Mohon tunggu...
Enik Rusmiati
Enik Rusmiati Mohon Tunggu... Guru - Guru

Yang membedakan kita hari ini dengan satu tahun yang akan datang adalah buku-buku yang kita baca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perceraian Bukan Alasan untuk Tidak Peduli pada Anak

3 Maret 2020   11:31 Diperbarui: 3 Maret 2020   11:40 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: cerpen.id

Suatu hari saya berkesempatan berdialog ringan dengan salah satu siswa di perpustakaan. Karena memang kebetulan saya mendapat tugas tambahan sebagai petugas perpustakaan. Anak ini salah satu siswa yang rajin berkunjung dan membaca di perpustakaan, namun sudah beberapa hari ini saya memang tidak melihatnya. Meski seorang laki-laki dia suka sekali membaca fiksi, satu minggu dia bisa pinjam novel, antologi puisi atau antologi cerpen sampai dua buku.

"Sudah lima hari tidak kelihatan le?" tanyaku penasaran

"Iya bu, saya sakit."

"Oh iya, sakit apa? Sakit kok tambah gemuk?" candaku asal saja

"Sakit panas bu, saya gemuk karena saya kalau sakit, semakin bahagia," jawabnya dengan senyum merekah.

"Bahagia? Kenapa bahagia nak? Memang kalau sakit dapat hadiah ya?" selidikku penuh rasa ingin tahu.

"Betul sekali bu, karena kalau sakit, saya bisa disuapin ibu saya, bahkan kalau tidur juga ditemani ibu," jawabnya ringan, tapi masih dengan senyum mengembang.

Mak jleb, jelas kaget yang aku rasakan, "Memangnya kalau sehat, ibumu tidak mau menyuapi kamu ya nak?" aku semakin penasaran.

"Ibu dan ayah kan sudah berpisah semanjak saya masih di madrasah ibtidaiyah bu, ibu sudah menikah lagi, dan saya hidup bersama bapak dan nenek," jelasnya polos. Penjelasan anak ini membuat emosiku merinding.

"Ya Allah, hanya demi disuapi dan ditemani saat tidur saja dia harus meraskan sakit dulu," batinku. Ke pegang pundak anak ini, "Yang sabar ya, pilihan Allah itu jauh lebih baik dari yang diperkirakan umat-Nya, ibu yakin kalau kamu sabar insyAllah ada kebaikan luar biasa yang menunggumu nak," aku berusaha memberi motivasi. "Ini lo nak, coba kamu baca ini, buku ini dulu tercipta karena himpitan suatu permasalahan." Aku tawarkan dia membaca karyaku Selamat Pagi Hati yang Sabar 

"Iya Bu, terima kasih." Selanjutnya dia mencari tempat duduk untuk menikmati buku yang aku sodorkan tadi di pojok ruang perpus ini, dan di tempat itulah dia selalu memilih bersama buku-buku yang dibacanya.

~~~

Perpisahan selalu menjadi hal buruk bagi anak. Orang tua yang seharusnya menjadi figur bagi anak, namun faktanya anak harus kehilangan sosok yang mestinya diteladaninya. Karena apa yang diputuskan baik menurut orang tua, ternyata belum tentu baik juga yang dirasakan oleh anak, meski terkadang dengan dalih semua demi kebaikan dan masa depan anak.

Apa yang saya ceritakan di atas hanya salah satu dari korban permasalahan yang dialami  orang tua. Dan pasti masih banyak anak-anak lain di luar sana yang mengalami hal serupa atau bahkan lebih parah dari yang dialami oleh siswa saya tadi.

Beruntung kalau anak itu bisa meredam kegelisahannya, keinginannya, dan kemarahannya kepada orang tuanya itu dengan cara membaca buku. Coba bayangkan, bagaimana  bila kondisi emosional anak itu dilampiaskan kepada hal-hal yang tidak baik, seperti merokok, minuman keras, atau bergaul dengan anak-anak yang perilakunya melanggar norma agama maupun aturan negara. Maka yang terjadi adalah anak-anak ini akan menjadi sumber masalah dalam masyarakat.

Bersyukur juga bila kekosongan jiwa anak ini bisa diisi dengan petuah-petuah bijak oleh orang-oarng dewasa yang peduli dengan nasibnya, seperti guru-guru yang pas dengan hatinya, sahabat yang baik, keluarga lain yang tulus dalam menyayanginya. Bisa kita tebak apa yang terjadi dengan masa depan anak-anak ini bila dalam hati dan pikirannya yang masuk adalam gambar-gambar atau youtube porno, kata-kata kasar dan kotor. Jelas akan banyak kerusakan moral generasi bangsa ini.

Bila memang sangat terpaksa orang tua harus berpisah, tetaplah menjalin komunikasi dengan anak. Luangkan waktu untuk selalu mencari informasi tentang perkembangan si anak, baik melalui guru-gurunya, keluarganya atau teman-temannya. Jangn pernah bosan untuk mengingatkan hal-hal sepele, seperti sudah makan, belajar, ibadah, pakai jaket, masker, helm bila sedang bersepeda motor. Bila memang tidak terlalu jauh tempat tinggalnya, sempatkan secara rutin mengunjunginya, bawakan hal-hal yang menjadi kesukaannya. Tidak harus mahal, karena harga bukan ukuran namun ketulusan itulah yang utama.

Untuk pembentukan pribadi yang berkarakter mulia, tetap orang tualah sumber yang utama dan pertama. Bahkan pembentukan pribadi ini di mulai dari kandungan seorang ibu. Hanya ditangan orang tua yang hebatlah akan terbentuk anak-anak yang hebat pula.

Para bapak dan ibu, anak itu merupakan harta yang paling berharga melebihi apa pun. Jangan sampai kita menyesal dikemudian hari setelah hal buruk menimpa anak-anak kita. Demikian semoga bermanfaat.

Blitar, 3 Maret 2020

Tulisan ini juga di muat di Enik Rusmiati Gurusiana.id dengan perubahan seperlunya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun