Puisi : Edy Priyatna
Larutan mengalir pekat berwarna putih. Sebagai kelangsungan pemburuan. Tak dapat membentuk air. Ada mutasi perubahan. Menuai dirimu saat tak ada. Saat ku tepis adamu menjadi sunyi. Memilih angka nan lain. Larut dalam semangat air tanah api udara. Agar tak goyah kala gempa melanda. Mengganggu perjalanan musim. Begitu tak ternyana. Cukup mendebarkan hati. Menciptakan lukisan indah abadi. Di mana letak langit itu dan di mana orang sama. Keberadaannya sirna bersama langit. Tak terlihat oleh kaburnya mataku. Saat ku rasakan gempa delapan belas tahun nan lalu. Menimbulkan lantar kegelisahan. Sedikit meresahkan anak buah. Pada mata angin selatan. Kau berkunjung ke tempatku. Datang bersama badai batu. Dalam goncangan gempa besar. Kadang mendadak langit menjadi gelap. Setiap detik selalu lahir kembali.
(Pondok Petir,12 Januari 2019)