Mohon tunggu...
Enjang Kusnadi
Enjang Kusnadi Mohon Tunggu... Dosen

Sahabat Sejati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Langit Gaza dan Laut Ambalat

25 Agustus 2025   13:06 Diperbarui: 25 Agustus 2025   13:06 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Operasi Airdrop TNI di Gaza (Sumber: Baznas Sidoarjo)

Ketika pesawat-pesawat Hercules TNI AU menembus langit Gaza untuk menjatuhkan bantuan kemanusiaan, sebuah pesan kuat tentang komitmen Indonesia terhadap solidaritas global terpancar ke seluruh dunia. Namun, di saat yang sama, di perairan Ambalat yang bergejolak, manuver provokatif dari Angkatan Laut Malaysia kembali memicu pertanyaan tentang kedaulatan, menciptakan kontras yang tajam antara diplomasi kemanusiaan yang vokal dan kebutuhan strategis yang sunyi.

Dua peristiwa ini, meskipun tampak tidak berhubungan, sesungguhnya adalah cerminan dari pendekatan strategis yang terpadu. Pemerintahan Prabowo mengadopsi diplomasi kemanusiaan yang proaktif untuk mengukuhkan posisi Indonesia di panggung global, sembari menangani isu-isu kedaulatan yang sensitif dengan strategi yang lebih terukur, pragmatis, dan tidak memprovokasi.

Pendekatan ini menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan berfokus pada "penyeimbangan prioritas". Kebijakan yang mengutamakan tindakan nyata di isu kemanusiaan tanpa pernah mengabaikan kepentingan nasional inti di wilayahnya sendiri.

Mengapa Bantuan Udara di Gaza Menjadi Pilihan?

Latar belakang historis Indonesia yang pro-Palestina bukanlah hal baru. Sejak era Soekarno, dukungan terhadap kemerdekaan Palestina telah menjadi salah satu pilar utama politik luar negeri. Namun, keputusan pemerintahan Prabowo untuk mengirim bantuan kemanusiaan melalui jalur udara, sebuah langkah yang menuntut presisi teknis dan keberanian politik, adalah manifestasi yang lebih konkret dari komitmen tersebut.

Tindakan tersebut secara efektif menempatkan Indonesia di garis depan respons kemanusiaan global, membedakannya dari negara-negara lain yang mungkin memilih untuk hanya mengeluarkan pernyataan diplomatik atau menyalurkan bantuan melalui jalur darat yang lebih aman tetapi seringkali terhambat.

Keputusan menggunakan bantuan udara memiliki simbolisme kuat yang tidak bisa diabaikan. Aksi ini mengirimkan pesan politik yang tegas kepada dunia: bahwa Indonesia tidak akan diam melihat penderitaan di Gaza. Ini bukan sekadar pengiriman logistik, tetapi sebuah deklarasi bahwa Indonesia adalah pemain global yang aktif dan bertanggung jawab dalam isu kemanusiaan.

Langkah tersebut secara signifikan mengukuhkan citra Indonesia di mata dunia internasional dan di dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), memperkuat posisi tawar-menawarnya dan kredibilitasnya sebagai pemimpin di kawasan.

Aksi ini juga merupakan manifestasi dari diplomasi kemanusiaan yang diusung oleh Prabowo. Dengan menunjukkan inisiatif proaktif dan berani dalam membantu sesama, Indonesia menegaskan bahwa kekuatan militer dan kapasitasnya dapat digunakan untuk tujuan damai. Dampak positifnya jelas terasa: dukungan publik domestik yang kuat dan peningkatan reputasi di kancah global.

Sementara itu, risiko yang ada, seperti potensi ketegangan dengan pihak yang berkonflik, dianggap minimal karena sifat bantuan yang murni kemanusiaan. Dengan langkah ini, Prabowo berhasil menunjukkan bahwa komitmen ideologis dapat diterjemahkan menjadi tindakan nyata yang berdampak, tanpa harus mengorbankan stabilitas regional.

Klaim Ambalat: Prioritas Kedaulatan yang Tidak Terlupakan

Di tengah sorotan dunia terhadap aksi kemanusiaan di Gaza, isu Ambalat kembali muncul ke permukaan. Insiden ini, yang memicu klaim kedaulatan dari Malaysia, adalah tantangan yang jauh lebih kompleks dan berpotensi memicu eskalasi.

Berbeda dengan isu Gaza yang menuntut respons simbolik, sengketa Ambalat adalah persoalan kedaulatan yang memerlukan pendekatan strategis yang terukur, jauh dari sorotan media. Ketiadaan respons publik yang bombastis dari Jakarta bukanlah tanda kelalaian, melainkan bukti dari sebuah sikap pragmatis yang mengedepankan diplomasi di atas retorika.

Pendekatan ini mencerminkan sebuah strategi penyeimbangan yang matang. Prabowo, dengan latar belakang militernya, memahami bahwa isu kedaulatan di perbatasan maritim tidak dapat diselesaikan dengan pernyataan yang emosional. Sebaliknya, hal itu menuntut tindakan substansial dan terukur, seperti peningkatan patroli maritim dan penguatan kehadiran militer di wilayah tersebut. Prioritasnya adalah menyelesaikan masalah melalui jalur diplomasi dan dialog bilateral, menjaga agar hubungan dengan Malaysia, sebagai sesama anggota ASEAN, tidak rusak.

Dengan demikian, pemerintah secara tegas memisahkan penanganan isu kemanusiaan di Gaza dan isu kedaulatan di Ambalat. Respons terhadap Ambalat menunjukkan bahwa fokus pemerintah bukanlah pada pencitraan, melainkan pada substansi. Daripada mengedepankan pernyataan keras yang dapat memicu eskalasi, pemerintah lebih memilih untuk memperkuat kapasitas pertahanan secara diam-diam. Hal ini menegaskan bahwa dalam isu kedaulatan, martabat dan kepentingan nasional dijaga dengan tindakan nyata di lapangan, bukan dengan kata-kata di podium.

Strategi Pragmatis yang Terpadu

Keputusan mengirim bantuan ke Gaza dan sikap terukur terhadap isu Ambalat mungkin tampak kontradiktif, tetapi sebenarnya keduanya adalah manifestasi dari satu strategi luar negeri yang pragmatis dan terintegrasi. Tindakan di Gaza menunjukkan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo siap untuk mengambil peran yang lebih besar dan berani di panggung global, terutama dalam isu-isu kemanusiaan yang selaras dengan nilai-nilai historis bangsa.

Di sisi lain, respons terhadap Ambalat menegaskan bahwa di balik tindakan vokal itu, ada kalkulasi strategis yang tenang dan hati-hati. Ini adalah cerminan dari sebuah prinsip yang sangat krusial: bahwa kedaulatan tidak dipertaruhkan demi popularitas atau retorika yang bombastis, melainkan dijaga melalui diplomasi yang kuat dan tindakan substantif. Ini adalah gaya kepemimpinan yang berfokus pada penyeimbangan prioritas, di mana isu kemanusiaan yang mendesak ditangani dengan proaktif, sementara isu kedaulatan yang kompleks diselesaikan dengan diplomasi yang matang dan penguatan kekuatan pertahanan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan ini akan menjadi ciri khas kebijakan luar negeri Prabowo: kuat dan berani di isu kemanusiaan, tetapi hati-hati dan terukur dalam isu kedaulatan yang sensitif. Ini adalah realisasi dari visi "seribu kawan, nol lawan" yang tetap menjaga martabat dan kepentingan nasional Indonesia dengan cara yang paling efektif.

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun