Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ketakutan pada Ahok dan Konsep Pembangunan Ekonomi

22 Oktober 2016   14:53 Diperbarui: 22 Oktober 2016   17:23 6163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sbr. gbr. : http://beritahits.com/19107/ini-ia-5-phobia-aneh-yg-pernah-dialami-manusia-disorientasi-satunya-takut-dengan-surga.html

Sementara pihak penegak hukum telah memberikan komitmen untuk memproses kasus tersebut, dan bahkan Ahok pun telah dengan gentelman menyatakan mempersilahkan pihak berwajib untuk memproses pengaduan masayarakat itu. Lagi-lagi dalam ‘masa tunggu’, kita menunjukkan lagi sikap yang kurang elegan, tidak bersabar. Ketidaksabaran ini kemudian menimbulkan kesan sebagai bentuk lain dari target sesungguhnya yang hendak dicapai, yakni motif politik. Menggagalkan Ahok sebagai calon gubernur pada Pilkada 2017 yang akan datang.

Istilah Ahokbia

Ada sebuah ‘insiden’ kecil yang terjadi Kamis (20/10/2016), ketika saya bertemu dengan seorang pejabat di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Makassar. Karena ‘insiden’ kecil itu, saya kemudian terinspirasi untuk mencoba menggabungkan dua kata menjadi sebuah istilah, yakni ‘Ahokbia’.

‘Insiden’ itu berawal ketika saya bersama istri mengurus Dokumen Perjalanan Republik Indonesia (DPRI) berupa paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Makassar. Ketika mendapat giliran diperiksa berkas permohonan untuk mendapatkan paspor, saya sedikit mendapat hambatan. Sementara istri saya berjalan mulus.

Hambatan itu berupa ‘penolakan’ terhadap berkas saya. Di mana, setelah diperiksa dan diverifikasi, berkas permohonan saya dinyatakan belum memenuhi syarat. ‘Cacat’ syarat itu disebabkan karena tanggal lahir pada identitas Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Akte Kelahiran.

Pokoknya ada perbedaan tanggal lahir antara yang tercantum pada KTP dan KK, dengan tanggal lahir yang tertera di Akte Kelahiran. Karena perbedaan tanggal lahir tersebut maka pihak Imigrasi menolak untuk memproses lanjut permohonan saya.

Permohonan saya akan kembali diproses apabila saya melakukan perbaikan terhadap perbedaan tanggal lahir pada dokumen-dokumen pendukung tersebut. Sebagai jalan keluarnya, pihak Imigrasi kemudian menyarankan agar saya mendatangi Kantor Dinas Dukcapil untuk meminta perubahan tanggal dengan menyesuaikan tanggal lahir pada Akte Kelahiran mengikuti tanggal yang tertera di KTP maupun KK.

Maka dengan semangat 45, saya pun bergegas menuju Kantor Dinas Dukcapil Makassar. Setiba di Dinas Dukcapil, saya mengikuti prosedur operasional yang berlaku, dan kemudian bertemu petugas yang melayani counter perubahan akte. Kepada petugas tersebut saya menjelaskan tujuan saya. Akan tetapi, karena petugas counter tersebut kurang memahami penjelasan maksud kedatangan saya, maka dia meminta saya untuk menghadap langsung ke pimpinannya.

Di sinilah ‘insiden’ yang mengilhami saya untuk membuat tulisan dengan judul ‘Ahokbia’ ini. Ketika saya menjelaskan maksud kedatangan saya ingin mengurus perbaikan Akte Kelahiran, di luar dugaan saya, pejabat itu tiba-tiba mengatakan bahwa “ini bukan aturan Ahok.

Saya pun tertegun, antara terkejut dan ingin ketawa. Terkejut karena tanpa babibu, kok, dalam hal yang sedang saya urus, si pejabat malah membawa-bawa nama Ahok? Sementara apa yang sedang saya jelaskan tidak ada kaitan sama sekali dengan urusan gonjang-ganjing di ibukota negeri, di mana Ahok sebagai kepala Pemerintahannya.

Di samping ‘insiden’ itu, ada ‘insiden’ lain, sehingga membuat saya semakin mempermantap menulis artikel dengan judul ‘Ahokbia’ ini. Kejadian itu, setelah saya mendengar isi khutbah ketika saya sholat Jumat (21/10/2016) di Masjid Balaikota Makassar. Apa pasal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun