Mohon tunggu...
Endang Puspitsri
Endang Puspitsri Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guri

Saya guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menilik Sekolah Sehat Untuk Buah Hati Tercinta

14 Februari 2019   12:59 Diperbarui: 14 Februari 2019   14:17 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di laman media sosial, di kolom koran, di selebaran brosur yang dibagikan bahkan juga di spanduk atau baleho yang dipasang di median jalan protokol kota maupun kabupaten, banyak sekali dijumpai aneka bentuk iklan penerimaan siswa baru.  Semua berlomba  menawarkan keunggulannya masing-masing. Ada yang menawarkan aneka kelengkapan fasilitas sekolah yang mewah, ada yang fokus pada pajangan trofi aneka prestasi yang telah dicapai murid sekolah itu, dan ada yang lainnya. Semuanya menggoda. Semuanya membuat bingung para orangtua, calon walimurid.
Para calon walimurid  harus berpikir keras dan cerdas agar mendapatkan sekolah terbaik bagi anak kesayangan mereka. Semuanya ditelaah. Segala sisi dibedah, uang, sistem pendidikan, tujuan sekolah, lingkungan sekolah, keamanan, dan yang paling penting, kenyamanan anak, agar tak jadi masalah dikemudian hari. 

Bukankah yang akan bersekolah itu adalah anak? Bukan orangtuanya!

Begitu banyak sekolah yang menawarkan pendidikan terbaik bagi semua calon muridnya, tapi sekolah bagaimanakah yang terbaik itu? Tak jarang orangtua mengeluhkan visi sekolah yang semula bagus di awal, ketika anak sudah bersekolah ternyata kondisinya tidak seperti yang dibayangkan.

Setidaknya 3 hal penting yang harus jadi perhatian dalam memilih sekolah. Pertama, fasilitas fisik sekolah, semua hal yang kasat mata: tulisan visi misi sekolah, tata ruang kelas, pengaturan penggunaan dinding kelas,  bangunan sekolah, dan lain sebagainya. Kedua, praktik, perilaku anggota sekolah / warga sekolah ( satpam, kepala sekolah,  staf, guru dan murid) yang kasat mata dan bisa diamati kesehariannya dan dalam kegiatan tertentu. 

Praktik, misalnya cara memperlakukan seseorang, cara komunikasi, topik obrolan dan lelucon, dan ragam kegiatan belajar. Ketiga, prinsip nilai, yaitu elemen sekolah yang tidak bisa diamati dan meski sulit tapi bisa disimpulkan dengan mengamati  dua elemen yang lain, fisik dan praktik. Bila kedua elemen yang lain bersifat eksplisit, prinsip nilai bersifat implicit, mengisi.

Penggambaran ketiga elemen itu dapat dibaca sebagai berikut. Setiap sekolah membangun dan mengadakan fasilitas yang memang dibutuhkan. 

Pertanyaannya, apakah fasilitas itu bisa digunakan dengan leluasa? Sejatinya,fasilitas disediakan untuk mengoptimalkan proses belajar anak tak berbatas waktu. Sekolah yang bagus, harus mampu mengoptimalkan fasilitas apapun sebagai media belajar.

Kompetisi itu pada hakikatnya adalah melemahkan. Ada setumpuk dampak negatif lomba bagi anak yang penulis amati. Diantaranya, lomba itu bisa menjadi sumber permusuhan karena menempatkan orang lain sebagai penghambat keberhasilannya. 

Anak tidak tumbuh menjadi dirinya sendiri. Dia membandingkan prestasi dirinya dengan  penilaian dan prestasi orang lain. Sebagian besar anak yang menonjol adalah anak yang dikarbit untuk  berhasil, sedangkan anak yang diluar jalur prestasi cenderung diabaikan.

Banyaknya piala dan medali juara yang didapat dari berbagai kompetisi bukanlah ukuran orientasi yang sehat. Ini adalah orientasi pada hasil. Sekolah yang sehat dan menyenangkan adalah sekolah yang berorientasi pada proses. 

Sekolah yang berorientasi pada proses, membantu anak untuk tumbuh dan berkembang sebagai dirinya sendiri, bukan membandingkan dengan anak lain. Jika wajah setiap anak terlahir berbeda dan unik, tentu tak elok bila prestasi mereka pun diseragam-seragamkan. Sekolah berkewajiban menumbuhkan semangat dan keingintahuan anak untuk sadar dan terus belajar dari dalam dirinya.

Namanya anak-anak, bermain dan mencoba adalah keniscayaan. 

Sekolah yang memberi kesempatan mencoba dan tak zalim pada kekeliruan anak adalah sekolah sehat yang menumbuhkan. Sekolah yang menuntut kesempurnaan, membuat anak tidak toleran terhadap kekeliruan.

Kadangkala orangtua tanpa sadar memaksakan pengalaman dan cita-citanya sebagai penentuan pilihan sekolah terbaik bagi anaknya. Padahal yang akan bersekolah itu adalah anaknya, maka mengenali dan menjadikan kebutuhan serta harapan anak sebagai prioritas utama akan berdampak baik pada tingginya semangat belajar, dan tentu berdampak baik pula bagi sekolah.

Bagaimana? Sudah tercerahkankah?

Selamat menemukan sekolah sehat, calon mitra mendidik anda, untuk buah hati masa depan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun