Mohon tunggu...
Emia Gloriya Sembiring
Emia Gloriya Sembiring Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa FEB Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Etika Profesi: Pilar Moral dalam Menjalankan Tanggung Jawab Profesional

21 Juli 2025   08:00 Diperbarui: 21 Juli 2025   07:55 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber:https://pixabay.com)

Banyak institusi pendidikan serta pelatihan hanya memberikan teori etika tanpa membekali peserta didik dengan keterampilan dalam menerapkan etika dalam kasus nyata. Akibatnya, ketika dihadapkan pada situasi sulit, profesional muda sering kali bingung atau salah mengambil keputusan. Etika butuh dibiasakan, bukan hanya dihafal.

5. Konflik Kepentingan

Sering kali, profesional berada dalam posisi di mana kepentingan pribadi, keluarga, atau pihak luar bisa memengaruhi objektivitas dalam menjalankan tugas. Misalnya, konflik kepentingan dalam pengadaan proyek, pemberian nilai, atau penilaian kerja. Ketika profesional tidak mampu mengelola konflik ini dengan bijak, maka integritas profesinya bisa tergadaikan.

Terdapat beberapa dampak nyata dari ketidakkonsistenan dalam menjalankan etika profesi : 

1. Hilangnya Kepercayaan Publik

Kepercayaan adalah mata uang utama di dalam dunia profesional. Ketika seorang profesional tidak konsisten dalam menjalankan etika seperti bersikap jujur pada satu kesempatan namun manipulatif di kesempatan lain maka kepercayaan dari klien, rekan, atau atasan akan cepat memudar. Sekali kepercayaan hilang, sulit untuk mengembalikannya. Tanpa kepercayaan, hubungan kerja dan reputasi profesi menjadi runtuh.

2. Terbentuknya Karakter yang Abai terhadap Tanggung Jawab

Tanggung jawab bukan sekadar menyelesaikan tugas, melainkan menjalankannya dengan kesadaran moral. Ketidakkonsistenan dalam etika mengajarkan individu bahwa kompromi terhadap nilai adalah hal yang wajar. Lambat laun, ini membentuk karakter profesional yang oportunis, pragmatis semata, dan kehilangan idealisme. Ia mungkin menyelesaikan pekerjaan, tetapi bukan dengan cara yang terhormat.

3. Normalisasi Pelanggaran dan Budaya Toleransi terhadap Penyimpangan

Jika etika hanya diterapkan situasional, maka pelanggaran kecil akan dianggap wajar, bahkan bisa berkembang menjadi kebiasaan. Misalnya, keterlambatan dianggap biasa, manipulasi data untuk kepentingan pribadi diterima diam-diam, hingga kecurangan sistematis dalam organisasi. Budaya permisif ini bukan hanya membahayakan individu, tapi juga menciptakan lingkungan kerja yang toksik.

4. Konflik Internal dan Krisis Identitas Profesional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun