Mohon tunggu...
Emmanuela Emuttesa
Emmanuela Emuttesa Mohon Tunggu... Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada

Saya seseorang yang menyukai novel dengan latar belakang cerita sejarah suatu negara. Selain itu, saya juga menyukai bagaimana budaya suatu negara dapat memiliki ciri khasnya sendiri, dan bahasa itu kunci buat memahami semua itu. Saya juga memiliki minat dalam belajar bahasa asing. Terakhir, saya suka menonton drama Korea yang membuat saya belajar bahasa Korea melalui drama tersebut.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Folklore Kalimantan Barat #2: Tiga Mitos Hidup dari Lidah, Rimba, dan Arus Sungai

31 Juli 2025   19:47 Diperbarui: 12 Agustus 2025   16:39 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Folklore adalah bagian dari warisan budaya takbenda yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, diwariskan secara turun temurun melalui tradisi lisan, tindakan simbolik, serta keyakinan kolektif. Menurut Danandjaja (2007), folklore adalah bagian dari kebudayaan suatu kolektif yang diwariskan secara turun temurun melalui lisan, gerak, atau simbol, mencangkup cerita rakyat, dongeng, mitos, legenda, peribahasa, hingga kepercayaan lokal. Dalam folklore, terkandung nilai-nilai moral, norma sosial, dan sistem keyakinan yang tak hanya merefleksikan masa lalu, tetapi juga membentuk cara hidup masyarakat pada masa kini. Salah satu jenis folklor yang masih hidup dan berkembang dalam masyarakat Kalimantan Barat adalah mitos, yakni cerita atau praktik budaya yang diyakini mengandung kebenaran dan berkaitan erat dengan entitas spiritual, kekuatan gaib, serta aturan tidak tertulis dalam hubungan sosial. Mitos berbeda dari legenda karena umumnya tidak terikat waktu dan tertentu, serta memiliki unsur kepercayaan yang sangat kuat di kalangan masyarakat pemercayanya. Dengan kata lain, mitos tidak sekadar cerita, tetapi menjadi kerangka berpikir kolektif yang turut mengarahkan tindakan sosial dan spiritual masyarakat

PUSAK

Salah satu bentuk mitos yang masih dikenal di masyarakat di Kalimantan Barat adalah praktik pusak, yaitu kebiasaan menyentuh makanan atau minuman yang tidak ingin disantap sambil mengucapkan kata pusak. Tindakan ini dipercaya sebagai bentuk penghormatan terhadap entitas tak kasat mata yang diyakini menghuni ruang sekitar atau bahkan "menguasai" makanan tersebut. Dalam pandangan masyarakat, menolak makanan secara langsung dianggap tidak sopan dan bahkan dapat membawa sial, karena dipercaya bahwa makanan yang ditolak dapat "berpindah" kepada makhluk halus. Dengan menyentuh makanan sambil mengucap pusak, seseorang menunjukan etika sosial dan spiritual, ia tidak semata-mata menolak pemberian, tetapi mohon izin untuk mengambil. Kepercayaan ini memperlihatkan betapa eratnya ikatan antara adat, etika, dan spiritualitas dalam kehidupan masyarakat setempat. Mitos pusak bukan hanya mencerminkan cara masyarakat menghormati yang gaib, tetapi juga menunjukan bentuk kearifan lokal dalam menjaga harmoni sosial dan spiritual secara simbolik melalui makanan, salah satu elemen paling penting dalam budaya komunal. 

HARIMAU PUTIH

Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan Kalimantan Barat meyakini adanya sosok gaib berupa harimau putih, yang dianggap sebagai penjaga hutan dan hanya menampakan diri pada waktu serta kepada orang tertentu. Tidak seperti harimau biasa, sosok ini diyakini sebagai makhluk spiritual yang menyampaikan peringatan, perlindungan, atau pesan tertentu kepada manusia yang masuk ke wilayahnya. Harimau putih dipandang sebagai simbol kekuatan alam dan penjaga harmoni antara manusia dan rimba, serta mengingatkan bahwa hutan memiliki penghuninya sendiri yang patut dihormati. Dalam cerita lisan, disebutkan bahwa orang yang masuk hutan dengan niat jahat atau bersikap sembrono dapat mengalami peristiwa ganjil. Kepercayaan ini diturunkan dari generasi ke generasi melalui larangan, doa, dan cerita turun-temurun, mencerminkan keyakinan bahwa hutan tidak hanya dihuni oleh makhluk nyata, tetapi juga oleh kekuatan tak kasat mata. Harimau putih pun menjadi lambang keterhubungan manusia dengan alam, sekaligus peringatan bahwa lingkungan harus dijaga dan dihormati sebagai bagian dari kehidupan yang lebih besar daripada diri sendiri. 

PUAKE

Di sepanjang Sungai Kapuas, Kalimantan Barat, masyarakat lokal meyakini keberadaan makhluk gaib bernama Puake, yang dianggap sebagai penjaga sungai sekaligus penghubung antara dunia manusia dan alam gaib. Puake diyakini tidak hanya satu sosok, tetapi mencangkup berbagai bentuk makhluk yang kerap menampakkan diri dalam wujud hewan air tertentu seperti naga, buaya putih dan kura-kura besar. Kepercayaan terhadap makhluk ini bukan sekadar cerita mistis, melainkan refleksi dari kearifan lokal yang mengajarkan bahwa penting untuk menjaga sikap hormat terhadap sungai sebagai ruang sakral dan sumber kehidupan. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita tentang Puake diwariskan secara turun-temurun untuk menanamkan pemahaman bahwa sungai memiliki kekuatan spiritual yang harus dijaga dan dihormati. 

Salah satu wujud Puake yang paling dikenal adalah Puake Naga, seekor ular besar berwarna merah yang dipercaya tinggal di dasar sungai dan memiliki kuasa atau arus sungai dari hulu hingga hilir. Kemunculannya sering dikaitkan dengan kejadian tak terduga, seperti pusaran air atau kecelakaan perahu yang tidak memiliki penjelasan logis. Dianggap sebagai simbol peringatan, Puake Naga hadir untuk menegur manusia yang melanggar norma adat atau bersikap sembrono di wilayah sungai. Sementara itu, Puake Buaya Putih sering terlihat pada momen-momen penting seperti upacara adat. Sosok ini dianggap sebagai perwujudan leluhur yang tengah mengawasi keturunan mereka. Ada pula Puake Biukur, seekor kura-kura raksasa yang jarang muncul dan hanya terlihat ketika suasana sungai benar-benar tenang. Ia dikenal sebagai penjaga yang peka terhadap niat manusia dan diyakini dapat memberikan pertolongan bagi mereka yang berhati tulis. 

Dengan demikian, kisah Puake menggambarkan hubungan erat antara manusia, alam dan dunia gaib dalam budaya masyarakat tepian Sungai Kapuas. Cerita-cerita ini tidak hanya menjaga tradisi lisan, tetapi juga menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai moral seperti kehati-hatian, penghormatan terhadap alam, serta kesadaran akan kekuatan tak kasat mata yang menyertai kehidupan masyarakat Kalimantan Barat sehari-hari. Mitos-mitos di atas menjadi lambang keseimbangan spiritual yang harus dijaga melalui perilaku yang penuh hormat dan bijaksana.

Ikan Tapah

Pada zaman dahulu, masyarakat setempat percaya bahwa apabila ikan tapah muncul ke permukaan air maka akan terjadi tanah longsor atau bencana alam lainnya. Ikan tapah memiliki ukuran yang sangat besar, bahkan kumisnya saja sebesar kaki orang dewasa. Namun, ikan tapah tidak bisa dilihat oleh semua orang, hanya orang-orang tertentu saja. Dengan demikian diadakan ritual tolak bala yang masih dilakukan hingga saat ini untuk mengantisipasi kemunculan ikan tapah ini. Selain itu masyarakat lebih menjaga alam supaya menghindari munculnya ikan tapah dan terjadinya bencana alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun