Mohon tunggu...
Emanuel Fernandez Numba
Emanuel Fernandez Numba Mohon Tunggu... Guru - Saya adalah seorang guru pada sebuah sekolah kecil di kota yang kecil diujung timur pulau Flores. Flores Timur adalah sebuah kabupaten kepulauan di Provinsi Nusa Tenggara Timur

Guru adalah profesiku. Menjadi guru bukanlah sebuah pilihan namun akhirnya bukan hanya sekedar keterpaksaan tapi menjadi sebuah pegangan hidup. Menjadi guru itu sebuah kenikmatan abadi. Sejak tahun 2007 saya mengikrarkan diri menjadi seorang Guru namun menjagi guru sesungguhnya baru muncul setelah 2 tahun mengabdi. SMPK St. Gabriel Sarotari Larantuka adalah sekolah pertama temaptku mengabdi selama 2 tahun. kemudian tahun 2009, mengambil langkah untuk mutasi SMAS Katolik Frateran Podor yang merupakan almameterku hingga saat ini. Banyak kegiatan dan pelatihan yang telah di ikuti untuk melengkapi CV sebagai seorang guru diantaranya Sebagai Instruktur Kurikulum 2013, sebagai Helpdesk UNBK, dan sekarang sebagai seorang Calon Guru Penggerak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Membangun Budaya Positif Melalui Kesepakatan Kelas

5 Agustus 2021   09:27 Diperbarui: 5 Agustus 2021   09:57 1176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1: Membangun komunikasi dan kolaborasi bersama kepala sekolah (Dokpri)

1. Latar Belakang

Kita ketahui bahwa murid-murid memerlukan bimbingan dalam membentuk karakter atau perilakunya. Hal itu meliputi upaya pengontrolan diri, pembentukan kepercayaan diri dan menghargai orang lain. Kita semua menyadari bahwa hal itu membutuhkan disiplin sehingga disiplin itu penting bagi murid. 

Tetapi lebih dari itu kita perlu tahu apa yang dimaksudkan dengan disiplin positif pada murid.

Disiplin positif merupakan pendekatan mendidik murid untuk melakukan kontrol diri dan pembentukan kepercayaan diri. Disiplin berbeda sama sekali dengan hukuman meskipun disiplin sering diterapkan dengan menggunakan teknik hukuman.

Perlu kita ketahui bahwa kesadaran akan penerapan disiplin positif masih sangat rendah dan masih berdasarkan motivasi ekstrinsik, dimana pembiasaan positif yang diterapkan bukan disiplin positif, namun masih menganut sistem pemberian hadiah (reward) dan juga punishment. 

Komunikasi yang dibangun masih satu arah, peran atau kontrol guru belum sampai pada tahap manajer melainkan sebagai hakim bagi murid. Bagaimana mendisiplinkan peserta didik bermula dari kesadaran, dan menumbuhkan motivasi intrinsik. 

Bagaimana disiplin dan budaya poisitif yang sudah ada dan menonjol dapat tumbuh dan berkembang menjadi karakter semua warga sekolah. Bagaimana Budaya positif di sekolah yang harus dikembangkan guru untuk mewujudkan karakter yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila. 

Serta bagaimana efektifitas komunikasi dua arah yang diciptakan dapat membantu menumbuhkan kesadaran murid agar menjadi pribadi yang berempati dan berbudaya disiplin positif

2. Deskripsi Aksi Nyata

Untuk menciptakan budaya positif sekolah kita tidak berdiri sendiri melainkan membutuhkan kerjasama dan keterlibatan semua stake holder. Penerapan budaya positif dibutuhkan sinergitas antar semua pemangku kepentingan di sekolah dalam pembiasaan-pembiasaan positif sehingga akan membudaya dan berakar dalam diri murid. 

Budaya positif dapat menjadi suatu kekuatan untuk menerapkan disiplin positif sekolah. Mengapa harus disiplin positif, karena semua aturan-aturan yang diterapkan ditujukan untuk melahirkan mental-mental disiplin yang didasarkan pada kesadaran individunya. 

Budaya positif lahir karena semua pemangku kepentingan sadar akan pentingnya taat terhadap sebuah aturan. Taat bukan karena ada konsekuensi dibalik semua itu, tapi pembiasaan bermula dari dalam diri. Mulai dari diri yang merupakan ciri dari motivasi intrinsik dimana karakter disiplin yang kuat akan terbentuk.

Budaya positif seperti religius, disiplin dan toleransi antar sesama jika dikaitkan dengan nilai-nilai profil pelajar Pancasila yaitu: Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, kemandirian, bernalar kritis, kreatif, bersifat kebhinekaan dan bergotong royong. Dimana nilai-nilai itu akan menjadi dasar pembiasaan positif. 

Ketika pembiasaan yang dimaksud menjadi karakter maka akan mudah mencetak generasi pelajar Pancasila yang berempati dan kritis yang memiliki daya saing global dengan kreatifitas tanpa batas namun tetap mengusung kebhinekaan dan gotong royong sesama.

Visi sekolah pada modul dan aksi nyata sebelumnya, erat kaitannya dengan  bagaimana seluruh pemangku kepentingan dalam hal ini seluruh warga sekolah bersinergi saling menguatkan dan menumbuhkan karakter positif melalui pembiasaan-pembiasaan yang bersifat positif. 

Jika pembiasaan sudah menjadi membudaya, dan menjadi karakter individunya dalam sebuah institusi sekolah maka akan dengan mudahnya visi sekolah dilaksanakan dan tercapai. 

Begitu juga materi pada modul sebelumnya dimana nilai-nilai dan peran guru yaitu pembelajaran berpusat pada murid, dengan kolaborasi, refleksi, guru akan mudah berinovasi dan kemandirian belajar menjadi sebuah keniscayaan jika karakter gurunya baik dan kuat. 

Mengapa kesemuannya harus berpusat pada murid, karena sesuai dengan refleksi filosofi pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara bahwa pembelajaran dengan sistem among dan guru adalah fasilitator di depan yang menjadi contoh, ditengah sebagai penyemangat dan di belakang menjadi pendorong demi majunya sebuah Pendidikan yang bermula dan berpusat pada kebutuhan murid.

Guru penggerak harus dapat menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dan juga kepada peserta didik dalam membangun budaya positif yaitu dengan menguatkan apa yang sudah menjadi budaya dan iklim baik di sekolah. bermula dan berpusat pada kebutuhan murid. 

Guru penggerak juga harus dapat memunculkan kekuatan, dan menyamarkan yang hal-hal yang bersifat stagnan atau negatif. 

Sehingga yang diharapkan semuanya dapat bergerak untuk menuju kearah perubahan yang lebih baik. Berkolaborasi dapat membentuk karakter baik dan menerapkan disiplin positif yang akan menjadi budaya sekolah. Dengan memulainya dari lingkungan kelas, mulai dengan murid yang diajar, mulai dengan mata pelajaran yang diampu.

Bagaimana cara menumbuhkan budaya positif di kelas, sehingga menjadi budaya positif di sekolah dan menjadi sebuah visi sekolah?. Lingkungan kelas adalah sebuah miniatur dari lingkungan sekolah, dan lingkungan sekolah adalah miniatur dari bangsa. Bangsa yang berbudi pekerti luhur serta berdisiplin positif bermula dari bangku-bangku di lingkungan sekolah. 

Sehingga bagaimana menumbuhkan budaya positif adalah bermula dari kegiatan belajar mengajar di kelas dan upaya guru berinteraksi dengan murid.

Bagaimana menyentuh individu-individu agar berkarakter positif, bisa diawali dengan menciptakan iklim komunikasi dua arah. Membangun komunikasi dua arah, adalah cara efektif mengetahui harapan-harapan dari seorang murid terhadap proses pembelajaran yang dia peroleh dan impikan. 

Mengetahui harapan dan impian murid adalah salah satu Tindakan reflektif dalam proses pembelajaran serta penerapan nilai dan peran guru yang sangat penting.

Membangun komunikasi dua arah akan memberikan kesempatan murid bertanya dan memberikan pendapat, dengan pembiasaan bertanya dan memberikan pendapat inilah yang merupakan awal mula karakter bernalar kritis akan terbentuk. Komunikasi dua arah juga akan menimbulkan percaya diri pada murid karena merasa dihargai dan didengarkan. 

Ketika murid memiliki aspirasi dan dapat mengeluarkan pendapatnya itu merupakan suatu apresiasi luar biasa bagi sebuah interaksi guru dan murid. 

Membangun kercayaan diri murid adalah sangat penting karena dengan kepercayaan diri akan muncul empati. Ketika empati dan karakter lain seperti bernalar kritis muncul sebagai akibat dari sebuah interaksi disitulah akan muncul kreatifitas dan inovasi-inovasi murid. Sehingga karakter dan budaya positif akan dengan sendirinya muncul berawal dari pembiasaan positif di kelas.

Dalam menerapkan budaya positif di sekolah kita dapat menggunakan strategi dengan memanfaatkan sumber yang dimiliki, diantaranya mengaktifkan kegiatan literasi sekolah, sehingga akan berpengaruh pada pola dan kebiasaan dalam belajar. Menerapkan dan membiasakan komunikasi dua arah pada seluruh warga sekolah. 

Kesadaran berdisiplin positif dan membangun budaya positif dimanapun murid berada merupakan hasil yang akan diperoleh. Berawal dari peran guru membudayakan disiplin positif dengan mengubah paradigma disiplin pada umumnya menjadi disiplin positif.

Beberapa budaya positif yang sudah sering dijalankan di lingkungkan  sekolah kami selain 3 S (Senyum, Sapa, Salam). Motto Frador Terlibat Prestasi Terkibar" juga menjadi kekuatan untuk selalu bersinergi, berkolaborasi dan lebih religius. Dimana program-program di semua lini dapat dijalankan serta terintegrasi dan membentuk kebiasaan positif di lingkungan sekolah kami.

Tindakan yang akan dilakukan:

Sosialisasi Budaya positif melalui kesepakatan kelas kepada semua pemangku kepentingan di sekolah

Membiasakan komunikasi dua arah antar pemangku kepentingan dalam rangka membangun budaya positif di kelas dan di sekolah

Memfasilitasi terwujudnya kesepakatan kelas dan kesepakatan aturan sekolah yang termuat dalam tata tertib siswa

Merefleksi kegiatan dalam rangka membudayakan kebiasaan positif di sekolah

Aksi nyata kali ini dalam rangka menumbuhkembangkan budaya positif melaui kesepakatan kelas. Mengajak semua pemangku kepentingan untuk senantiasa melestarikan dan menjaga hal-hal baik dan positif agar terus mengakar dan menyeluruh ke semua warga sekolah yang diawlai dengan kesepatan kelas. 

Terutama mengimbaskan di kalangan murid atau peserta didik dengan motivasi dan dukungan guru pengampu mata pelajaran dengan membudayakan kesepakatan kelas.

Untuk menerapkan pembiasaan budaya positif diperlukan komunikasi dua arah antar pemangku kepentingan, karena konsekuensi bersama terhadap sebuah aturan dalam rangka penerapan disiplin positif tidak akan berhasil tanpa kesadaran penuh dari masing-masing individu. 

Untuk itu diperlukan kesepakatan bersama di dalam kelas jika lingkupnya guru mata pelajaran dalam satu kelas. Jika kesepakatan dala satu sekolah, berlaku untuk semua pemangku kepentingan di sekolah..

TATIBSI, itulah yang kami biasakan berlakukan disekolah kami. Biasanya kami menyepakati TATIBSI (tata tertib siswa) atau kontrak belajar setiap awal tahun ajaran, yaitu awal tahun pelajaran. Berbeda dengan tahun ini, dimana kondisi pandemic memaksa kami untuk belajar dari rumah dalam jaringan. 

Maka kesepakatan kelas mulai kami budayakan dengan terlebih dahulu membangun komunikasi dengan pemangku kepentingan dalam hal ini kepala sekolah dan rekan-rekan guru melalui pertemuan dan sosialisasi terkait kesepakatan kelas dan membangun komitmen untuk menerapkan kesepakatan kelas.

Langkah pertama dalam menyusun kesepakatan kelas yaitu memberikan pertanyaan pemantik, dimana dalam pertanyaan itu akan muncul harapan-harapan yang diimpikan peserta didik dalam proses pembelajaran. Karena masih dalam masa pandemic, pertanyaan diajukan melalui google meet.

 Setelah mendapat tanggapan dari peserta didik kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis jawaban, kemudian langsung di share kembali hasilnya pada peserta didik saat pertemuan di google meet tersebut.

Hasil tanggapan itu yang akan direspon kembali oleh peserta didik yang akan menjadi sebuah kesepakatan kelas. Peserta didik merespon, guru sebagai kontrol kelas mengarahkan bagaimana agar keinginan-keinginan yang mereka tuangkan dalam kesepakatan kelas dapat diwujudkan. 

Tentunya dengan bekerja sama menentukan formula dari kesepakatan kelas, agar memudahkan semua yang terlibat dalam pelaksanaannya.

Diawali dengan sebuah percakapan sapaan seperti biasa, "murid-murid apakabar kalian sekarang...?", "apakah belajar kalian sudah nyaman?, "kira-kira bagaimana agar kelas dan kegiatan belajar nyaman, pembelajaran seperti apa yang kalian inginkan?. "agar terwujud kelas yang kalian impikan, kira-kira apa yang harus dilakukan?".

 "Setelah kalian susun semua keinginan dan harapan, dalam bentuk kalimat positif, kalian simpulkan cara menempuh impian dan harapan tersebut". "baiklah, draft kesepakatan sudah tersusun, mari kita sepakati Bersama, dengan melakukan foto bersama dengan draft ini sebagai bukti bahwa kita telah bersepakat", berhubung kelas masih online maka silahkan kalian print foto kesepakatan kelas dan silakan kalian tempel masing-masing di ruang belajar dirumah kalian!

3. Hasil dari Aksi Nyata

Feedback dari siswa dan semua pemangku kepentingan di sekolah, kepala sekolah, guru, peserta didik, orangtua, komite dan semua tenaga kependidikan, serta semua warga di lingkungan sekitar sekolah. Tantangan dalam menerapkan budaya positif, adalah menghadapi murid yang notabene nya di usia remaja, pra dewasa. 

Yaitu di jenjang SMA dimana karakter sudah banyak terbentuk dan terpoles berdasarkan pengalaman belajar mereka di jenjang sebelumnya, Sehingga keberagaman karakter di jenjang SMA sangat dominan, bergantung dari latar belakang keluarga, background sekolah sebelumnya, dan bahkan pengaruh sosial lingkungan masyarakat disekitarnya. 

Karena pada jenjang SMA sangat dimungkinkan peserta didik datang dari berbagai penjuru dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Heterogenitas pada peserta didik tersebut yang menjadikan karakter dan pembiasaan positif yang beragam untuk kemudian di blended membentuk kebiasaan positif sekolah dengan tetap menonjolkan hal-hal positif yang sudah ada.

Peserta didik tentu saja merasa senang dan apresiatif dalam merespon hal baru seperti ini, mereka bersemangat melakukan perubahan aturan-aturan kelas. Bersemangat untuk menyepakati draft kesepakatan karena motivasi intrinsik untuk menjadi lebih baik. 

Tantangannya adalah ketika ada suara-suara sumbang yang enggan memberikan suara, ketika terjadi diskusi melaui google meet. Ada juga yang tidak memberikan respon tanggapan meski terhadap respon antar teman. Barangkali yang tidak memberikan suaranya masih bingung, tapi ada yang hanya merespon tanggapan temannya saja. 

Tantangannya lagi adalah mengontrol kelas agar kondusif fokus dalam kegiatan positif di satu sisi mendengar hal-hal lain dari peserta didik yang kesemuanya harus disaring kembali.

4. Pembelajaran dari hasil pelaksanaan

Proses kegiatan aksi nyata ini belum seratus persen terlaksana sesuai dengan rancangan karena terbentur dengan agenda dan kelender Pendidikan dimana pada masa bulan target pelaksanaan aksi nyata adalah diwaktu libur, masih dalam suasana pandemi dan juga belum semua guru menerapkan kesepakatan kelas.

Jika budaya positif terlaksana dengan baik, hal baik yang akan muncul adalah ditandai dengan kebiasaan komunikasi dua arah antar semua pemangku kepentingan. Rencana yang awalnya sekolah akan mulai dibuka, ternyata PPKM diperpanjang karena kasus pandemic covid -19 masih tinggi di daerah kami. 

Sehingga rencana tindakan aksi nyata masih belum seratus persen dengan rancangan dan fakta yg dihadapi. Jadi proses sosialisasi dan pelaksanaan kesepakatan kelas dilakukan dengan keterbatasan dalam jaringan. 

Walau sharing dan kolaborasi tidak bisa terlaksana dengan baik hanya mendapatkan feedback berupa melaui google form, aksi nyata ini sedikit banyaknya mendapatkan masukan dari guru-guru yang memberikan aspirasi nya melalui kegiatan sosialisasi Membangun Budaya PositifMelalui Kesepakatan Kelas.

5. Rencana Perbaikan di masa mendatang

Rancangan aksi nyata ini akan terus di motivasi dan digalakan, kolaborasi membuat kesepakatan kelas yang berpusat pada murid dengan beberapa konten atau isi berisi aspirasi peserta didik. 

Tahapan refleksi akhir semester akan dijadikan acuan pelaksanaan pembelajaran di semester berikutnya. Dengan mengagendakan kegiatan sharing dan kolaborasi Bersama antar guru mata pelajaran, walaupun dalam jaringan atau online.

Mengagendakan untuk mensosialisasikan budaya positif kepada semua pemangku kepentingan. Mengimbaskan disiplin positif pada peserta didik, dan membiasakan selalu komunikasi dua arah dengan peserta didik. 

Pembiasaan meminta aspirasi dari peserta didik. Dan membiasakan memberi apresiasi terhadap kemajuan dan perkembangan peserta didik atas pencapaiannya membudayakan budaya positif.

Perubahan yang akan dilakukan, mulai dari diri sendiri membudayakan 3 S, dan menerapkan kedisiplinan dengan cara berkomunikasi dengan siswa secara dua arah. Menerima dan memberikan aspirasi murid merdeka dalam menentukan daftar kesepakatan belajar bersama.

 Dengan kontrol guru, semua menyepakati poin-poin kesepakatan kelas masing-masing. Melakukan refleksi bersama atas kesepakatan yang diberlakukan. Perubahan yang diharapkan akan dirasakan, mampu berempati kepada siswa, karena lebih banyak mendengar daripada menginstruksikan, lebih banyak menerima aspirasi ketimbang arahan-arahan yang tidak efektif.

6. Dokumentasi

proses dan hasil pelaksanaan berupa foto-foto atau video singkat

Berikut caption/narasi singkat

Gambar 2: Poster sebagai media untuk memotivasi tumbuhnya budaya positif (Dokpri)
Gambar 2: Poster sebagai media untuk memotivasi tumbuhnya budaya positif (Dokpri)

Gambar 3: Melakukan komunikasi dengan orang tua untuk mendukung terciptanya budaya positif di sekolah (Dokpri)
Gambar 3: Melakukan komunikasi dengan orang tua untuk mendukung terciptanya budaya positif di sekolah (Dokpri)

Gambar 4: Melakukan sosialisasi dan kolaborasi bersama rekan guru (Dokpri)
Gambar 4: Melakukan sosialisasi dan kolaborasi bersama rekan guru (Dokpri)

Gambar 5: Melakukan sosialisasi dan kolaborasi bersama rekan guru (Dokpri)
Gambar 5: Melakukan sosialisasi dan kolaborasi bersama rekan guru (Dokpri)

Gambar 6: Membangun kesepatan kelas bersama kelas XI MIPA-1 (Dokpri)
Gambar 6: Membangun kesepatan kelas bersama kelas XI MIPA-1 (Dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun