Puisi : Edy Priyatna
Kemudian saya terpaku di sebuah kafe. Warung kopi sudut keluhkan nasib hidup. Berdiam senantiasa menanti nan tak pasti. Tentu sejak ada janji para pengurus. Penata gelap ini aku masih mengasah. Meruncingkan mendung membuat hujan jatuh. Tercebur sepanjang hingga malam. Senja hamba semakin basah.
Sekarang ini kau telah tahu itu. Lalu langkahku akan segera berhenti. Mangkal sebaiknya kaulah harapan. Tulang punggung tujuan tempat curahan hati. Nurani lubuk wadah keluh kesah. Sudah hilangkah rasamu pada kami. Demi karena tahu kau bukanlah berjalin. Kerakal hanya diam duduk tidur ditempat.
(Pondok Petir, 28 Oktober 2019)