Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awasi Perusak Toleransi

19 Oktober 2020   18:00 Diperbarui: 20 Oktober 2020   09:07 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lama ini, pada minggu malam (18/10/2020), channel Youtube Refly Harun mengupload konten video berjudul "Setengah Jam dengan Gus Nur, Isinya Kritik Pedas Semua!!", yang Refly sendiri adalah selaku pewawancara. 

Melalui format dengar pendapat sederhana bersama Sugi Nur Raharja itu, Refly telah memberi panggung orang yang selalu memuat siaran kebencian di banyak platform media. Berdalih mengkritik secara pedas, Refly yang tampak masih kesal atas pencopotannya dari jabatan Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen PT Pelindo I pada hari senin (20/4/2020) yang lalu, kian tenggelam arus perusak toleransi di negeri ini.

Video tersebut berisi siaran kebencian, baik ditujukan kepada pihak pemerintah, maupun ormas Nahdlatul Ulama. Ibarat seorang siswa cerdik untuk menarik perhatian seorang guru, jika tidak menjadi jenius ya berperilaku nakal. 

Begitupun apa yang dilakukan oleh Refly Harun dan Sugi Nur. Namun, keduanya tidak memikirkan efek elektoral yang ditimbulkan dari kenakalannya itu. Toleransi yang terjalin dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, mulai dirusak oleh siaran-siaran kebencian semacam itu.

Siaran kebencian yang mendiskreditkan kelompok tertentu dengan pengungkapan secara terbuka di ruang publik, dapat berimplikasi pada permusuhan, diskriminasi, persekusi dan kekerasan. 

Apalagi dalam video tersebut, Sugi Nur menyudutkan Nahdlatul Ulama dengan tujuan menghasut, menjelekkan, bahkan sampai melaknat dan memaksa orang lain sependapat dengannya saja. 

Lebih-lebih, pada menit 18.02 pada video itu, ada sensor kalimat yang kemungkinan besar berisi ungkapan tidak pantas. Sebab selama ini, Sugi Nur tidak pernah berbicara perdamaian. Hanya berisi umpatan, hasutan; provokasi; adu domba; membenturkan; memecah belah; mendisrupsi; mendistorsi dan seterusnya.

Letusan radikal kebencian di atas, sudah menjadi hal yang selalu kita temukan dalam jaringan maya. Faktanya, prinsip ajaran Islam menolak segala ekspresi yang dikategorikan sebagai siaran kebencian karena sifatnya yang destruktif. 

Islam sendiri secara asasi hadir untuk kedamaian, kemanusiaan, dan kemaslahatan. (KH. Husein Muhammad dan Siti Aminah, 2017: 25). Artinya, setiap bentuk siaran kebencian, baik dalam bentuk tulis, verbal, maupun visual dan artistik, telah merusak toleransi keberagaman. Di sinilah telah terjadi pemutarbalikkan suatu fakta ajaran Islam yang bersifat distorsi.

Realitas sosial fenomena intoleransi yang kian meningkat eskalasinya, tidak terlepas dari siaran kebencian di media sosial. Beberapa aksi kekerasan seperti tindakan diskriminasi terhadap Ahmadiyah, Syiah, dan kelompok minoritas lainnya, termanifestasikan atas tindakan pelaku rusak kaum radikal di ruang publik. 

Selain itu, sikap apatis dari pemerintah terhadap para pelaku intoleran, semakin menambah angka-angka statistik tindakan intoleransi di negeri toleran yang merusak tatanan negara demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun