Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Konsep "Guruku Kekasihku", Bisakah Diterapkan?

18 Januari 2019   16:28 Diperbarui: 18 Januari 2019   16:42 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak buku berjudul Guruku Kekasihku itu berada di tangan saya, malam harinya saya mulai menyelami isi buku tersebut. Ada kebahagiaan tersendiri saat membuka isi buku ini lembar demi lembar. 

Bagian diri saya yang suka membaca langsung girang. Apalagi tema yang dibahas soal pendidikan. Dulu, saya memang pernah bercita-cita jadi guru. Tapi apalah daya, keinginan menjadi wartawan lebih mendominasi. Beruntung, hasrat menjadi guru itu bisa terpuaskan setiap kali diminta mengisi seminar atau pelatihan di berbagai daerah di Indonesia.

Kembali pada isi buku Guruku Kekasihku yang ditulis DR Ahmad Bahruddin MPd. Buku bersampul cokelat dengan gambar cinta yang di dalamnya berisi lukisan tanaman singkong itu benar-benar ibarat sebuah sajian di restoran paling maknyus. Saya benar-benar tak ingin berhenti mengunyah setiap judul yang disajikan.

Saya termasuk pembaca yang kurang terstruktur. Buku apa pun, kecuali novel, kerap saya baca dengan cara melompat-lompat. Namun tak terasa, semua judul akhirnya berhasil dilahap. 

Sampai akhirnya saya mendapat kesimpulan penting, buku ini sangat wajib dibaca oleh siapa pun yang bersinggungan dengan dunia pendidikan. Apakah Anda seorang guru, dosen, wali kelas, hingga wali murid, ada baiknya menikmati sajian buku yang tebalnya lebih 400 halaman ini.

Salah satu semangat yang ingin disampaikan Mister Udin, sapaan akrab bagi sang penulis, bahwa guru memang harus mendidik dengan cinta. Sudah bukan zamannya lagi guru mendidik dengan hukuman dan ketakutan. 

Penulis lantas membuka catatan di halaman awal dengan sebuah ilustrasi. Digambarkan ada seorang guru yang mengumumkan waktu libur sekolah telah tiba. Betapa semua murid sangat bergembira, apalagi selama libur itu guru tak memberikan pekerjaan rumah. Betapa kegirangan anak itu seolah tahanan yang lepas dari penjara.

Ya, selama ini tak sedikit sekolah yang berubah menjadi penjara bagi anak-anak. Guru dan siapa pun yang terlibat di dalamnya, memberikan metode pengajaran dengan mengedepankan hukuman. Bukan dengan pendekatan bahasa cinta. 

Padahal, guru sudah diberikan tambahan insentif berupa tunjangan profesi. Harapannya, tentu tunjangan itu untuk peningkatan profesionalitas dan kapasitas para guru. Namun, berapa banyak guru yang menggunakan dana sertifikasi itu untuk kuliah lagi atau mengikuti pelatihan? Bukankah tak sedikit yang lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumtif?

Melalui buku ini, pembaca juga diajak bagaimana proses belajar dan mengajar di kelas doktoral yang sangat menyenangkan. Interaksi antara para dosen dan mahasiswa tergambar begitu santai namun tetap berbobot. Bagi kalangan pendidik, jelas akan ngiri dengan suasana tersebut. Secara tidak langsung, melalui buku ini, saya ikut belajar di kelas doktor, bedanya tentu tak bisa tanya jawab, apalagi berharap ijazah. Yang penting ilmunya benar-benar luar biasa.

Mister Udin juga mengulik beberapa film lain yang bisa dijadikan inspirasi bagi dunia pendidikan. Seperti 3 Idiot, Slumdog Millionaire, PK, hingga Dead Poets Society. Ada juga film Taare Zameen Par. Ini adalah film India yang dibintangi Aamir Khan, yang dalam bahasa Inggris diberi judul Like Stars on Earth. Entah sudah berapa kali saya menonton film yang menceritakan anak yang mengalami disleksia bernama Ihsaan Nandkishore Awasti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun