Mohon tunggu...
Elvi Humairah
Elvi Humairah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Ketua Markas Pertahanan Rakyat Daerah (MPRD): Chatib Sulaiman dan Potret Hidupnya

27 Januari 2023   01:45 Diperbarui: 27 Januari 2023   01:51 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Chatib Sulaiman tidak banyak orang yang tahu dan mendengar nama beliau. Terutama para generasi muda, pasti sangat asing ketika mendengar namanya. Kalau pernah mendengar pasti itu dari nama salah satu ruas jalan protokol di Kota Padang yakni Jalan Khatib Sulaiman, tetapi terkait peran dan jasa beliau kurang tersorot. Padahal beliau merupakan salah satu tokoh yang berjasa selama masa PDRI. Chatib merupakan anak kelima dari pasangan Haji Sulaiman dan Siti Rahmah yang dilahirkan pada tahun 1906. Chatib Sulaiman merupakan salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia asal Sumatra Barat. Beliau dikenal sebagai sosok pejuang yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan cerdas.

Chatib Sulaiman mengenyam pendidikan dasar di sebuah sekolah ternama di kota Padang yaitu Gouvernement Benteng pada saat beliau berumur 6 (enam) tahun. Seperti anak-anak Minangkabau lainnya, selain mengenyam pendidikan di sekolah formal, mereka juga mendapat pendidikan surau, pendidikan yang berhubungan dengan agama.  Sebagian besar hidup Chatib Sulaiman dihabiskan di surau. Selain belajar mengaji, ia juga belajar strategi berdagang.  Chatib Sulaiman muda juga mengajarkan seni dan cara bermain biola kepada teman-temannya di surau. Melalui surau, anak-anak Minangkabau dipersiapkan untuk menjadi berpengetahuan dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang adat dan tradisi mereka.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Gouvernement Benteng pada tahun 1917, Chatib Sulaiman melanjutkan pendidikannya di HIS (Hollandsch Inlandsche School) Adabiah Padang dan tamat pada tahun 1919. Pada tahun yang sama, Chatib Sulaiman melanjutkan pendidikannya di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onder wijs) pada usia 13 tahun. Ia diterima masuk MULO karena memegang sertifikat HIS Adabiah dan mendapat rekomendasi dari seorang tokoh bernama Inyiak Abdullah Basa Bandaro yang merupakan saudagar kaya di Pasar Mudik Padang. Inyiak Abdullah Basa Bandaro adalah tokoh yang membawa organisasi Sarekat Islam ke Sumatera Barat. Ia adalah penggemar berat Tan Malaka dan yang mengatur distribusi tulisan-tulisan Tan Malaka ke daerah-daerah Jawa. Kedekatannya dengan dunia pergerakan mempengaruhi proses pembentukan karakter Chatib Sulaiman menjadi aktivis.

Selama mengenyam pendidikan di MULO, Chatib Sulaiman banyak berinteraksi dengan anak muda. Ia dikenal sebagai orang yang cukup kritis dan menekuni hobinya bermain biola. Namun, pendidikannya di MULO tidak berjalan mulus, dan akhirnya ia tidak dapat menyelesaikan pendidikannya. Setelah putus sekolah, Chatib Sulaiman terjun ke dunia seni dan belajar musik biola dengan M. Nur, seorang pemain biola ternama di Padang saat itu. Meski tidak mewarisi darah seni, ia segera mahir bermain biola dan membawanya bekerja di sebuah bioskop di Kota Padang untuk mengiringi film bisu. Pada tanggal 25 November 1932, ia menikah dengan seorang gadis dari Sumpur bernama Zubaidah. Pernikahannya dengan Zubaidah merupakan pernikahan kedua dalam hidupnya karena sebelumnya ia pernah menikah dengan gadis asal Sumpur bernama Upiak Musa, namun mereka bercerai.

Setelah bertahun-tahun tinggal di Kota Padang, Chatib Sulaiman memutuskan pindah ke Padang Panjang, kota yang menjadi episentrum pergerakan nasional sekitar tahun 1930. Keputusan tersebut diambil karena desakan dan permintaan dari para pemuda Padang Panjang, khususnya dari Persatuan Siswa Sekolah Diniyyah (PMDS). Atas saran Inyiak Abdullah Basa Bandaro, Chatib Sulaiman bisa menjadi pemimpin mereka. Chatib Sulaiman dipandang sebagai pemuda yang cerdas karena pendidikan barat yang diterimanya dari Gouvernement Benteng, HIS dan MULO. Selain itu, Chatib Sulaiman memiliki kemampuan menerjemahkan buku-buku yang ditulis dalam bahasa Inggris. Kemampuan Chatib Sulaiman sangat dibutuhkan oleh para pemuda saat itu karena gerakan pemuda yang semakin masif antara tahun 1928 hingga 1930. 

Semangat Sumpah Pemuda sudah sampai di Padang Panjang. Sekitar tahun 1929, Chatib Sulaiman dan kawan-kawan di Padang Panjang mendirikan Pramuka Muslim Indonesia (KIM). Pendirian pramuka ini tidak lepas dari semangat nasionalisme yang dimotori oleh Chatib Sulaiman melalui perannya sebagai pengajar di Sumatera Tawalib. Peran guru dalam menanamkan jiwa kebangsaan sangat besar pada masa itu, terutama dalam membangun karakter siswa agar memiliki kesadaran kebangsaan. Di Jawa semangat ini dimotori oleh Ki Hajar Dewantara dengan mendirikan Taman Siswa, sedangkan di Sumatera dimotori oleh Muhammad Sjafei dengan mendirikan Indonesisch Nederlandsche School (INS) di Kayu Tanam. Keputusan Chatib Sulaiman mendirikan pramuka adalah untuk memfasilitasi wadah penggerak kegiatan yang dapat merangsang siswa untuk berpikir bebas melalui kegiatan ekstrakurikuler. Melalui cara ini ia berharap agar pikiran pemuda itu dapat tercerahkan.

Dalam hal politik, Chatib Sulaiman memiliki wawasan yang luas. Ia mengagumi pemikiran-pemikiran tokoh politik Minangkabau yang terkenal seperti Sutan Syahrir dan Mohammad Hatta, bahkan ia ikut menggerakkan PNI Baru (Pendidikan Nasional Indonesia) yang didirikan kedua tokoh tersebut. Setelah pembubaran PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan oleh Soekarno oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 17 April 1931, Syahrir dan Hatta kemudian mendirikan PNI Baru, Chatib Sulaiman menyambut baik kehadiran partai ini di Sumbar. Pada tanggal 11 November 1932, Chatib Sulaiman dan Leo Salim, seorang aktivis pemuda dari Payakumbuh, mendirikan PNI Cabang Baru di Sumatera Barat yang berkedudukan di Padang Panjang. Chatib Sulaiman diangkat oleh Hatta sebagai komisaris utama sekaligus ketua umum organisasi tersebut. PNI baru di Sumatera Barat mendapat dukungan dari kalangan nasionalis religius, terutama dari kalangan pelajar dan guru, tokoh pemuda, dan anggota Muhammadiyah di Padang Panjang.

Perjuangan Chatib Sulaiman tercatat pada tahun 1944, saat Jepang terlibat dalam Perang Asia Timur Raya.  Saat itu, kondisi Jepang sudah sangat terdesak dan akhirnya mengalami kekalahan.  Setelah Jepang kalah dalam Perang Asia Timur Raya, Jepang pun mulai berpaling kepada pemimpin rakyat di Indonesia.  Ketika itu, Jepang melihat bahwa Chatib Sulaiman lah yang paling memiliki kepekaan serta kecerdasan tinggi.  Jepang kemudian membentuk organisasi semi militer di Sumatra Barat bernama Giyugun. Chatib Sulaiman pun direkrut oleh Jepang untuk menjadi pemimpin Giyugun, yaitu barisan tentara militer buatan Jepang. Beliau bukanlah tokoh yang memiliki latar belakang militer, namun pada masa pemerintahan Jepang, beliau sangat dekat dengan Giyugun karena membantu Jepang merekrut pemuda agar masuk ke dalam Giyugun. Jabatan Chatib Sulaiman sebagai pemimpin Giyugun memberinya kesempatan untuk membangun dan membina kekuatan bersenjata yang dapat digunakan untuk mencapai Indonesia merdeka.

Selain sebagai pemimpin Giyugun, Chatib juga termasuk kedalam jajaran Struktur Kekuasaan di Sumatera Barat masa Agresi Militer II. Beliau menjabat sebagai pemimpin keamanan dengan mengepalai badan yang bernama Markas Pertahanan Rakyat Daerah (MPRD). Beliau merupakan orang pertama yang menjabat sebagai kepala MPRD yang kedudukannya sejajar dengan presiden dan juga berasal dari kalangan sipil. Puncak perjuangan Chatib Sulaiman dalam melawan penjajah ialah saat Agresi Militer Belanda Kedua pada tahun 1948. Ketika Yogyakarta (ibukota Indonesia saat itu) dikuasai oleh Belanda, beliau ditunjuk sebagai Ketua MPRD dalam peristiwa (PDRI) yang didirikan dan diproklamirkan oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Sebagai Ketua MPRD, Chatib Sulaiman berada di posisi terdepan dalam menjaga eksistensi PDRI. Ia ikut gerilya di banyak tempat dan memimpin rapat-rapat dalam menyusun strategi perjuangan PDRI. Rapat-rapat pimpinan PDRI selalu dikawal oleh pasukan Belanda, dan hal ini menimbulkan malapetaka bagi pimpinan PDRI, tak terkecuali Chatib Sulaiman. Hingga peristiwa yang sangat memprihatinkan terjadi pada tanggal 14 Januari 1949. Dan pada tanggal 15 Januari perjuangan Chatib harus terhenti, karena tewas dalam pertempuran Situjuh melawan Belanda. Beliau gugur sebagai pahlawan kusuma bangsa yang jasanya harus selalu dikenang oleh para generasi muda. ia merupakan salah seorang tokoh pejuang dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sebagai bentuk penghargaan atas perjuangan Chatib Sulaiman, pemerintah Sumatra Barat menjadikan namanya sebagai salah satu ruas jalan di kota Padang, yakni Jalan Khatib Sulaiman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun