Untuk Bram Lelakiku
Kita adalah embun pagi yang rela indah sesaat lalu lenyap oleh angin setangi, hilir pertanyaan yang menemukan hulu jawaban.Â
Andai saja kita  tak pernah jauh sebelum akhirnya mendekat. Tentu tak aku izinkan rasa itu hadir diantara kita. Karena menggenggam  rindu seperti membelai luka dalam kepedihan.
Waktu memang tak pernah menunggu, namun sepotong hati selalu saja berharap semesta memberi kesempatan kita menyusun asa, bercerita tentang rasa dan hari-hari yang  ada.
Sauhku memang tak setangguh dulu, pernah kusandarkan mimpi pada dermaga sajak-sajak sepi, dan akhirnya abadi dalam diksi. Mencari  sebuah definisi yang merubah fiksi menjadi  rasa memiliki.
Aku memang selalu berharap  bisa tua bersamamu, menguntai sekian banyak bintang di langit untuk dijadikan untaian cinta, selebihnya aku pasrahkan kepada keperkasaan waktu.
Satu pintaku jangan  kau bunuh kenangan kita. Selebihnya teruslah bermimpi dalam hangat harap dan doa
Kita hanya butiran asa yang tak ingin punah.
Tangerang, 4 Juni 2017