lo anak yang gak mau cerita. Dan jangan juga pas anak sudah cerita eh kitanya biasa aja atas ketidaknyamanan yang ia terima, karena kita sebagai orang tuanyalah garda terdepan dalam memberi edukasi dan rasa nyaman bagi si anak yang dalam hal ini mengalami perundungan.

Terimakasih ya sudah berkenan mampir dan membaca :-)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun