Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengakselerasi Kesempatan Memperoleh Pendidikan di Era Industri 4.0 (Sebuah Ikhtiar Menuju Peradaban Lamakera[1])

29 Juni 2020   14:46 Diperbarui: 24 Maret 2023   08:16 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. H. M. Ali Taher Parasong, S.H., M.Hum. (Sang Inisiator Peradaban Lamakera dan sekaligus Putra Kandung Lamakera, suaraislam.id)

 

Oleh : NT[2]

Pengantar 
Saya diminta agar bersedia menjadi salah seorang kontributor dalam acara Bincang Santai Segi Tiga Generasi Emas Lamakera (edisi ke-2) dalam rangka mempertajam visi pendidikan dalam gerak membangun Lewotanah Lamakera. Terus terang saya merasa tersanjung mendapat kehormatan untuk memberikan kontribusi dalam acara tersebut.

Lepas siapa inisiator dari acara ini, saya ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga karena telah diberi kesempatan menjadi salah seorang kontributor, meski dalam hal yang sangat sederhana, yakni turut serta menyampaikan ide tentang bagaimana melihat visi pendidikan, khususnya di Lamakera. 

Saya tidak ingin terjebak dalam "polemik" sektarian-primordial, tentang mengapa si A yang ditunjuk, bukan si B, sebagai ini dan itu, dst. Bagi saya perdebatan semacam ini hanya akan menghabiskan waktu dan energi yang tidak perlu (tidak produktif), sementara semua kita pasti berniat dan berikhtiar yang sama, ingin membangun Lamakera.

Berawal dari keinginan untuk terlibat langsung dalam gerak membangun peradaban (baru) Lamakera, maka pada kesempatan ini saya ingin mengajukan topik dalam Bincang Santai Segi Tiga ini dengan tema, "Mengakselerasi Kesempatan Memperoleh Pendidikan di Era Industri 4.0".

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Pembukaan UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan negara. Tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa ini hanya dapat tercapai bila semua warga negara (anak bangsa) mempunyai akses untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas, yang dalam implementasinya dilaksanakan oleh Pemerintah dan semua stakeholder, dan masyarakat.

Maka, jika berbicara tentang kesempatan memperoleh pendidikan maka sudah pasti kita harus merujuk pada konstitusi negara, UUD 1945 pasal 31, yang menyebutkan bahwa "setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan (ayat 1); dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya" (ayat 2). 

Salah satu sisi Lamakera (sumber: dok. grup fb Lamakera Hari Ini).
Salah satu sisi Lamakera (sumber: dok. grup fb Lamakera Hari Ini).
Pertanyaannya, apakah amanat UUD 1945 pasal 31 ini sudah berjalan dengan baik? Apakah negara berdasarkan amanat UUD 1945 telah menfasilitasi setiap warga negara (anak bangsa) memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas? Sejauhmana implementasi pasal 31 UUD 1945 (ayat 1 dan 2) tersebut dalam proses pembangunan bangsa selama kurun waktu 75 tahun terakhir (Indonesia merdeka)? 

Apakah semua warga negara (anak bangsa) telah mendapatkan haknya secara penuh untuk memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas tanpa ada perlakuan yang berbeda? Apakah pendidikan nasional telah memberikan perlakuan yang adil (tidak diskriminatif), di mana dengan memberikan perlakuan yang sesuai dengan kondisi obyektif peserta didik? Tearkhir sejauhmana generasi Lamakera juga telah merasakan memperoleh kesempatan pendidikan yang baik dan berkualitas?

Pemerataan Pendidikan
Upaya menuju bangsa Indonesia yang mandiri dan berdaya saing tinggi tidak dapat dilepaskan dari program pendidikan nasional.[3] Pendidikan nasional seharusnya berusaha menciptakan pemerataan kesempatan dalam akses pendidikan[4] bagi seluruh warga negara. Pemerataan ini berarti membuka kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua masyarakat untuk memperoleh pendidikan tanpa dihambat oleh adanya perbedaan status sosial, jenis kelamin, suku, dan agama.[5] 

Hal itu dapat tercapai jika semua stakeholder (pemangku kepentingan) merasa bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Di mana melalui pendidikan yang tepat dan berkualitas  dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang mandiri dan berdaya saing. Dengan daya saing yang tinggi akan menjadikan Indonesia siap menghadapi tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang ada,[6] tak terkecuali pada era industri 4.0.  

Program pendidikan nasional harus diagendakan secara tepat jalur dan menjadi prioritas dalam program pembangunan nasional. Pendidikan yang mampu menyeimbangkan kualitas pada berbagai aspek, tidak hanya mementingkan salah satu aspek dengan mengabaikan aspek yang lain.

Pembangunan Nasional
Maka jika berbicara tentang kesempatan memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas, apalagi di era industri 4.0, tidak terlepas dari bagaimana melihat proses pembangunan nasional. Karena salah satu ukuran kinerja pembangunan di lihat dari indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Dan salah satu indeks atau dimensi pembangunan manusia itu adalah terkait dengan kesempatan memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas (dimensi pengetahuan, knowledge). 

Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama kurun waktu 75 tahun setelah Indonesia merdeka dapat dikatakan belum menunjukkan hasil yang signifikan dilihat dari peningkatan kesejahteraan rakyat secara merata. Cara untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu negara, yakni dengan melihat IPM atau HDI. 

Pembangunan nasional dapat dirumuskan ke dalam tiga tugas utama, yakni pertumbuhan ekonomi (economy growth), perawatan masyarakat (community care), dan pengembangan manusia (human development). Agar pembangunan nasional berjalan optimal dan mampu bersaing di pasar global, ketiga aspek tersebut harus dicakup secara seimbang.[7] Ketiga aspek ini juga menjadi indikator dalam mengukur IPM sebuah negara. 

IPM merupakan indeks gabungan dari tiga indikator, yaitu ukuran harapan hidup (longevity), pengetahuan (knowledge) yang diukur dengan kombinasi melek huruf orang dewasa dan gabungan dari rasio pendidikan tinggi primer, sekunder, tersier bruto, dan standar hidup layak (decent standard of living) sebagaimana diukur oleh PDB riil perkapita dalam ukuran purchasing power parity dengan mata uang dollar atau PPP$.[8]     

Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan bahwa pembangunan manusia adalah sebuah proses pembangunan yang bertujuan agar mampu memiliki lebih banyak pilihan, khususnya dalam pendapatan, kesehatan dan pendidikan. Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja pembangunan secara keseluruhan dibentuk melalui pendekatan tiga dimensi dasar, yaitu mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan (dalam hal ini menyangkut akses pendidikan); dan kehidupan yang layak (diukur berdasarkan pendapatan perkapita pertahun), dan masing-masing dimensi direpresentasikan oleh indikator.[9]  

Sementara menurut United Nation Development Progamme (UNDP), bahwa tujuan utama pembangunan manusia adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. Pembangunan manusia didefinisikan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people's choices).[10] 

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Selanjutnya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan IPM itu? IPM atau HDI adalah pengukuran perbandingan terhadap tiga dimensi, yaitu: 1) harapan hidup; 2) pengetahuan; dan 3) standar hidup layak yang dihitung dari keseimbangan kemampuan berbelanja (PDB) per kapita untuk semua negara di seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan status sebuah negara, yakni negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang, dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.[11]  

Dalam hal dimensi umur panjang dan sehat diwakili oleh indikator harapan hidup saat lahir. Sedang  dimensi pengetahuan diwakili oleh indikator harapan lama sekolah (HLS) dan rata-rata lama sekolah (RLS). Sementara itu, dimensi standar hidup layak (SHL) diwakili oleh pengeluaran per kapita. Ketiga dimensi ini terangkum dalam suatu indeks komposit yang membentuk IPM.[12] Dengan mengetahui tiga aspek atau dimensi dasar tersebut maka dapat dilihat dan diukur sejauhmana perkembangan pembangunan manusia pada suatu negara.[13]  

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa IPM digunakan untuk menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.[14] 

IPM sangat bermanfaat sebagai 1) indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk); 2) untuk menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara; dan 3) bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).[15] 

Bagaimana dengan IPM Indonesia? 

BPS mencatat bahwa IPM Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami pertumbuhan (baca : peningkatan). Untuk periode 2019, BPS kembali merilis hasil IPM Indonesia naik 0,53 poin atau 0,74% dibanding tahun 2018. Bahkan menurut BPS bahwa sejak tahun 2010 IPM Indonesia terus mengalami pertumbuhan (peningkatan).[16] Trend pertumbuhan IPM Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini! 

Trend Indeks Pembangunan Manusia RI (2010-2019)

 Sumber : https://ipm.bps.go.id/data/nasional
 Sumber : https://ipm.bps.go.id/data/nasional

Dari data di atas, meskipun tergambar IPM Indonesia menunjukkan trend positif, di mana terus mengalami pertumbuhan setiap tahun (2010 s.d. 2019), namun jika dibandingkan dengan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih berada di peringkat ke-6. Sedangkan bila dibandingkan dengan negara-negara di dunia Indonesia masih berada di peringkat tengah, yakni tepatnya berada pada peringkat ke-111 dari 189 negara,[17] meski akhirnya Indonesia bisa berhasil meng-upgrade posisinya masuk menjadi kelompok negara maju.  

IPM Propinsi NTT dan Kabupaten Flores Timur

Sementara untuk gambaran IPM setiap provinsi dari 34 provinsi di Indonesia sampai pada 2018 dapat dilihat tabel di bawah ini.

Indeks Pembangunan Manusia Setiap Provinsi di Indonesia (2014-2018)[18]

 Sumber : https://ipm.bps.go.id/data/nasional
 Sumber : https://ipm.bps.go.id/data/nasional

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat gambaran IPM pada setiap provinsi di Indonesia, mulai dari Daerah Istemawa Aceh di ujung barat sampai dengan Papua di ujung timur. Dari tabel tersebut juga terlihat IPM untuk Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak 4 tahun terakhir (2015 s.d. 2018) juga mengalami kenaikan, meski masih berada pada kisaran rata-rata 63,48. 

Jika dibandingkan IPM nasional pada tahun 2018, yang berada pada 71,39 dengan IPM NTT yang masih berada pada 64,39,  maka terlihat jelas perbedaan atau selisihnya masih cukup jauh (sangat jomplang), yaitu sebesar 7,00. Data itu juga menggambarkan bahwa tingkat perkembangan pembangunan di NTT masih berada pada kelompok 3 terbawah, urutan ke-3 dari belakang (peringkat ke-32). 

IPM NTT hanya bisa mengalahkan Papua dan Papua Barat. Kondisi ini sangat miris, kalau tidak mau kita katakan sebagai sangat mengenaskan. Mengingat kedua provinsi yang IPM-nya masih di bawah NTT itu relatif memang dari dulu kurang mendapat perhatian dari proses pembangunan nasional.

Kondisi tersebut juga menggambarkan relatif belum begitu signifikan peningkatan kualitas hidup, dilihat dari dimensi harapan hidup; pengetahuan; dan standar hidup layak di NTT. Hal itu sudah pasti akan juga sangat berpengaruh terhadap harapan hidup, akses pendidikan yang layak, dan perimbangan pendapatan dan belanja perkapita pertahun.

Selanjutnya bagaimana dengan IPM Kabupaten Flores Timur, di mana Lamakera juga termasuk sebagai daerah administrasinya?

Indeks Pembangunan Manusia Setiap Kab/Kota di NTT (2014-2018)[19] 

Sumber : https://ipm.bps.go.id/data/nasional
Sumber : https://ipm.bps.go.id/data/nasional

Dari 22 kabupaten/kota di Propinsi NTT, diketahui bahwa IPM Flores Timur pada 4 tahun terakhir (2015 s.d. 2018) meski mengalami kenaikan, tapi masih berada pada kisaran rata-rata 62,39 (berada pada 10 besar, rangking ke-9). 

Bila dibandingkan dengan IPM provinsi, IPM Kabupaten Flores Timur secara rata-rata masih relatif lebih rendah, 1,09. Itu berarti pembangunan manusia dilihat dari dimensi harapan hidup, pengetahuan (pendidikan), dan pendapatan perkapita untuk Kabupaten Flores Timur relatif masih di bawah tingkat provinsi, apalagi dibandingkan secara Nasional. 

Disparitas atau kesenjangan yang masih sangat lebar (jomplang) tersebut hendaknya perlu terus dikejar dan ditingkatkan sehingga dapat berpengaruh pada peningkatan sumber daya manusia (SDM) NTT dan Flores Timur, tak terkecuali SDM Lamakera. 

Salah satu spot destinasi eksotis di Lamakera (sumber : grup fb)
Salah satu spot destinasi eksotis di Lamakera (sumber : grup fb)

Oleh karena itu, perlu ada perubahan secara signifikan terhadap pola pengembangan dan pembangunan untuk mendorong pertumbuhan IPM di Propinsi NTT dan Kabupaten Flores Timur. Dan sebagai generasi Lamakera yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kabupaten Flores Timur harus terus berikhtiar bersama dalam memberikan kontribusi positif terhadap IPM Flores Timur, yang sudah pasti akan berpengaruh positif terhadap generasi Lamakera dalam rangka memperbaiki kualitas hidup, apalagi kita sudah tidak bisa lagi mengelak dari apa yang disebut era atau revolusi industri 4.0.  

Tantangan Revolusi Industri 4.0 

Perdebatan tentang revolusi industri 4.0 ini sudah mulai terdengar nyaring pada kontestasi Pilpres 2019. Dalam beberapa kali sesi debat Pilpres, materi tentang revolusi industri 4.0 juga menjadi bahan debat. Pertanyaan kemudian muncul adalah seberapa penting revolusi industri 4.0 bagi bangsa Indonesia sehingga hal itu menjadi materi debat dalam kontestasi Pilpres kemarin?

Jawabannya tentu sangat penting, sehingga para calon presiden (Capres) merasa perlu untuk "mendiskusikan" di acara debat. Sebuah topik dianggap penting bila mempunyai daya tarik sehingga perlu diberdepatkan untuk mendapat titik temu, bagaimana seharusnya (sikap kita) menghadapinya.

Istilah industri 4.0 adalah nama tren dari sistem otomatisasi industri, dimana terdapat pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistim siber fisik, internet untuk segala aktifitas, komputasi kognitif dan aktifitas lain berbasis jaringan. Revolusi industri 4.0 sering pula disebut revolusi industri generasi keempat yang ditandai dengan kemunculan super komputer, robot pintar, kendaraan tanpa awak, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia dapat mengoptimalkan fungsi otak.[20] 

Sejatinya setiap revolusi industri (perubahan besar) ini selalu berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia. Bidang ekonomi, politik, bahkan militer dan sosial budaya ikut terdampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dari sisi positif muncul berbagai pekerjaan baru, dan pada saat yang bersamaan, beririsan dengan itu ikut pula dampak negatif, yakni di mana terjadi pengurangan jenis pekerjaan dan tenaga kerja secara signifikan. 

Berkat revolusi industri beberapa hal yang semula begitu sulit, begitu lama, begitu mahal dalam proses produksi mendadak jadi mudah, cepat, dan murah. Revolusi industri menurunkan, malah terkadang menghilangkan beberapa kelangkaan tersebut, sehingga waktu, tenaga, dan uang yang semula digunakan untuk mengatasi hambatan waktu, tenaga,dan finansial menjadi bebas.[21] 

Revolusi industri 4.0 menghadirkan sebuah fenomena yang menjadi ciri khas utamanya, yakni mengkolaborasikan atau tepatnya menggabungkan (to combine) teknologi cyber dan teknologi otomatisasi. Konsep penerapannya berpusat pada otomatisasi yang dilakukan oleh teknologi sehingga sangat berdampak pada pelibatan tenaga manusia sebagai tenaga kerja dalam pelaksanaan operasionalnya. 

Ciri lain dari era industri 4.0 ini adalah berkembangnya apa yang disebut artificial intelligence (AI, kecerdasan artifisial atau kecerdasan buatan). Kecerdasan buatan (AI) memungkinkan mesin untuk belajar dari pengalaman, menyesuaikan input-input baru dan melaksanakan tugas seperti manusia. AI sangat mengandalkan pembelajaran mendalam dan pemrosesan bahasa alamiah. Dengan menggunakan teknologi ini, komputer dapat dilatih untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu dengan memproses sejumlah besar data dan mengenali pola dalam data.[22] 

Hal tersebut tentunya menambah nilai efisiensi pada suatu lingkungan kerja di mana manajemen waktu dianggap sebagai sesuatu yang vital dan sangat dibutuhkan oleh para pemain industri. Selain itu, manajemen waktu yang baik secara eksponensial akan berdampak pada kualitas tenaga kerja dan biaya produksi.[23]   

Pendidikan di Era Industri 4.0 

Sejatinya kehadiran sebuah perubahan seperti revolusi industri 4.0 juga memberi implikasi terhadap berbagai bidang, baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya, termasuk pendidikan. Pertanyaan kemudian muncul di benak kita (saat ini) adalah bagaimana mendesain dan membuat strategi pendidikan yang mampu beradaptasi dengan sebuah era yang mensyaratkan kemampuan personal dan kolektif secara memadai itu? 

Revolusi industri 4.0 sejatinya sudah tidak dapat lagi dielakkan. Hanya generasi yang mampu beradaptasi dan mampu bersaing, yang dapat survive. Indonesia (termasuk juga kita, warga Lamakera) sebagai bagian dari entitas dunia juga tidak bisa melepaskan diri dari  pengaruh kecenderungan global akibat era milenial (era industri 4.0). [24] 

Pertama, berlangsungnya revolusi digital yang pengaruhnya semakin kuat mengubah sendi-sendi kehidupan, kebudayaan, peradaban, dan kemasyarakatan, termasuk pendidikan. Kedua, semakin tegasnya fenomena abad kreatif yang menempatkan informasi, pengetahuan, kreativitas, inovasi, dan jejaring sebagai sumber daya strategis bagi  individu, masyarakat, korporasi, dan negara. Ketiga, terjadinya integrasi belahan-belahan dunia yang semakin intensif akibat internasionalisasi, globalisasi, hubungan-hubungan multilateral, dan teknologi. 

Dengan demikian sudah sangat jelas seperti apa profil SDM generasi Indonesia (juga Lamakera[25]) yang harus dipersiapkan di masa depan, bahkan sejak masa sekarang ini melalui akses pendidikan yang layak dan berkualitas. Harus ada link and match antara penguasaan pengetahuan teoritis dan kemampuan untuk menghubungkan dan menerapkannya pada kehidupan dunia kerja dan masyarakat.

Tantangan lain di era industri 4.0 ini adalah, bagaiamana mempersiapkan lembaga pendidikan harus menyesuaikan perubahan itu dengan oritentasi dan literasi baru dalam bidang pendidikan? Literasi lama yang mengandalkan baca, tulis dan matematika harus diperkuat dengan mempersiapkan literasi baru yaitu literasi data, literasi teknologi dan literasi SDM. Literasi data adalah kemampuan untuk membaca, analisa dan menggunakan informasi dari data dalam dunia digital. Literasi teknologi adalah kemampuan untuk memahami sistem mekanika dan teknologi dalam dunia kerja. Sedangkan literasi sumber SDM, yakni kemampuan berinteraksi dengan baik, tidak kaku, dan berkarakter.[26] 

Kecenderungan ke arah sana sudah tidak dapat lagi terelakkan. Dengan demikian sebagai generasi yang berharap dapat bisa mengambil peran dalam setiap gerak sejarah, baik itu politik, ekonomi, maupun sosial budaya dalam era yang sangat kompetitif tersebut, maka harus dapat mempersiapkan diri secara sebaik-baiknya sejak dini. 

Berdasarkan gambaran karakteristik era atau revolusi industri tersebut, maka konsep pendidikan yang dapat memenuhi harapan itu adalah pendidikan berbasis era industri 4.0. Pendidikan 4.0 merupakan respons terhadap kebutuhan revolusi industri 4.0 di mana manusia dan teknologi diselaraskan untuk menciptakan peluang-peluang baru secara kreatif dan inovatif.[27] 

Maka konsep pendidikan yang relevan di era industri 4.0 perlu dilakukan adalah dengan mengembangkan kurikulum yang sesuai dan tetap relevan,[28] baik untuk saat ini maupun masa selanjutnya. Sehingga kita tidak lagi mengenal istilah ganti menteri ganti kurikulum. 

Dengan kurikulum pendidikan 4.0 yang dikembangkan nanti harus berbasis[29], yaitu 1) kemampuan siswa dalam dimensi akademik, keterampilan hidup, kemampuan untuk hidup bersama dan berpikir secara kritis dan kreatif; 2) keterampilan tak kasat mata seperti keterampilan interpersonal, berpikir global, dan literasi media dan informasi; dan 3) kurikulum juga harus dapat membentuk siswa dengan penekanan pada bidang science, technology, engineering, and mathematic (STEM), merujuk pada pembelajaran berbasis TIK, internet of things, big data dan komputer, serta kewirausahaan dan magang. 

Selain tiga hal di atas yang harus menjadi perhatian utama terhadap peserta didik dalam kurikulum pendidikan di era industri 4.0, tak kalah pentingnya adalah menyiapkan guru yang kompeten dan profesional. Tentu saja kompetensi dan profesinalitas para guru itu harus sesuai dan sejalan dengan tuntutan karakteristik era industri 4.0. 

Dengan demikian kompetensi yang dipersyaratkan bagi seorang guru sehingga bisa bersaing secara kompetitif di era industri 4.0[30], yaitu: 1) guru harus memiliki kompetensi mengajar dan mendidik, literasi media, competence in globalization, competence in future strategies, dan konseling; 2) guru juga perlu memiliki sikap ramah teknologi, kolaborasi, kreatif dan mengambil risiko, memiliki selera humor yang baik, serta mengajar secara holistik; dan 3) sekolah dan guru perlu mempertimbangkan pembelajaran terbuka dan daring dalam memutuskan bagaimana menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran. 

Sejauh ini sistem pendidikan nasional masih terlalu dominan menitikberatkan aspek kognitif, kecerdasan intelektual dan kompetensi, sehingga kurang memperhatikan kecerdasan emosional serta spiritual.[31] Hendaknya luaran pendidikan kita harus memiliki kualitas pada kecerdasan intelektual (intelligence quotient, IQ), kecerdasan emosional (emotional quotient, EQ), dan kecerdasan spiritual (spiritual quotient, SQ).[32] Dan faktanya bahwa sejauh ini pendidikan kita masih memiliki banyak kesenjangan,[33] dan (masih) banyak bias.[34] 

Penutup 

Perkembangan pendidikan nasional mengalami dinamika seiring dengan perjalanan sejarah bangsa, termasuk berbagai faktor eksternal, misalnya dengan hadirnya era indsutri 4.0 yang tidak bisa tidak dielakkan. 

Begitu pula bila berbicara tentang pendidikan yang akan membentuk  sebuah peradaban baru, maka tak bisa lepas dari konteks pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan nasional akan dapat mengakselerasi program pendidikan yang berkualitas, yang pada muaranya akan melahirkan sebuah peradaban baru. 

Keberhasilan pembangunan nasional dapat dinilai dari indeks pembangunan manusia (IPM). Dari tiga dimensi dasar yang menjadi indikator IPM, ketiganya merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Artinya satu dimensi menjadi pendukung dan syarat untuk mendapatkan hasil yang baik pada dimensi lain. Misalnya, untuk mendapatkan dimensi harapan hidup maka perlu pengetahuan yang baik, yang didukung  pula oleh kelayakan hidup dilihat dari pendapatan perkapita.  

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Begitu pula program pendidikan akan baik bila ditunjang oleh pembangunan nasional yang baik pula. Artinya, hasil pembangunan nasional sangat menentukan kualitas pendidikan.  

Karena itu, ikhtiar dan ide  Kanda Dr. H. M. Ali Taher Parasong, S.H., M.Hum. yang ingin  membuat atau menghadirkan pusat sains (science centre) di Lamakera harus mendapat apresiasi dan dukungan maksimal dari kita sebagai anak Lewotanah. Jauh sebelumnya beliau juga telah dengan secara intens dan proaktif memberikan kontribusi yang luar biasa dalam pengembangan infrastruktur pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan menengah di Lamakera. 

Tidak hanya berhenti di situ tapi juga secara proaktif menjadi mediator untuk melakukan konversi status madrasah ibtidaiyah dan tsanawiyah yang sebelumnya dibawah naungan Yayasan Tarbiyah Islamiyyah menjadi sekolah negeri.[35] Dan sekarang sedang dirampungkan sebuah infrastruktur pendidikan menengah umum, yang insyaallah tidak lama lagi akan diresmikan. 

Gagasan atau rencana menghadirkan science centre di Lamakera bukan merupakan sesuatu hal yang sulit, tetapi juga tidak gampang. Karena seperti tergambar pada uraian sebelumnya bahwa IPM NTT dan Kabupaten Flores Timur relatif masih jauh dibandingkan dengan IPM Nasional. Itu berarti perlu ada upaya khusus untuk memberikan pemahaman tentang manfaat dari kehadiran science centre  tersebut agar tidak mendapat resistensi.[36] Apalagi mengingat berbagai tuntutan kemampuan yang dipersyaratkan dalam era industri 4.0.  

Dengan demikian harus dipikirkan sejak awal seperti apa konsep dan atau blue-print science centre nanti, tentu saja dengan tidak mengabaikan kearifan lokal (local wisdom). Dari sini kemudian dipikirkan operasionalisasi science centre tersebut sesuai model atau sistem pendidikan berbasis indsutri 4.0. 

Rekomendasi 

Banyak hal yang telah dipaparkan terkait problematika sosial, baik permasalahan pendidikan pada tingkat makro, maupun masalah sosial aktual yang terjadi di Lamakera hari ini (tingkat mikro). 

Dari semua sumbangsih saran dan penegasan yang telah diurai tuntas pada acara Bincang Santai itu menandakan sebuah harapan besar yang sedang diusung oleh genarasi Lamakera, yakni ingin menghadirkan Lamakera sebagai epicentrun peradaban Islam di wilayah NTT. Sehubungan dengan itu, maka berikut ada beberapa point yang perlu kita bahas secara lebih intens dalam sebuah forum kecil (think tank) sebagaimana aspirasi yang berkembang dalam dinamika dan dialektika pertemuan virtual itu. 

1. Merespon wacana Lamakera menjadi epicentrum peradaban Islam di NTT, maka perlu ditetapkan atau dirumuskan terlebih dahulu apa parameter, indikator, kerangka nilai, dan paradigma, serta arah gerak perubahan tentang epicentrum peradaban Lamakera yang dimaksud. 

2. Gagasan atau rencana menghadirkan science centre di Lamakera merupakan sebuah ide alternatif yang mungkin dapat dijadikan sebagai batu loncatan untuk pengembangan dan pemberdayaan generasai Lamakera. 

3. Namun science centre tersebut hendaknya didesain secara komprehensif sehingga dapat membuka peluang dan kesempatan generasi Lamakera dapat mengembangkan potensi dan talenta, baik kompetensi, wawasan, dan skills, tanpa mengabaikan nilai-nilai spiritual dan kearifan lokal. Tidak hanya menghadirkan dalam bentuk fisik semata, tetapi lebih jauh adalah memikirkan kontinuitas operasional lembaga tersebut, sehingga tidak menjadi sebuah harapan yang muspra, ibarat kata, "panas-panas tai ayam". 

4. Tak kalah penting adalah lembaga pendidikan yang sudah ada di Lamakera, mulai dari pendidikan dasar (SD/MI, MTs, dan SMA/MA) harus pula memberikan porsi kurikulum pada pengembangan bidang vokasi (kurikulum lokal). Hal ini berarti perlu pula dipikirkan untuk menyediakan pendidikan berbasis kejuruan (SMK) di Lamakera. 

5. Menghadirkan sekolah kejuruan pasti akan berkonsekuensi pada biaya (cost) dan investasi yang lebih besar. Dan hal ini menjadi tugas Kakanda H. M. Ali Taher dan adinda Ahmad Yohan untuk memperjuangkan di lembaga legislatif, termasuk memanfaatkan semua konektivitas yang sudah terbangun selama ini. 

6. Agar  generasi Lamakera tidak mengalami apa yang disebut shock culture (kejut budaya atau gegar budaya), maka  penanaman nilai-nilai keilaihaian melalui rumah mengaji, pembinaan karakter melalui pendidikan keagamaan berbasis masjid, serta pengembangan seni budaya berbasis kearifan lokal harus terus digalakkan. 

7. Tak lupa adalah mempersiapkan generasi Lamakera menjadi hafids dan hafidzah untuk pada saatnya nanti dapat diproyeksikan melanjutkan pendidikan ke luar negeri (terutama Timur Tengah, khususnya Maroko), teknisnya dapat disimulasikan, seperti mengaktifkan rumah mengaji, mengirimkan anak Lamakera ke ponpes-ponpes tahfids, mendatangkan pembimbing khusus, dan bentuk lainnya. 

8. Penting pula dipikirkan untuk mengembangkan daerah-daerah satelit di sekitar Lamakera bila memang kita berharap kelak Lamakera dapat menjadi epicentrum peradaban Islam maupun pusat pengembangan ilmiah. 

9. Dengan begitu akan membawa konsekuensi logis terhadap penyiapan semua infrastruktur pendukung, tidak hanya sarana pendidikan, sarana/prasarana untuk meningkatkan literasi, baik literasi melalui perpustakaan dan bahan pustaka yang lengkap dan representatif, juga perpustakaan berbasis digital dan teknologi yang tidak murah, juga perlu dipikirkan berbagai potensi yang bisa dikembangkan, seperti potensi ekonomi (kekayaan bahari), dan potensi pariwisata bahari dan seni budaya.  Sejauh ini, semua persyaratan itu, untuk Lamakera masih jauh dari kata memadai.  

10. Hal ini bukan pekerjaan mudah, ibarat membalikkan telapak tangan, tapi membutuhkan komitmen, konsistensi, integritas, kebersamaan, dan sikap berbagi (open minded), tidak ekslusif, tidak local centries. Karena itu perlu memadukan isu-isu lokal dengan isu global-kontemporer secara sinergis, sehingga tidak saling berbenturan. 

11. Tak kalah penting adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya (sesuai potensi dan talenta) bagi generasi Lamakera untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi berbasis IT, yang mempunyai nilai jual (ekonomi).

Wallahu a'lam bish-shawabi  

Makassar, 28 Juni 2020.

Referensi :

[1] Pokok pikiran, disampaikan pada Acara Bincang Segi Tiga Generasi Emas Lamakera (edisi ke-2) secara virtual, tanggal 27/06/2020

[2] Penulis merupakan putra Lamakera yang saat ini mengabdi sebagai ASN pada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sulawesi Selatan, berdomisili di Makassar

[3] Mohammad Ali, 2009. Cet. Pertama. Pendidikan Untuk Pembanguan Nasional. Penerbit: Imperial Bhakti Utama, h. 1.

[4] Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd., dkk., 2007. Pendidikan Anak Bangsa, Pendidikan Untuk Semua. Penerbit: Nimas Multima, h. 6.

[5] Ibid.,-

[6] Lihat Mohammad Ali, opcit., h. 6.

[7] Edi Suharto, Ph.D. 2009.  Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Penerbit. PT. Refika Aditama. h. 5.

[8] Lihat Mohammad Ali, op.cit., h. 28.

[13] Metode mengukur perkembangan pembangunan manusia pada suatu negara, yang dikenal dengan IPM ini, pertama kali dikembangkan oleh seorang pemenang nobel pada 1990 yang berasal dari India, yakni Amartya Sen, dan seorang ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, serta dibantu oleh Gustav Ranis dari Universitas Yale dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics. Sejak itu, indeks ini dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan IPM tahunannya. Amartya Sen menggambarkan indeks ini sebagai "pengukuran vulgar" oleh karena batasannya. Indeks ini lebih berfokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekadar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan.

[24] Hendarman. 2019. Pendidikan Karakter Era Milenial. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

[25] Sesungguhnya secara statistik (meski saya tidak mempunyai data yang pasti), generasi Lamakera sudah menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan dalam memperoleh dan mengakses pendidikan yang layak dan berkualitas. Sejak 2 sampai 3 dekade terakhir persentasi pertambahan populasi generasi terdidik Lamakera sudah sangat menggembirakan, jika kita tidak ingin mengatakan luar biasa. Dibandingkan 3 sampai 4 dekade lalu, perkembangan populasi generasi terdidik Lamakera (rata-rata sudah mengakses pendidikan sampai tingkat sarjama, bahkan tidak sedikit juga sudah mencapai jenjang doktoral (magister dan doktor), tentu saja dengan harapan juga memiliki kompetensi yang memadai (baik dari sisi pengetahuan teoritis, keterampilan (skills), maupun kemampuan afeksi untuk mampu beradaptasi secara cepat dalam kondisi fluktuatif-kompetitif saat ini.

[32] Ary Ginanjar Agustian, 2005. Edisi Baru, "ESQ : Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual", Jakarta : Penerbit Arga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun