Mohon tunggu...
Empi Muslion
Empi Muslion Mohon Tunggu... Administrasi - pengembara berhenti dimana tiba

Alang Babega... sahaya yang selalu belajar dan mencoba merangkai kata... bisa dihubungi : empimuslion_jb@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema DPD RI Pasca Putusan MK

30 September 2015   16:55 Diperbarui: 30 September 2015   21:41 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini dialektika tentang keberadaan DPD RI secara khusus dan konstruksi sistem lembaga perwakilan Indonesia pada umumnya kembali menjadi diskursus yang menghangat.

Sebelumnya DPD RI telah mengajukan permohonan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi yakni lewat permohonan Nomor  79/PUU-XII/2014 yang diajukan tanggal 15 Agustus 2014, salah satunya  mengenai Pasal 174 ayat (1) UU 17/2014 dianggap bertentangan dengan Bab VIIA Dewan Perwakilan Daerah, Pasal 22C dan Pasal 22D UUD 1945 karena mengelabui kewenangan dan tugas DPD RI.

Pada kesempatan ini, saya mencoba mengintisarikan menjadi beberapa item hasil ketetapan dan putusan MK yang saya yakini akan menjadi topik seksi dan hangat didialektikakan dilorong-lorong diskusi publik, terutama topik yang berkaitan penataan kembali sistem perwakilan Indonesia. Bisa jadi wacana ini akan berujung pada kuatnya arus untuk melakukan amandemen kelima UUD 1945 secara komprehensif.

Inilah beberapa item ketetapan dan putusan MK terkait Uji Materi yang diajukan oleh DPD RI, terutama dalam norma Pasal 174 ayat (1) :

  • Menurut Mahkamah norma Pasal 174 ayat (1) Undang-Undang a quo mengenai pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama disampaikan sebelum memasuki tahapan pembahasan antara DPR dan Presiden adalah sudah tepat sebab kewenangan DPD atas rancangan undang-undang tersebut hanya sebatas memberikan pertimbangan dan tidak ikut membahas rancangan undang-undang, sehingga tidak ada relevansinya sama sekali apabila pertimbangan DPD tersebut diberikan pada saat pembahasan antara DPR dan Presiden sebagaimana yang dimohonkan oleh Pemohon. UUD 1945 sengaja membedakan antara pertimbangan dengan persetujuan.
  • Indonesia tidak menganut sistem bikameral sesuai dengan bentuk negara Indonesia yaitu negara kesatuan.
  • Lembaga perwakilan di Indonesia menurut UUD 1945, juga tidak mengenal majelis tinggi dan majelis rendah. Baik DPR maupun DPD adalah lembaga perwakilan yang tugas, wewenang, dan fungsinya telah ditentukan dalam UUD 1945. DPR merupakan representasi perwakilan rakyat, sedangkan DPD adalah representasi perwakilan daerah.
  • Secara historis, DPD tidak pernah dirancang dan diniatkan sebagai senat seperti misalnya yang dikenal di Amerika Serikat.
  • Oleh sebab itu, anggota DPD bukanlah senator.
  • Tugas, wewenang dan fungsi DPD sama sekali berbeda dengan tugas, wewenang, dan fungsi senat dalam lembaga perwakilan yang merupakan model bikameral.
  • Secara historis, kelahiran DPD adalah perluasan tugas, wewenang, dan fungsi utusan daerah yang dikenal pada masa sebelum dilakukan perubahan UUD 1945. Karena itu, namanya sempat diusulkan sebagai Dewan Utusan Daerah.
  • Semangat yang melandasi pembentukan DPD adalah semangat memperkuat negara kesatuan Republik Indonesia yaitu dengan cara memberikan kewenangan kepada wakil-wakil daerah (anggota DPD) untuk turut ambil bagian dalam pengambilan putusan politik tertentu sepanjang berkenaan dengan daerah.

Menurut penulis hampir semua item diatas, hasil Keputusan Mahkamah Konstitusi yang putusannya final dan mengikat menjadi sebuah bumerang bagi lembaga dan anggota DPD RI ditengah upaya dan usahanya dalam memperkuat keberadaan dan wewenang DPD RI. Apalagi beberapa istilah seperti senator dan bikameralisme dilingkungan DPD RI sebelum ini gencar disosialisasikan.

Tetapi apa nyana hasil keputusan MK bak menampar wajah para wakil-wakil daerah, tanpa dinafikan secara elektabilitas dan otoritas keterwakilannya sangat besar daripada anggota DPR RI, karena untuk menjadi anggota DPD RI jumlah dan luas daerah pemilihannya lebih besar dari anggota DPR RI.

Bola panas telah diputus dan digulirkan oleh MK, anggota DPD RI tentu tidak akan mendiamkan begitu saja semua ini, jika kembali mengajukan Uji Materi kepada MK rasanya sudah semakin muskil dan menambah jurang bunuh diri.  Jalan terakhir menurut penulis hanya dua cara, pertama tiada lain berusaha kembali mengakumulasi tenaga dan pikiran untuk meyakinkan MPR RI dan segenap elemen bangsa untuk melakukan amandemen kelima UUD 1945. Inipun hasilnya juga penuh misteri, bisa jadi hasil keputusan MK akan menjadi tangga kuat bagi kamar sebelah DPR RI untuk semakin mendegradasi keberadaan DPD RI atau malah mengembalikan DPD RI seperti utusan daerah saat UUD 1945 sebelum diamandemen.

Cara kedua, DPD RI mengubur jauh-jauh upaya penguatan kewenangan lembaga DPD RI, saatnya segala sumberdaya dan idealisme mewakili daerah untuk memajukan bangsa dan negara dengan fokus mengerjakan tugas-tugas keparlemenan sepanjang amanat yang sudah digariskan dalam konstitusi. Disamping selalu mencoba mencari cara lain untuk melihatkan eksistsensi dan keberadaan lembaga dan anggota DPD RI dirasakan kehadirannya ditengah-tengah masyarakat dan daerah.

Semoga catatan kecil ini, bisa menjadi renungan, motivasi, introspeksi dan berbuat lebih bermakna lagi dalam menyambut refleksi 11 tahun kehadiran DPD RI di ranah NKRI, yakni esok hari 1 Oktober 2015... Semoga..

*) Keterangan Foto Utama : (Dinding depan gedung Nusantara IV komplek MPR, DPR dan DPD RI, dok.Pribadi.) 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun