Mohon tunggu...
Eni Rofikhoh
Eni Rofikhoh Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Saintek

Man Jadda Wa Jadda

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Urgensi Pernikahan Dini Ditinjau dari Psikologis dan Kesehatan Reproduksi

22 Januari 2021   15:27 Diperbarui: 22 Januari 2021   15:46 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Masa pandemi menimbulkan berbagai masalah baru, salah satunya yaitu terjadinya lonjakan angka pernikahan dini yang kian menambah. Berdasarkan data dari Kementrian Pemberdaya Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyebutkan bahwa satu dari enam anak perempuan di Indonesia menikah sebelum umur 18 tahun. KPPA sendiri mencatat setiap tahun ada 340.000 anak yang menikah sebelum genap berusia 18 tahun di Indonesia. Kasus pernikahan dini yang terjadi di Indonesia meningkat tiap tahunnya. Menikah di usia dini merupakan realita yang harus dihadapi terutama di Indonesia, karena Indonesia sendiri merupakan negara berkembang.
Dari beberapa penelitian mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dini yaitu faktor kemiskinan, pendidikan, adat serta budaya, dan lain sebagainya. Sebelumnya, batas usia minimal seorang laki-laki untuk menikah  jika berusia minimal 19 tahun dan batas usia perempuan untuk menikah jika berusia minimal 16 tahun. Namun, DPR merevisi usia menikah minimal 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan. Revisi tersebut terdapat dalam UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang berlaku sejak 15 Oktober 2019.  Secara medis usia 16 tahun dianggap masih terlalu dini untuk melakukan pernikahan. Idealnya, seseorang yang akan menikah apabila mencapai umur dewasa, sehingga pernikahan yang dihadapi akan lebih stabil dibandingkan dengan mereka yang berusia belia.
Berdasarkan penelitian, angka perceraian mencapai 50% lebih rendah pada yang menikah usia diatas 25 tahun dibandingkan dengan yang menikah pada usia dibawah 25 tahun. Hal ini membuat kondisi menjadi memprihatinkan. Kita harus mempersiapkan diri secara fisik saat memutuskan untuk menikah. Hal yang harus dipersiapkan yaitu mulai dari segi ekonomi, kematangan fisik, dan juga kematangan pola berfikirnya. Di kehidupan masyarakat banyak yang menganggap pernikahan dini sebagai alasan klasik untuk menyelesaikan masalah serta menganggap hal yang wajar. Beberapa faktor penyebab yang biasanya menjadikan pernikahan dini sebagai solusi antara lain karena masalah ekonomi, menghidari fitnah dan MBA (Married By Accident) atau biasa disebut dengan istilah "hamil diluar nikah".
Masalah ekonomi biasanya terjadi karena ekonomi keluarganya yang kurang berkecukupan sehingga menganggap anaknya sebagai beban hidup dikeluarganya lalu menikahkan anaknya diusia yang masih muda. Alasan kedua yaitu karena menghindari fitnah dan berhubungan seks diluar nikah. Kadang pola pikir yang salah kaprah dari orang tua saat melihat anaknya mempunyai hubungan dengan teman laki-lakinya (pacaran), mereka berfikir dari pada anaknya lama-lama pacaran dan dapat menimbulkan fitnah maka lebih baik menikah. Orang tua terkadang juga menganggap jika mereka menikahkan anaknya diusia belia, maka anaknya akan memiliki harapan untuk hidup yang lebih baik dari sekarang. Padahal pernikahan dini tidak menjamin anaknya akan hidup bahagia.
Dengan adanya pernikahan dini, terdapat beberapa dampak yang dapat terjadi akibat dari pernikahan dini yaitu adanya resiko dan penyakit menular terhadap salah satu pihak baik laki-laki maupun perempuan. Adanya kekerasan seksual yang meningkat juga merupakan dampak terjadinya pernikahan dini. Hal tersebut terjadi karena jarak usia suami atau istri terpaut sangat jauh, atau keduanya belum dewasa sehingga dalam hal menyikapi sebuah masalah nantinya akan kerepotan dan tidak terdapat solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dampak lain dari pernikahan dini yaitu resiko kehamilan yang meningkat, baik resiko pada janin maupun resiko pada ibu. Resiko pada janin misalnya anak lahir prematur, ada masalah didalam tubuh, atau kondisi telurnya belum sempurna sehingga mengakibatkan anak cacat (baik cacat fisik/mental). Selanjutnya, masalah psikologis juga dapat berdampak akibat adanya pernikahan dini. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin muda usia wanita menikah maka, semakin tinggi juga resiko terkena gangguan mental seperti kecemasan, gangguan mood, depresi, babby blues, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, untuk melangkah ke jenjang pernikahan alangkah baiknya kita mempersiapkan hal-hal yang dapat menjadikan pondasi bagi rumah tangga kita kedepannya. Tentunya sebagai remaja penting sekali dan harus mempunyai tujuan hidup serta cita-cita agar tidak terjadi pernikahan diusia dini.

(Eni Rofikhoh, Mahasiswa Prodi Matematika UIN Walisongo Semarang)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun