Puisi : Edy Priyatna
Selempang lengkap berdasi kendaraan mewah. Terbukti itu pasti berkerja keras. Bagaikan senantiasa mengabdi sejati. Sebenarnya hanya untuk diri mengetahui. Bukan tak banyak nan tahu mengerti. Akan rusak kebijaksanaanmu sekelebat. Menyekat jiwamu bila belum. Tidak perlu lagi kau lakukan karena batal.Â
Menerangkan dan melangkahkan kakiku lemah. Terbelakang menuju seberang jalan. Saat itu aku dalam keadaan sadar. Mengerti apa kulakukan takkan patut. Tampaknya mengulang kembali kejadian. Nan membuat dirimu sangat letih. Sangat suka meraih kembali. Apa nan telah sirna lupa kepada penghuni kita.
Senyampang rakyat butuh pakaian. Tatkala kawula butuh kendaraan ketika. Rakyat anak buah tahu mengerti. Ketika penduduk butuh gaji waktu penghuni. Perlu jaminan ketika masyarakat butuh. Suaka perlindungan dimanakah akalmu. Kenalanku pernahkah kau merenungkan. Mempertimbangkan kesendirianmu dan kelemahan.Â
Menganeksasilah tanganku dekat baik. Patut ini hanya sekali hapus larutan. Serta pula air mata kasihan terakhir kali. Walau ada banyak lembar benang. Namun hati ini tak dapat diikat waktu. Kecuali hanya kelak nanti sekelap mata. Aktif tak berkeringat gaji besar. Senantiasa nikmat selalu senang nyawa.
(Pondok Petir, 01 September 2019)