Mohon tunggu...
Emilianus Jehamun
Emilianus Jehamun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Senang menikmati musik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Lepo Lorun, Surganya Tenun Ikat Sikka

16 Maret 2024   18:01 Diperbarui: 21 Maret 2024   10:15 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengrajin menunjukkan motif kain tenun ikat kepada calon pembeli di Pasar Alok, Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (31/7/2018). Di Pasar Alok, setiap Selasa mulai pukul 06.0013.00 Wita merupakan hari khusus bagi perajin seantero Kabupaten Sikka dan daerah lainnya untuk menjual kain tenun ikat hasil kerajinan tangan yang dibuat dengan mesin tenun tradisonal. (ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR) 

Berbagai jenis suvenir dipajang berjejer pada sebuah pondok tradisional dari bahan bambu. Di bagian depan pondok, terdapat kain-kain tenun ikat khas Sikka dengan berbagai motif yang unik. 

Tidak jauh dari situ, seorang perempuan paruh baya sangat fokus meremas-remas seonggok kapas dan memisahkan daging kapas dari bijinya menggunakan alat yang disebut ngeung. 

Jari-jemarinya begitu telaten menggerakkan ngeung sehingga kapas terpisah secara sempurna dari biji. "Kapas-kapas inilah yang akan dijadikan bahan membuat benang yang dipakai untuk kain tenun ikat," kata Elisabeth Pagan.

Elisabeth Pagan merupakan satu dari beberapa perempuan yang tergabung dalam sentra industri Lepo Lorun yang terletak di Jln. Soverdi, Desa Nita, 10 km dari kota Maumere. 

Keberadaan Lepo Lorun menambah jejeran kelompok tenun ikat di tanah Sikka. Selain Lepo Lorun, ada Sanggar Budaya Blliran Sina di Watublapi, Kecamatan Hewokloang; kelompok Doniorin di Tanah Ai dan kelompok tenun Buen Bluduk di Desa Nangatobong, Kecamatan Watublama. 


Fakta ini menandakan masih eksisnya tenun ikat di tengah gempuran budaya modern dengan berbagai mode pakaian yang kian fashionable.
Menjaga Warisan Leluhur

Lepo Lorun didirikan dua puluh tahun lalu tepatnya pada 12 Mei 2004 oleh seorang perempuan bernama Alfonsa Horeng. Pendirian Lepo Lorun, ujar wanita kelahiran 1 Agustus 1974 itu, bertujuan untuk menjaga warisan tenun ikat yang sudah diturun-temurunkan dari nenek moyang. Inisiatif itu semula hanya iseng-isengan. Namun, hal itu semakin serius digeluti karena antusiasme dari ibu-ibu penenun. 

Adapun penenun itu merupakan ibu-ibu yang ada di sekitar kompleks desa Nita. Mula-mula hanya beberapa orang ibu yang bergabung di Lepo Lorun. Seiring waktu anggota bertambah banyak.

Keterlibatan mereka untuk bergabung bersama komunitas Lepo Lorun terjadi karena dua alasan. Pertama, tidak ada wadah yang menyatukan mereka sebagai suatu kelompok menenun.

Kedua, keterbatasan tempat. Rumah pribadi yang terlalu sempit menjadi kendala menenun. Lepo Lorun menyediakan tempat yang luas untuk menenun. 

Melalui Lepo Lorun ibu-ibu itu dapat mengoptimalkan kemampuan menenun. "Ibu-ibu jadi leluasa menenun di Lepo Lorun ini," ungkap Alfonsa Horeng.

Semua penenun di Lepo Lorun adalah perempuan. Perempuan, tutur Alfonsa Horeng paling tahu tentang tenun. 

Laki-laki tidak tahu soal tenun karena mereka memiliki pekerjaan sendiri seperti beternak dan mencari kayu. Keuletan perempuan dalam menenun serentak menandakan kekuatannya. 

Bahwasannya perempuan bukan pribadi lemah melainkan pribadi tangguh yang dapat mengaktulisasikan diri secara baik sama seperti laki-laki. 

"Perempuan tidak hanya tangguh dalam menenun. Merekalah yang terutama menjaga kelestarian tenun ikat sebagai warisan leluhur," pungkas penerima Indonesia Digital Women Award tahun 2013 tersebut.

Yang Alami

Ada yang menarik dari tenun ikat Lepo Lorun. Bahan-bahan pewarna kain berasal dari alam yaitu kulit mengkudu, dadap serep, kunyit, kayu pohon hepang, dan kulit pohon mangga. Penggunaan bahan alami ini lebih baik ketimbang bahan sintetis. 

"Kualitas warnanya lebih cantik dibandingkan dengan pewarna toko (sintetis)," jelas Elisabeth Pagan yang berdomisili di Tebuk.

Tak ayal, Lepo Lorun memiliki lahan khusus yang ditanami berbagai jenis pewarna alam. Ada mengkudu, kesumba, pohon mangga, dadap serep dan indigo. Hampir semua pewarna alami ada di sana. Selain itu, para pengunjung dapat melihat secara langsung tanaman pewarna alami.

"Ini membantu para wisatawan menambah wawasan tentang pewarna alami," ujar perempuan 63 tahun itu.

Selain bahan baku pewarnaan kain yang sumbernya dari alam, bahan dasar kain yakni benang pun berasal dari alam. Benang dibentuk dari pohon kapas. 

Kapas yang telah siap dipanen kemudian dikumpulkan dan diolah menjadi benang. Pertama-tama daging kapas dipisahkan dari biji dengan alat bernama ngueng. 

Selanjutnya, daging kapas dipintal menjadi benang menggunakan alat yang dinamakan jata. Sementara itu, dibuat pemidang pertama untuk desain motif.

Ketika pemidang pertama telah siap, proses selanjutnya ialah pewarnaan. Proses ini  memakan waktu cukup lama karena bahan baku beserta benangnya yang sudah diikat mesti difermentasi dan direndam selama beberapa hari. 

Benang yang sudah diwarnai dan dibuka ikatannya kemudian dipisahkan lagi untuk dipindahkan ke pemidang kedua. Setelah itu, dilakukan penyusunan motif di pemidang kedua. Lalu dilanjutkan proses penenunan hingga menjadi sebuah kain yang utuh.

Motif Kaya Filosofi

Motif-motif kain tenun ikat Sikka bukan sekadar dibuat melainkan sarat akan makna. Beberapa motif itu antara lain: bintang kejora, naga lalan dan kobar. 

Motif bintang kejora menggambarkan seorang ibu yang mendidik anaknya untuk menjadi mandiri dan percaya diri. Kelak sang anak dapat menjadi bintang yang menerangi dunia. 

Di sisi lain, motif naga lalan berkisah tentang seekor hewan mitologi yaitu naga yang dipercaya pernah ada di Sikka. Naga itu memiliki jejak. 

Jejak itulah yang dijadikan sebagai motif kain tenun ikat. Selanjutnya, motif kobar. Kobar merupakan sebuah wadah yang terbuat dari anyaman daun pandan berduri. Kobar digunakan untuk menaruh kain-kain tenun ikat zaman dulu.

Setiap kain tenun ikat memiliki motif yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan pembuatan motif bergantung kepada penenun. "Penenun memiliki selera masing-masing. Sehingga motifnya beragam," kata Elisabeth Pagan. 

Bagi orang awam, motif-motif yang ada cukup rumit. Namun, bagi para penenun, semua motif bisa dibuat dengan mudah. Adapun motif-motif tenun ikat Sikka sudah diturun-temurunkan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, para penenun tidak membuat motif yang baru sama sekali tetapi meneruskan motif dari nenek moyang mereka. 

Menurut pendiri Lepo Lorun, Alfonsa Horeng, motif tenun ikat Sikka sudah memiliki hak paten sehingga dilindungi oleh hukum. 

"Sudah ada 54 motif kain tenun ikat Sikka yang masuk dalam Hak Hukum Indikasi Geografis. Itu artinya, orang tidak bisa seenaknya mencuri motif kita," imbuh perempuan yang pernah belajar tekstil dan pewarnaan di Yogyakarta.

Lepo Lorun Mendunia

Keindahan Lepo Lorun telah menarik banyak wisatawan lokal maupun internasional untuk berkunjung. Mereka ingin melihat secara dekat keindahan tenun ikat dan proses penenunannya di Lepo Lorun. 

Makanya, hampir setiap hari Lepo Lorun selalu ramai dikunjungi oleh para wisatawan. Selain melihat tenun ikat dan proses penenunannya, mereka juga bisa melihat bahan baku dan pewarna alami untuk tenun ikat. 

Para wisatawan juga dimanjakan dengan alunan musik tradisional gong waning serta tarian hegong yang dipentaskan oleh anggota komunitas Lepo Lorun. Suguhan atraksi budaya ini sangat menghibur.

Pesona Lepo Lorun tidak hanya dikenal di Indonesia. Berkat usaha Alfonsa Horeng, Lepo Lorun dikenal di negara lain. Kurang lebih ada 35 negara yang sudah dikunjunginya. 

Misinya ialah memperkenalkan tenun ikat sebagai kekayaan budaya Indonesia di mata dunia. "Indonesia punya kekayaan budaya tenun ikat yang luar biasa dan tidak dimiliki oleh negara lain. 

Makanya kita harus menjaganya," tegas alumnus Fakultas Teknologi Pangan Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun