Mohon tunggu...
Endah Iri Aryani
Endah Iri Aryani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Simulacra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pola Perilaku Masyarakat Kampung Pengemis di Kota Bogor Ditinjau dalam Perspektif Sosiologi

11 November 2020   18:01 Diperbarui: 11 November 2020   18:51 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kualitas sanitasi yang sangat buruk ini menyebabkan timbul berbagai penyakit, wilayah yang kurang dijaga kebersihan juga dapat terkena dampaknya. Ini menandakan kemiskinan yang ada di Kampung Pengemis terbilang cukup buruk disebabkan oleh tidak adanya MCK di setiap rumah atau pun MCK umum di pemukimannya.

Analisis Penyebab Kemiskinan di Kampung Pengemis

Jika diamati rendahnya motivasi dalam diri individu di Kampung Pengemis ini membawa pada pola pikir yang mengalami dekadensi. Sikap keinginan untuk tetap stagnan di lingkaran kemiskinan ini menyebabkan permasalahan kemiskinan yang tidak ada penyelesaiannya. Seperti pada teori Max Weber mengenai perilaku sosial, perilaku masyarakat yang memicu adanya permasalahan di dalam masyarakat merupakan bagian yang disebabkan oleh perilaku individu atau kelompok. 

Kemiskinan yang terjadi di Kampung Pengemis merupakan wujud dari perilaku sosial masyarakat yang menganggap bahwa mengemis masih menjadi hal yang lebih efektif untuk mendapatkan uang daripada harus bekerja keras. 

Pemikiran seperti akhirnya membawa dampak dalam berbagai hal, yakni (1) persentase kemiskinan di Kota Bogor dan se-Indonesia meningkat, (2) menjadi masalah yang harus diselesaikan Dinas Sosial Kota Bogor, (3) penataan wilayah kota menjadi tidak tetatur, (4) terjerat dalam kemiskinan sepanjang hidup.

Namun, jika kita melihat dengan perspektif struktural fungsional dalam pemikiran Gans kemiskinan tidak hanya dipandang sisi negatifnya tetapi memiliki pandangan bahwa kemiskinan ini memiliki fungsi positif, yakni (1) mendapat perhatian dari pemerintah, (2) memunculkan bantuan dari Dinas Sosial, (3) memberikan pelayanan dalam pekerjaan kasar (serabutan), (4) menjadi tolak ukur adanya orang kaya dan orang miskin, (5) dalam membangun bangunan, adanya jasa kuli, dan lain sebagainya. Kemiskinan menjadi permasalahan perkotaan yang selalu ada di setiap kota. Kemiskinan kultural Kampung Pengemis ini dapat diubah dengan merubah pola pikir yang sudah tertanam dalam individu di masyarakat Kampung Pengemis.

Jika dalam perspektif Emile Durkhem mengenai kaitannya kemiskinan dan struktur fungsionalis ini menyatakan bahwa kemiskinan di Kampung Pengemis ini merupakan hasil dari tindakan gagal mengikuti atau beradaptasi dengan kondisi yang dinamis. 

Hal ini sebabkan oleh patologi sosial dimana mengganggu fungsi seperti pendidikan yang terbatas, dahulu anak-anak Kampung Pengemis tidak dapat bersekolah serta para orangtua yang dahulunya tidak bersekolah ataupun bersekolah dengan tingkat pendidikan yang rendah, selain itu juga akses informasi dan hubungan sosial dengan masyarakat kurang disebabkan oleh masyarakatnya berjumlah minor serta menutup diri.

Sementara menurut pandangan Talcott Parson dalam teori struktural fungsional, kemiskinan di Kampung Pengemis terjadi akibat dari perubahan sosial yang terjadi di dalam lapisan masyarakat yang disebabkan oleh adanya globalisasi yang dimana membuat sebagian dari masyarakat tidak dapat mengikutinya, akhirnya menyebabkan ketidakseimbangan di dalam lapisan masyarakat.

Selain daripada teori struktural fungsionalisme, kemiskinan yang terjadi di Kampung Pengemis juga merupakan bentuk dari adanya kebudayaan yang sudah tertanam pada saat munculnya Kampung Pengemis dimana awalnya warganya adalah relokasi dari orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal, maka budaya mengemis sudah tertanam pada pemikiran masyarakatnya. 

Dalam teori Michael Sherraden, yang dikembangkan oleh Oscar Lewis dan Edward Banfield inilah yang mengatakan bahwa budaya kelompok kelas bawah ini mengekalkan kemiskinan dari generasi ke generasi berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun