Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Belajar Tabah dari Keponakan

19 Maret 2021   09:57 Diperbarui: 19 Maret 2021   10:09 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kakak saya yang wafat seminggu yang lalu (dok.pri)

Siapa sih yang tidak berduka bila kehilangan orang terdekat atau orang yang disayanginya? Hal itu menunjukkan sifat manusiawi yang memiliki rasa kasih sayang. Mereka adalah orang-orang yang menjadi bagian dari hidup kita.

Saya pun demikian, bisa merasa sedih dan sakit. Perbedaannya, saya tidak suka menunjuk air mata kepada orang lain. Mungkin saya hanya sedikit saja memperlihatkan supaya tidak dibilang tidak punya perasaan. Saya lebih suka mengendalikan diri dari emosi.

Namun ada yang juga sangat tabah menjalani kedukaan yang datang beruntun. Dia adalah keponakan saya, anak dari kakak saya yang meninggal seminggu yang lalu. Sebutlah initialnya R, lelaki muda yang mandiri.

Keponakan saya ini, selesai kuliah di UI lalu menikah dengan kekasihnya, N. Padahal ternyata N menderita penyakit langka yang membuatnya lemah. Dokter memvonis dia tidak bisa memiliki anak karena kondisinya itu.

Dalam tiga tahun pernikahan, kind N semakin memburuk, ia pun tak boleh naik tangga. Penyakit tersebut juga menyerang jantungnya. N tidak boleh letih dan cemas. Dia harus selalu dijaga walaupun masih bisa berjalan.

Selama itu pulalah keponakan saya merawat istrinya dengan telaten. Mereka tinggal di rumah orang tua N (mertua keponakan). Keluarga N juga begitu baik, mendukung mereka berdua. Keponakan saya sedikit pun tidak pernah mengeluh dengan beban tersebut.

Tahun lalu kondisi sang istri semakin parah. Perutnya membesar seperti orang hamil. Ketika akhirnya diperiksa di rumah sakit, harus diopname. Semula dikira akan berjalan dengan baik. 

Keponakan saya menjaga selama di rumah sakit, tidak pulang. Baju ganti diantar adiknya. Hingga suatu pagi di bulan Desember, sang istri menghembuskan nafas terakhir. Keponakan saya sempat menangis mengabarkan melalui telepon. Setelah itu ia menjalani dengan tabah.

Semua dilakukannya, menyewa ambulans, memandikan jenazah istri, hingga ke pemakaman. Padahal ibunya (kakak saya) masuk rumah sakit dua hari sebelumnya. Dia bolak balik antara kamar istri dan ibunya karena rumah sakitnya sama.

Kakak saya masih di rumah sakit karena penyakit kanker yang menggerogoti telah stadium 4. Kemudian kakak dibawa pulang untuk dirawat di rumah karena dokter mengatakan harapannya sangat tipis.

Keponakan saya kemudian merawat ibunya, bergantian dengan adik-adik dan ayahnya. Sabtu tanggal 13 Maret lalu, kakak saya dipanggil Yang Maha Kuasa. Keponakan saya menangis saat mengabarkan lewat telepon.

Namun sesudah itu, ia bisa mengendalikan diri. Dia anak tertua, laki-laki (dua adiknya perempuan), menjalankan apa yang seharusnya dilakukan tanpa mengeluh. Saya salut dan bangga kepada dia. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan rahmatNya kepada keponakan y.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun