Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS Memperjuangkan Moralitas, tapi Minus Moralitas

24 September 2020   11:39 Diperbarui: 24 September 2020   12:03 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pascareformasi, gelombang angin gerakan Islamisme menghantam Indonesia. Beberapa gerakan transnasional, mencoba mengayunkan pedang ideologinya untuk memangkas 89 helai bulu burung Garuda Pancasila. Selama Orde Baru, Garuda Pancasila berdiri kokoh sebagai dasar ideologi negara. Segala gerakan dan kegiatan yang patut diduga mengancam Pancasila, dianggap kriminal dan dipidana melalui penerapan UU No. 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. Walaupun Pancasila itu sendiri ditafsirkan sesuai dengan kepentingan politik Orde Baru.

Sejumlah kelompok Islamis yang pada awalnya bersifat apolitis dan lebih memfokuskan pada dakwah-dakwah di lingkaran studi agama, tahun 1998 bertransformasi menjadi gerakan Islam dan politik. Sebut saja Jamaah Tarbiyah yang terinspirasi dari pemikiran lunak aktivisme Ikhwanul Muslimin di Mesir, menunjukkan jatidiri hasrat yang sesungguhnya---memandang Islam sebagai instrumen poltik kekuasaan---tata-kelola pemerintahan dan pembentukan negara Islam atau "yurisprudensi Islam"  melalui formalisasi syariat Islam kaffah.

Pada mulanya, aktivis Jamaah Tarbiyah bercokol di salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). UKM itu bernama Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Melalui LDK ini, mereka yang mayoritas kalangan Muslim urban, menumbuhkan pandangan agama ortodoks, kesalehan pribadi dan menanamkan paradigma Islam sebagai nilai dan sumber kekuatan politik.

LDK adalah lembaga yang secara resmi diakui oleh pihak rektorat sebagai organisasi internal kampus. Dalam pertemuan Forum Silaturahim LDK (FS-LDK) X se-Indonesia di Malang Jawa Timur, mendeklarasikan organisasi mahasiswa ekstra yang dinamakan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), pada hari minggu (29/3/1998). Berdirinya KAMMI sebagai respons keprihatinan krisis politik yang terjadi dan terbukanya era reformasi demokrasi yang membangkitkan semangat Islamisme pada cita-cita pembentukan negara Islam.

Tidak diduga, KAMMI yang notabene sebagai organisasi ekstra dan LDK berbasis organisasi internal kampus, bekerjasama dalam konstelasi politik---berhasrat memperebutkan kursi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau Ketua Senat Mahasiswa---student goverment sebagai ajang kaderisasi politik. Kemudian, menempatkan beberapa kadernya dalam posisi strategis pada tingkat Mahasiswa di perguruan tinggi besar Indonesia, seperti UI, ITB, IPB, UGM, UIN Jakarta, Universitas Brawijaya Malang, Universitas Andalas Padang, dan lainnya. Tidak heran, dikemudian hari beberapa oknum kadernya banyak yang ditangkap KPK karena terlibat beberapa skandal korupsi.

Seiring terbukanya era reformasi demokrasi, berbagai organisasi yang telah disebutkan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa, Jamaah Tarbiyah yang hasratnya terpendam lama dalam politik Islam, mengepakkan sayapnya ke berbagai sektor organisasi studi agama. 

Secara bersama-sama, organisasi tersebut menyepakati untuk menarik gerbong yang telah tersusun rapi ini, menuju gerakan politik yang sekup konstelasinya lebih besar pada tingkat nasional. Yakni, berdirinya partai yang dinamakan Partai Keadilan (PK), pada 20 april 1998, yang kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Tahun 2002.

Meski memiliki basis massa dan kader radikal, partai konservatif itu belum mampu menyuarakan formalisasi syariat Islam---cita-citanya dalam mendirikan negara Islam---inkompatibel dengan tradisi kemajemukan Indonesia. Pasalnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Pancasila sebagai dasar ideologi negara yang telah diperjuangkan oleh the founding fathers melalui pengorbanan jiwa-raga, darah dan air mata---menguat dalam sanubari masyarakat Indonesia.

Jim Schiller (1999), yang meneliti partai konservatif ini di Jepara, Jawa Tengah, mengungkapkan bahwa partai ini terlalu eksklusif. Meski kadernya militan dan terdidik, dalam pemilihan umum menilainya sebagai basis suara rakyat yang tidak terdidik dan awam akan agama.

Kendati mayoritas umat Islam masih teguh dalam memegang prinsip dasar negara, namun tidak menutup kemungkinan, sejumlah kelompok yang belum menerima hal itu. 

Masih banyak dari mereka yang memiliki agenda-agenda khusus untuk terus mengirimkan "roket narasi" khilafah Islamiyah secara diam-diam, maupun terbuka untuk memperjuangkan fundamentalistik Islam-politik. Hal itu patut dicurigai pada sejumlah hal yang mengemuka, seperti terlihat praksis idealis, namun sesungguhnya memiliki pola pikir radikal. PKS juga mendukung segala formalisasi bernuansa syariat untuk diterapkan dalam bentuk dukungan secara yurisprudensi, maupun korespondensi dalam negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun