Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Memperlambat Alzheimer dengan Tari Poco-poco

7 September 2015   16:29 Diperbarui: 8 September 2015   03:46 1767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Metro TV pada Jumat malam (4/9/2015) seperti biasa menayangkan program Kick Andy. Acara yang digawangi oleh Andi F. Noya ini, pada episode Jumat malam (4/9/2015), menghadirkan Pendiri Yayasan Alzheimer Indonesia (YAI), Dy Suharya (untuk selanjutnya disebut Dy). Ide menghadirkan narasumber, Dy Suharya, karena ia menulis buku yang menceritakan kisah hidupnya tentang relasi antara keluarga (ayah dan anak-anaknya (saudara-saudaranya)) dengan ibunya. Terinspirasi oleh judul buku yang ditulis oleh Dy (bersama temannya) itu, maka Kick Andy mengundang Dy sebagai penulis buku dan Pendiri Yayasan Alzheimer Indonesia, sebagai narasumber untuk menceritakan “pengalaman” pribadinya dan membagi pengetahuan tentang penyakit demensia alzheimer. Episode Kick Andy tersebut diberi judul yang juga diambil dari judul buku itu, yakni “Ketika Ibu Melupanku”.

Yayasan Alzheimer

Mungkin (dugaan saya, tapi rasanya memang seperti itu) bahwa ide untuk mendirikan Yayasan Alzheimer ini berawal dari pengalaman pribadi sang pendiri karena mendapati ibu kandungnya tidak lagi “mengenal” dirinya. Begitu pula dengan “perilaku” ibunya yang sering bertengkar dengan ayahnya, saban hari, sehingga membuat Dy sampai mempunyai ide “gila” menyuruh kedua orangtuanya bercerai, karena dalam pandangannya, “perilaku” ibunya merupakan “pengalaman yang sangat mengganggu dinamika sejahtera keluarga”.

Mengapa Dy sampai berkesimpulan seperti itu? Bagi Dy, ia sudah merasa jenuh pada “perilaku” ibunya yang, “betapa ibu Dy yang saban hari berantem (bertengkar) sama ayahnya, tiada hari tanpa marah, meminum obat tiap hari, memakai koyo saban hari, dan semua orang disalahkan.” Meski mendapati kondisi ibunya seperti itu, tapi karena ketidaktahuan Dy dan saudara-saudaranya (lima orang bersaudara) dan ayahnya, bahwa ibunya sedang menderita Alzheimer (penyakit pikun/kepikunan) sehingga sering memperlakukan ibunya tidak sebagaimana mestinya. Misalnya, ibunya sering mendapat bentakan dan suara-suara yang mengindikasikan ketidaksenangan terhadap “perilaku” ibunya. Padahal sebagaimana diungkapkan oleh Dy, bahwa berdasarkan penelitian ilmiah, bentakan dapat mengurangi kekebalan (imunitas) koginitif. Artinya suara bentakan dapat mengurangi kemampuan kognitif seseorang.

Menghadapi “perilaku” ibunya yang seperti itu, pada klimaksnya, Dy memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah. Meski Dy harus meninggalkan ibunya, tapi hal itu telah mendorong Dy untuk berusaha mengetahui dan memperdalam ilmu tentang kesehatan masyarakat (public health) ke Australia, hingga mencapai karier menjadi aisten dosen dan konsusltan. Ketika pada akhirnya ia kemudian menyadari dan memutuskan kembali ke Indonesia guna memperkenalkan dan memberi pemahaman tentang penyakit demensia alzheimer. Maka Dy kemudian mendirikan sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang kesehatan masyarakat, khususnya menyangkut demensia alzheimer, dan diberi nama Yayasan Alzheimer Indonesia.

Apa itu Alzheimer?

Demensia alzheimer yang dialami ibu Dy ditunjukkan melalui gejala seperti suka marah-marah, suka menyalahkan semua orang, suka bertengkar, tidak lagi mengenal suami dan anak-anaknya, dan gejala sejenis lainnya. Menurut ayah Dy, Yayah Sukarya, bahwa kondisi sebagaimana dialami istrinya sudah mulai terlihat sejak 2009. Di mana istrinya (ibu Dy) sudah tidak mengenalnya (suami) dan anak-anaknya. Sayangnya, gejala-gejala tersebut tidak disadari sehingga luput dari perhatian ayah Dy dan saudara-saudaranya yang lain sebagai demensia alzheimer. Karena itu wajar ayah Dy mengaku hanya memberikan reaksi kaget ketika untuk pertama kalinya melihat gejala yang ditunjukkan oleh istrinya yang lupa pada dirinya (suaminya). Gejala ini rupanya diperlihatkan pula oleh orangtua/mertua Farhan (artis). Farhan menceritakan bahwa orangtua/mertuanya sering menunjukkan gejala-gejala, seperti sering lupa menaroh (menyimpan), sulit menyebut nama, lupa aktivitas apa yang sudah/pernah dilakukan, sudah berusaha mengingat suatu kejadian, tapi pada akhirnya menyatakan “tidak tahu”, lupa nama orang, lupa janji, dll.

Gejala-gejala seperti yang diperlihatkan ibu Dy dan orangtua/mertua Farhan menunjuk pada suatu keadaan di mana sel-sel syaraf otak yang berfungsi sebagai memori dan kognisi mati, sehingga seorang penderita sulit menyalurkan informasi yang dilihat, diamati, dan dirasakan dengan baik. Seseorang yang mengalami kondisi seperti itu disebut sedang mengalami gejala alzheimer. Terus apa itu alzheimer?

Penyakit alzheimer adalah suatu kondisi di mana sel-sel syaraf di otak mati, sehingga sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik. Hal ini menyebabkan seseorang penderita sulit mengingat sesuatu, baik berupa obyek, nama seseorang, maupun peristiwa. Seseorang dengan penyakit alzheimer mempunyai masalah dalam hal ingatan, penilaian, dan berpikir, yang membuat sulit bagi penderita untuk bekerja dan mengambil bagian dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini diperparah dengan ketidaktahuan keluarga sehingga berpengaruh terhadap dukungan, sehingga semakin membuat sel-sel syaraf otak penderita mengalami kematian secara bertahap selama bertahun-tahun. Keluarga baru menyadari ketika penderita sudah berada pada fase yang sulit untuk “diperbaiki”, sebagaimana pengalaman Dy bersama ibunya.

Sejauh ini, tidak ada satu faktor utama yang telah diidentifikasi sebagai penyebab penyakit Alzheimer. Sangat mungkin bahwa kombinasi beberapa faktor mempengaruhi seperti usia, pembawaan genetik, faktor lingkungan, gaya hidup dan kesehatan umum. Pada beberapa orang, penyakit ini dapat berkembang diam-diam selama bertahun-tahun sampai gejalanya muncul (sumber).

Gejala Umum Almheizer

Gejala-gejala seperti yang diceritakan Dy dan ayahnya serta Farhan merupakan gejala umum dari (demensia) alzheimer. Tapi, rupanya publik Indonesia belum begitu mengenal dan paham tentang penyakit demensia alzheimer (ke-pikun-an). Pemahaman publik Indonesia terhadap alzheimer masih sangat minim (rendah), sehingga pikun dianggap remeh. Padahal populasi demensia alzheimer di Indonesia menurut Menteri Kesehatan (Menkes), Nila F. Moeloek, semakin bertambah banyak. Menurut Menkes, Nila F. Moeloek, demensia (alzheimer) dipercepat oleh keadaan-keadaan yang sebelumnya, seperti hipertensi, diabetes melitus (DM) yang kurang diperhatikan.

Disebutkan bahwa ada 46 juta orang di dunia yang terkena demensia alzheimer. Dari 46 juta yang terkena demensia alzheimer ini mempunyai pengaruh terhadap keluarga yang terdampak sampai 10 kali lipat. Dapat dibayangkan bila penanganan terhadap penyakit demensia alzheimer ini tidak dilakukan secara komprehensif sejak dari awal, maka populasinya akan terus bertambah, dan pertambahannya sangat fantastis, dari 46 juta yang terkena bisa berdampak pada 460 juta orang. Luar biasa.

“Demensia, termasuk penyakit Alzheimer yang mempengaruhi daya ingat, berpikir, berperilaku dan emosi, adalah salah satu tantangan isu kesehatan masyarakat global terbesar. Pada sekitar 1950-an diperkirakan 2,5 juta penduduk dunia mengidap penyakit ini, dan mencapai enam miliar orang pada tahun 2000. Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, memperkirakan lebih dari satu miliar orang tua yang berusia lebih dari 60 tahun atau 10 persen penduduk dunia mengidap Alzheimer pada tahun 2003”  (sumber).   

Karena itu, dalam penanganan masalah demensia alzheimer ini, menurut Menkes, Nila F. Moeloek, Pemerintah berkomitmen  menyelesaikannya dengan memperbaiki dari hulu, tidak hanya dari hilir. Salah satunya dengan menganjurkan masyarakat untuk hidup sehat dan seimbang dengan mengurangi merokok, meminum-minuman beralkohol, dll. Terus apa sebenarnya gejala umum dari demensia alzheimer. Yayasan Alzheimer Indonesia telah membuat brosur yang dilansir dalam versi bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan juga bahasa Perancis menyebutkan 10 gejala umum alzheimer.

Gejala-gejala tersebut adalah kesatu, ganguan daya ingat, di mana penderita kesulitan mengingat informasi baru, dalam memori jangka panjang menghilang, bahkan lupa atas informasi pribadi, seperti tempat tanggal lahir, pekerjaan, atau nama-nama anggota keluarga dekat. Kedua, sulit fokus, di mana penderita sulit melakukan aktivitas, pekerjaan sehari-hari, lupa cara memasak, mengoperasikan telepon, ponsel, tidak dapat melakukan perhitungan sederhana, bekerja dengan waktu yang lebih lama dari biasanya. Ketiga, sulit melakukan kegiatan yang familiar, hal mana penderita seringkali sulit untuk merencanakan atau menyelesaikan tugas sehari-hari, bingung cara mengemudi, sulit mengatur keuangan. Keempat, disorientasi,  penderita bingung akan waktu (hari/tanggal/hari penting), bingung di mana mereka berada dan bagaimana mereka sampai di sana, tidak tahu jalan pulang kembali ke rumah.  Kelima, kesulitan memahami visuospasial, penderita sulit untuk membaca, mengukur jarak, menentukan jarak, membedakan warna, tidak mengenali wajah sendiri di cermin, menabrak cermin saat berjalan, menuangkan air di gelas namun tumpah dan tidak tepat menuangkannya. Keenam, gangguan berkomunikasi, penderita kesulitan berbicara dan mencari kata yang tepat, seringkali berhenti di tengah percakapan dan bingung untuk melanjutkannya. Ketujuh,  menaruh barang tidak pada tempatnya, lupa di mana meletakkan sesuatu, bahkan kadang curiga ada yang mencuri atau menyembunyikan barang tersebut. Kedelapan, salah membuat keputusan, berpakaian tidak serasi, tidak dapat memperhitungkan pembayaran dalam bertransaksi dan tidak dapat merawat diri dengan baik. Kesembilan, menarik diri dari pergaulan, penderita tidak memiliki semangat ataupun inisiatif untuk melakukan aktivitas atau hobi yang biasa dinikmati, tidak terlalu semangat untuk berkumpul dengan teman-temannya. Dan kesepuluh, perubahan perilaku dan kepribadian, di mana penderita mengalami emosi berubah secara drastis, menjadi bingung, curiga, depresi, takut atau tergantung yang berlebihan pada anggota keluarga, mudah kecewa dan putus asa baik di rumah maupun dalam pekerjaan (sumber).

Upaya Preventif

Dengan mengetahui gejala-gejala umum alzheimer di atas (10 gejala umum), sebagai anggota keluarga apa yang harus dilakukan ketika mendapati salah seorang anggota keluarga menjunjukkan salah satu atau beberapa gejala tersebut? Berdasarkan pengalamannya, Farhan menyebutkan “ikhtiar” yang telah keluarga mereka lakukan dalam menghadapi dan menangani penderita alzheimer. Menurut Farhan yang harus dan perlu dilakukan adalah menyusun (membuat) rencana keluarga, membagi tugas dan tanggung untuk menjaga dan merawat penderita, dan menyiapkan diri (fisik maupun mental) menghadapi situasi akibat alzheimer. Dengan melakukan “ikhtiar” seperti itu diharapkan penderita dapat ditanagi secara baik dan keluarga juga tidak mengalami situasi “traumatis” seperti yang diceritakan Dy mengenai ibunya. Karena bagi Farhan tidak mudah menghadapi situasi-situasi seperti itu.

YAI menyebutkan lima cara untuk mengurangi resiko terkena alzheimer, yaitu menjaga kesehatan jantung; bergerak, berolahraga produktif; mengkonsumsi sayur/buah (gizi seimbang); menstimulasi otak, fisik, mental-spiritual; dan bersosialisasi dan beraktivitas positif. Dengan melakukan lima langkah ini diharapkan progresivitas demensia alzheimer dapat diperlambat bagi penderita, sedang bagi yang bukan pendeita hal itu memungkinkan sebagai upaya preventif untuk menghindar dari terkena alzheimer. Sebab semua jenis demensia bergerak secara progresif, yang merusak struktur kimia otak dari waktu ke waktu, sehingga mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengingat, memahami, berkomunikasi dan berpikir secara bertahap pun menurun. Untuk mencapai hal tersebut, maka YAI memiliki misi, yakni : 1) meningkatkan pemahaman publik mengenai isu penyakit Alzheimer dan Demensia; 2) melakukan kegiatan advokasi  mengenai dementia dan alzheimer terhadap semua stakeholders di Indonesia; 3) mempromosikan pola hidup sehat kepada masyarakat yang berusia 40 tahun ke atas sebagai  tindakan pencegahan; dan 4) mendukung program peningkatan kapasitas perawat, dokter dan pengasuh, serta meningkatkan penyebaran informasi mengenai Alzheimer di Indonesia.

Manfaat Tari Poco-Poco Untuk Memperlambat Alzheimer

Di samping “ikthiar” ala keluarga Farhan dan lima cara untuk mengurangi resiko terkena alzheimer ala YAI, upaya untuk mengurangi resiko terkena alzhemier juga dapat digali dari unsur budaya sebdiri.  Salah satu unsur budaya Indonesia yang direkomendasikan untuk menjadi sarana mengurangi terkena resiko alzheimer adalah melalui tari-tarian. Dan salah satu tari-tarian tradisional yang berasal dari budaya leluhur (bangsa) adalah Tari Poco-Poco.

Apa iya Tari Poco-Poco dapat “mencegah” berkembangnya alzheimer? Berdasarkan penjelasan “ahli” tari poco-poco, yang hadir pada acara Kick Andy, episode “Ketika Ibu Melupakannku”, yang melakukan penelitian dan menulis disertasi tentang Tari Poco-Poco, dr. Ria Maria, bahwa secara ilmiah dilihat dari gerakannya, Tari Poco-Poco memenuhi semua unsur yang dibutuhkan yang dapat mengaktivasi semua unsur syaraf tubuh sehingga dapat mengurangi (tepatnya memperlambat) berkembangnya alzheimer. Pada Tari Poco-Poco terdapat berbagai gerakan yang memungkinkan rangsangan terjadi sehingga dapat mengurangi resiko terkena alzheimer.

Menurut dr. Ria Maria, Tari Poco-Poco memenuhi kriteria sebagai salah satu aktivitas yang dapat mengurangi (memperlambat) alzheimer), karena memiliki kriteria, antara lain: gerakannya memenuhi kriteria aerobik; mempunyai bit 120 permenit; semua orang dapat melakukannya; gerakkannya melangkah ke kanan, ke kiri, maju, mundur, serong, dan berputar. Karena itu, gerak-gerakkan Tari Poco-Poco sangat cocok dan mampu merangsang fungsi-fungsi otak dan fungsi kognitif sehingga memperlambat terjadinya penurunan fungsi kognitif (memori, dll). Lebih lanjut dr. Ria Maria mengatakan, bahwa Tari Poco-Poco dipilih karena gerakannya menunjukkan aktivitas fisik, menarik, mudah dilakukan, murah, dapat dilakukan di mana saja (praktis), menyenangkan, laki-laki maupun perempuan dapat melakukan, berbagai usia dapat melakukan, merupakan budaya bangsa, dan tak kalah pentingnya adalah tidak melanggar norma-norma yang ada di Indonesia.  

Menurut Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), bahwa penyakit Alzheimer ini secara medis belum dapat disembuhkan (belum ada obatnya). Satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mencegah berkembangnya Alzheimer adalah dengan jalan memperlambatnya.  Tari Poco-Poco dianggap sangat cocok untuk memberikan rangsangan, baik secara fisik maupun mental-spiritual karena mampu memberi stimulasi kepada syaraf (jaringan) otak, sehingga dapat memperlambat berkembangnya alzheimer.

“Tari poco-poco adalah bentuk proses biopsikososial yang baik. Poco-poco menuntut gerakan terstruktur, kemampuan psikomotorik dan sensorik yang cepat, serta mengatur tempo gerakan seiring ketukan lagu secara emosional. Meski memiliki gerakan rumit, tari ini terbukti membuat tubuh lebih energik dan melatih daya pikir. Kerumitan gerakan tari poco-poco secara langsung mempengaruhi perbaikan fungsi eksekutif dan plastisitas neuron. Dari gerakan rumit inilah poco-poco merangsang aktivitas sel neuron dan meningkatkan panjang dendrit (cabang sel neuron). Faktor itu menguntungkan bagi orang tua yang berpotensi besar terkena Alzheimer” (sumber).

 Senam atau Tari Poco-Poco juga mempunyai manfaat untuk memperbaiki kolesterol dalam darah. Sebab gerakan Poco-Poco dapat menurunkan berat bedan karena adanya pengurangan cairan yang keluar melalui keringat sebagai pembakaran lemak dalam tubuh, meningkatkan denyut jantung yang sangat memenuhi senam aerobik yang dapat merangsang fungsi syaraf otak, dan meningkatkan nilai kolesterol baik (HDL) dalam darah sebagai bukti adanya mobilisasi lemak, sehingga dapat mengurangi terkena resiko alzheimer (sumber).  

Sebenarnya menurut dr. Ria Maria, bahwa ada beberapa tarian tradisional lainnya, misalnya Tari Saman dari Aceh, yang juga “didiskusikan” menjadi obyek penelitian berkaitan dengan alzheimer. Akan tetapi, karena pertimbangan “ke-praktis-an”, maka Tari Poco-Poco yang berasal dari Manado ini dipilih sebagai obyek penelitian. Secara kelakar, dr. Ria Maria mengatakan bahwa bila Tari Saman yang dipilih, maka ketika melakukan gerakan sambil berlutut, setelah tarian usai tidak dapat bangun (berdiri) kembali. Apalagi responden penelitiannya adalah penderita diabeltes melitus (DM) dengan daya kognitif ringan dan hipertensi dengan usia antara 45 – 59 tahun.

Mengingat begitu besarnya manfaat gerakan Tari Poco-Poco, maka Menkes Nila F. Moeloek menganjurkan agar masayarkat tetap hidup sehat, maka Tari Poco-Poco diajarkan sejak dini (usia SD), serta mengaktifkan kembali Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Menkes menyatakan bahwa Tari Poco-Poco sebagai budaya bangsa tidak hanya digalakkan ketika usia senja karena gejala demensia (alzheimer), tapi harus diperkenalkan sejak awal (usia SD), dan juga menggalakkan kembali UKS. Karena menurut Menkes, sejak adanya layanan jaminan kesehatan nasional (JKN) jumlah pasien meningkat tajam menjadi 73% yang dirawat, padahal proporsi yang ideal adalah 20% : 80%. Artinya 80 persen orang sehat dan hanya 20 persen (pasien) yang dirawat.  

Penutup: Relasi Penderita dengan Keluarga

Untuk mengurangi “beban” bagi penderita alzheimer, maka dianjurkan kepada setiap anggota keluarga, terutama anak-nanaknya agar dapat meluangkan waktu lebih banyak bersama orangtua, agar mereka merasa hidupnya bermakna. Mengingat, orangtua yang telah memasuki masa purna bhakti, kadang merasa kesepian akibat post power syndrome, sehingga mereka merasa hidupnya seperti tidak lagi berarti apa-apa. Apalagi bila anak-anaknya kurang memberikan apresiasi yang cukup dengan menunjukkan rasa bhakti dan hormat kepada orangtuanya yang telah pensiun, yang sungguh sangat berjasa dalam hidup mereka. Sehubungan dengan itu, Dy Suharya memberikan “tips” untuk mengurangi  perkembangan alzheimer, yakni :

  • Memaksimalkan waktu anak bersama orangtua, meski hanya melalui telepon
  • Membantu lanjut usia (lansia) hidup bermakna
  • Mengurangi resiko lawan pikun dengan segala cara hidup sehat, misalnya main catur dengan cucu, fotografi, ikut Tari Poco-Poco, dll.

Melalui langkah-langkah yang sudah dilakukan maupun yang akan dilakukan, Dy menyebutkan tujuan YAI yaitu, meningkatkan taraf hidup orang dengan demensia dan caregivers, dan memberikan pemahaman (kenali) 10 gejala demensia melalui training, dan mengurangi resiko terkena demensia alzheimer. Dy juga menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, orangtua yang dititipi cucu dua kali (tidak boleh lebih) seminggu dapat memperlambat alzheimer. Terakhir sebagai pernyataan penutup untuk memberikan inspirasi, Dy mengatakan bahwa “selalu mengaktivasi potensi ilahi sehingga hidup selalu bermakna”, termasuk menjaga hubungan baik (relasi) dengan semua anggota keluarga.

 

Ya sudah, begitu saja “reportase” saya, selamat membaca, …

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 07  September  2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun