Mohon tunggu...
Endah Rosa
Endah Rosa Mohon Tunggu... Freelancer - Bibliophile.

I write things that interests me and are fascinating.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Indonesia Masih Menjadi Negara yang Terjajah

14 Desember 2018   12:36 Diperbarui: 14 Desember 2018   13:00 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bangsa Indonesia sebenarnya masih belum bisa melepaskan diri dari mental bangsa yang terjajah. Banyak dari kita yang kadang masih menyesalkan fakta sejarah bahwa kita dijajah oleh bangsa Belanda dan bukan Inggris. Salah satu contohnya ungkapan seperti, "Kenapa sih kita dulu nggak dijajah sama orang Inggris. 

Negara-negara yang dijajah Inggris jauh lebih maju dibandingkan Negara yang dijajah Belanda". Ini suatu pola pikir yang sangat menyedihkan sebenarnya. Perihnya, di abad ke-21 ini, dimana tindakan penjajahan sudah lama ditinggalkan sejak puluhan tahun yang lalu, masyarakat kita masih memiliki cara berpikir seperti ini. Pertanyaannya, mengapa kita sangat mengharapkan kemajuan dari Negara penjajah?

Tidak semua Negara-negara yang dijajah oleh Inggris jauh lebih maju daripada kita. Sebut saja misalnya Negara-negara seperti Zimbabwe, Yaman, Zambia, Nigeria, Myanmar, Ghana, Botswana, Afghanistan, dan masih banyak lagi sebenarnya. Negara-negara jajahan Inggris yang maju seperti Singapura dan Amerika Serikat misalnya, mereka bisa maju bukan karena bantuan dari Negara Inggris, namun karena keinginan yang kuat dari rakyat dan pemimpinnya sendiri untuk maju dan memperbaiki negaranya. Negara Singapura yang baru 53 tahun merdeka saja kini telah bangkit jauh lebih maju dari Indonesia.

Indonesia sudah 70 tahun lebih merdeka, jadi tidak ada lagi hubungan dengan penjajah. 70 tahun juga sebenarnya merupakan rentang waktu yang cukup lama dan banyak bagi kita untuk memperbaiki negeri ini. Tapi apa yang sudah kita lakukan? Tidak banyak sepertinya. Kita bahkan masih belum mampu lepas dari pola pikir bahwa kita selalu dijajah bangsa asing. 

Ungkapan-ungkapan yang mengandung kata 'pribumi' dan 'non-pribumi' yang sebenarnya merupakan produk Negara-negara penjajah, bahkan masih dengan bangga kita ucapkan. Ini sebenarnya menunjukkan bahwa kita selalu merasa bahwa bangsa kita adalah bangsa yang selalu dijajah, tidak peduli sudah 70 tahun kita merdeka.  

Tidak hanya itu, kita selalu merasa terancam dengan kehadiran orang asing di negeri ini. Keberadaan mereka seolah mengingatkan kepada kita bahwa keinginan orang-orang tersebut untuk tinggal dan bekerja di Negara ini hanyalah untuk mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam. Atau mungkin karena kita sangat takut kualitas dan etos kerja kita tidak jauh lebih baik dibandingkan mereka? 

Bila kita tidak pernah merasa yakin dan percaya diri dengan kemampuan yang ada pada diri kita, maka sudah bisa dipastikan impian untuk menjadi Negara maju tampaknya masih sangat lama terwujud. Tidak peduli sudah berapa banyak berita-berita di televisi yang menayangkan prestasi-prestasi bangsa Indonesia di kancah Internasional.

Atau barangkali kita memang masih dijajah?

Kita terlalu mengkhawatirkan kemungkinan invasi orang-orang asing sehingga kita tidak menyadari bahwa bangsa Indonesia saat ini sedang dijajah oleh bangsanya sendiri. Tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme adalah bentuk lain dari penjajahan yang paling kejam sebenarnya, karena telah merampas apa yang menjadi hak milik orang lain dan memeras segala yang mereka miliki untuk kesenangan pribadi. 

Ini menandakan bahwa mayoritas bangsa Indonesia adalah bangsa yang egois. Rakyat dan pemimpin kita masih mementingkan dirinya sendiri. Masyarakat kita tidak peduli apakah tindakan tersebut akan merugikan dan menyusahkan orang lain atau tidak, selama itu bisa memenuhi hasrat materiil dan meningkatkan status.

Terkadang saya heran ketika melihat pembangunan sebuah pasar tradisional, yang seharusnya menggunakan uang belanja Negara/daerah, justru masih mewajibkan para pedagang menyewa toko/tempat mereka untuk bisa berjualan. Mereka dipaksa untuk pindah ke tempat baru yang disediakan pemerintah daerah. 

Pemerintah daerah menghancurkan toko-toko lama dengan alasan revitalisasi pasar, namun faktanya para pedagang justru diwajibkan membayar uang sewa yang jauh lebih mahal di tempat yang baru bila mereka masih ingin berjualan. Pertanyaan yang tersirat di benak saya ketika mendengar situasi tersebut, 'apa yang dilakukan oleh pemerintah dengan uang pajak yang setiap bulan dibebankan kepada masyarakat? Bukankah seharusnya uang-uang tersebut dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur seperti ini? 

Mengapa rakyat kecil masih diwajibkan untuk membayar uang tambahan?' Coba bayangkan dengan logika, bagaimana mungkin seorang pedagang sayur yang menjual beberapa ikat sayur per hari dengan untung hanya berkisar Rp 500 -- Rp 1.000 rupiah/ikat dapat membayar uang sewa toko sebesar 25 juta setiap 25 tahun? 

Beberapa dari mereka mungkin tidak mampu lagi berjualan dan harus gulung tikar, sedangkan bagi yang mampu mungkin harus terpaksa mengorbankan pendidikan anaknya dan meminjam uang dengan para lintah darat. Jika kondisi seperti inilah yang sebenarnya terjadi di tengah-tengah masyarakat kita bagaimana mungkin Negara kita dapat menjadi Negara yang maju dan makmur? Jika begini, maka rakyat miskin akan selamanya miskin, dan rakyat kaya akan semakin kaya.

Masyarakat kita masih merasa nyaman dengan pemandangan rumah mewah yang tinggi menjulang berdiri berdampingan dengan rumah gubuk tua yang reyot. Masyarakat kita juga banyak yang masih malas bekerja keras dan mengharapkan kekayaan melalui jalan pintas, seperti korupsi, menjual narkoba, dan pesugihan. Ini kondisi yang sangat memprihatinkan. Parahnya lagi saat ini para pemimpin negeri kita justru membenarkan tindakan penjajahan dengan beramai-ramai melakukan korupsi dan menghancurkan kehidupan bangsa dari dalam.

Kapan Indonesia bisa menjadi Negara yang maju? Wallahualam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun