Kedisiplinan dalam berpakaian menjadi salah satu aspek penting dalam pendidikan karakter di tingkat Sekolah Dasar (SD). Namun, kenyataannya tidak sedikit siswa yang datang ke sekolah tanpa memakai atribut lengkap seperti dasi, topi, sabuk, dan kaos kaki sesuai aturan. Masalah ini sering dianggap sepele, namun jika dibiarkan terus-menerus, bisa menjadi kebiasaan yang dapat berdampak pada pembentukan sikap disiplin dan kepatuhan terhadap aturan.
Permasalahan pada siswa yang tidak memakai atribut lengkap disekolah dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Mungkin sebagian siswa lupa atau tidak menyadari pentingnya atribut tersebut. Ada pula yang merasa tidak nyaman mengenakannya, terutama jika atribut sudah sempit atau rusak. Beberapa siswa berasal dari keluarga yang kurang mampu, sehingga tidak bisa membeli atribut tambahan ketika yang lama sudah tidak layak pakai. Selain itu, kurangnya perhatian dari orang tua juga bisa membuat siswa datang ke sekolah tanpa persiapan yang memadai.
Ketidakteraturan dalam berpakaian, jika terjadi secara berulang, maka dapat memberikan dampak yang negatif. Di antaranya adalah menurunnya semangat kebersamaan dan kesetaraan antarsiswa. Seragam dan atribut sekolah sejatinya bukan hanya simbol institusi, tetapi juga sarana dalam menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerapian, dan kesatuan. Ketika sebagian siswa tidak memakai atribut lengkap, bisa muncul rasa kurang percaya diri atau bahkan muncul anggapan bahwa aturan bisa dilanggar tanpa konsekuensi.
Untuk menangani masalah tersebut secara efektif, peran guru sangat penting. Jika sekolah memiliki guru Bimbingan dan Konseling (BK), maka guru BK bisa mengambil pendekatan yang lebih mendalam. Guru BK bisa melakukan konseling individu untuk mengetahui alasan siswa tidak memakai atribut lengkap, setelah itu guru bimbingan dan konseling (BK) dapat memberikan bimbingan yang tepat tanpa membuat siswa merasa disalahkan. Melalui pendekatan bisa membangun kesadaran dari dalam diri siswa maka jauh lebih efektif daripada sekadar memberi hukuman.
Namun, jika sekolah belum memiliki guru BK, maka guru kelas dan kepala sekolah bisa mengambil peran dalam membina kedisiplinan siswa. Guru dapat menerapkan strategi pembiasaan, seperti mengadakan pengecekan atribut secara berkala, serta memberikan pengertian melalui cerita atau diskusi ringan. Sekolah juga bisa menyediakan atribut cadangan atau program bantuan bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI