Mohon tunggu...
Erlina Febrianovida
Erlina Febrianovida Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wanita yang masih harus banyak berbenah :-)

Moga yang saya tulis dan bagikan jadi maslahat serta pemberat timbangan amal kebaikan di akhirat kelak, Aamiin... :-)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Akhiri Bully Sedini-dininya

20 Agustus 2015   15:39 Diperbarui: 20 Agustus 2015   16:46 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu lalu tepatnya Kamis, 13 Agustus salah seorang keponakan perempuan saya, Via namanya yang saat ini bersekolah pada tingkat Menengah Atas mengadu pada Ibu saya (Nenek) bahwa di tangga sekolah dia dihadang beberapa siswi, teman sekelas dan seorang kakak kelas yang intinya tidak perlu cuap – cuap “ngomongin” salah seorang dari mereka sambil diselingi gerakan menabrakkan badannya ke bahu keponakan saya itu. Ibu saya kaget dan agak khawatir berlebihan dilapori demikian karena beliau adalah salah satu orang tua yang responsif bila di sekolahan anak tidak nyaman akibat perilaku siswa/siswi lain sejak dulu (bahkan sejak saya SD), meski demikian kami sekeluarga kadang menilai Ibu saya “lebay” karena sedikit – sedikit khawatir bila ada anggota keluarganya yang masih sekolah dijahili siswa lain, padahal sering kejahilan mereka dalam batasan wajar. Selain itu Ibu saya selalu bersikap agar anak mau berbagi pengalaman dengan Ibunya bahkan saya pun hingga kini diperlakukan demikian “Gimana kerjaan di kantor?”, “Ada berita apa hari ini?, atau dengan keponakan saya yang sudah sekolah “Di sekolahan ada yang nakal gak?”. Meski harus saya akui Ibu saya jadi cenderung menuduh yang lain kadang – kadang hehehe..., yang seharusnya kan gak boleh begitu juga. Itu pula yang membuat semua keponakan saya nyaman berkomunikasi dengan neneknya, selain terbuka dengan celoteh entah itu plus atau minus dari cucu – cucunya, Ibu saya selalu memberi solusi walau sering pula tidak proporsi, mungkin naluri nenek yang katanya sih lebih sayang sama cucu dibanding anaknya sendiri :-)

Sore setelah laporan dari Via itu, Ibu saya berbicara pada saya agar sabtu nanti datang ke sekolahan menemui guru (entah kesiswaan atau wali kelas) bersama Ibunya Via (kakak saya), pun tadi ia juga sudah membicarakan hal ini pada ibunya. Kasus sebelumnya yang terjadi yakni seorang siswa yang dikeroyok oleh kakak kelas akibat tidak mau memberi uang pada seniornya dan akhirnya meninggal dunia cukup membuat Ibu saya terapi ketar – ketir kalau – kalau kejadiannya bisa se-ekstrem itu, karena harus diakui masalah anak di sekolah seperti itu, bully tingkat ringan sekalipun sudah terbukti mengganggu siswa lain yang punya niat murni belajar

Saya dan Ibunya lalu menyampaikan bahwa kami ingin mendengarkan dulu cerita langsung dari Via kenapa dia sampai diperlakukan begitu. Kita gak bisa juga langsung menangkap bulet – bulet laporan tindakan bully – bully – an yang dilakukan siswa lain tanpa sebab sebelumnya. Kenapa? boleh jadi juga pada sisi Via berbuat hal, berperilaku, atau bersikap yang pada umumnya tidak disukai oleh orang lain dan sebagai respon wajar maka ia mendapat bully. Saat kami tanya, ia mengatakan bahwa dirinya hanya ikut – ikutan membicarakan seorang anak baru bernama PI (inisial) dan hanya mengangguk “iya – iya” saja yang akhirnya kami menangkap Bully yang dilakukan PI karena ia merasa tidak suka diomongin A s.d Z

Entah siapa benar siapa salah, tapi saya dan ibunya sepakat masalah ini harus selesai dengan cara mendatangi sekolah dan membicarakan solusi baiknya. Subtansi yang dibicarakan-pun nantinya adalah agar Via juga rekan lain yang mendapat perlakuan bully merasa aman kembali di tempat dimana dia seharusnya nyaman sebagai siswi yang ingin mendapat ilmu, itu saja. Perihal siapa salah atau benar saya dan ibunya berkeyakinan boleh jadi Via juga andil meski yang bersangkutan murni bilang tidak, dan mengenai sanksi si pelaku bagi kami bukan yang utama karena pihak sekolah kemungkinan besar punya bobot hukuman untuk kasus – kasus siswa/siswi yang dinilai menganggu. Bukan tidak percaya pada keponakan atau anak sendiri pula, tapi kami lebih mengutamakan dan fokus pada rasa nyaman dan kepercayaan diri korban bully yang kadung menipis dan membuat ketakutan tersendiri dengan pemikiran – pemikiran negatif pada anak tersebut.

Contohnya saja Jum’at, 14 Agustus kembali menurut penuturan keponakan saya itu, ia mendapat perlakuan “bully” versi sindiran oleh mereka yang kemarin menghadangnya di tangga sekolah :

“Aku disindir2 gitu Ma’e’ (sebutan semua keponakan saya kepada neneknya/ibu saya)

Jadi sudah 2 kali Via mendapat perlakuan tak nyaman di sekolah. Pun sedari awal kami sudah mengingatkannya agar jangan bersikap memancing, bersikap sewajarnya saja

Pada hari Sabtu (16/8) kami mendatangi wali kelasnya dan memberi keterangan utuh disertai hadirnya Via. Sebenarnya saya dan kakak ingin anak yang nge-bully itu juga hadir, tapi saya memang melihat tidak kondusif karena saat itu sekolah sedang mengadakan selebrasi 17 Agustus-an disertai live music yang suaranya cukup tidak ramah untuk kami berdiskusi. Wali kelasnya berjanji pada Selasa, 18 Agustus masalah ini aka diurai bersama. Meski belum tuntas, kami juga Via merasa lebih baik dari sebelumnya karena masalah yang mengganggu itu sudah diwadahi sekolah. Namun siangnya belum lama saya tiba di rumah mobile saya menerima BBM dari Via yang begini bunyinya :

Tapi Alhamdulillah pada akhirnya hingga pulang sekolah tidak terjadi apa – apa dan kini terror tidak berlanjut. Diketahui juga selain Via, siswa lain (Ketua Kelas-nya) bersuara memang PI cukup bertingkah tidak nyaman kepada yang lain

Lewat pengalaman ini ingin saya berbagi bahwa benar Bully meski kategori ringan sungguh membuat si anak tak nyaman, tapi sayangnya tidak semua anak mau bercerita dan memilih diam. Hal ini juga disepakati oleh wali kelas keponakan saya itu bahwa beruntung bila anak mau terbuka sehingga kita bisa memberi solusi pertolongan segera sebelum bully tambah menyakiti si anak

Tambahan lagi selain pada sisi anak yang diam atau tidak mau cerita kadang orang tua pun tidak aktif dekat dan berkomunikasi sekedarnya terhadap anak. Bahkan sering pula terjadi kondisi dimana anak sudah bercerita atau mau terbuka tapi orang tua kurang respon menanggapi dan dirasa orang tua tidak perlu diberi atensi. Padahal di usia remaja begitu selain pemikiran yang labil, anak – anak juga banyak terpapar hal – hal diluar lingkungan terdekat yang belum tentu positif baiknya. Sayang banget kan hal buruk yang sedini mungkin sebenarnya bisa diatasi tapi menunggu masalah besar dulu baru bereaksi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun