Mohon tunggu...
Edy Priyatna
Edy Priyatna Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Kata yang indah adalah keluar dari mulut manismu............... Buku GEMPA, SINGGAH KE DESA RANGKAT, BUKU PERTAMA DI DESA RANGKAT.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Terai Sedihku Bukan untuk Kandangku

9 April 2019   11:06 Diperbarui: 23 Oktober 2019   12:38 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi : Edy Priyatna 

Nestapa bukan untuk nagariku. Tapi untuk kerut muka dan bau badannya. Karena di dalam istana kampung halamanku. Aroma wangi saling beradu. Bersipang jalan berbeda rasa. Pelbagai pewangi kerap di promosi.

Teratur hujan nan jatuh menggenang di pelataran. Bau keringat jadi wangi bunga kasturi. Debu sirna menyisakan aroma tanah basah. Pada jendela kaca aku menatap sepasang. Kupu-kupu berlarian mengejar mimpi. Di sana engkau merindu nyanyian hujan kepagian.

Namun tanah airku semakin tergadai. Menjadi rebutan dalam bursa kuasa. Pengarah lalu jadi boneka wayang. Dekorasi pajangan etalase kapitalis. Setelah musibah datang melanda. Malah berpikir menjanjikan lahan investasi.

Adalah kita tidak berada pada garis sama. Terai sedihku bukan untuk kandangku. Orang besar berdasi telah tak pernah peduli. Padahal lingkungan selalu bersih. Sejak usia muda hingga beranjak menua. Tukang sampah tetap tidak berubah.

(Pondok Petir, 30 Maret 2019)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun