Mohon tunggu...
Elvidayanty Darkasih
Elvidayanty Darkasih Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Email : elvi.jambi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hari Terakhir di Karantina Graha Lansia Kota Jambi, dari Adu Mulut hingga Aksi Lempar Batu

29 Mei 2020   11:13 Diperbarui: 30 Mei 2020   07:41 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adu mulut antara pasien dengan petugas dan aparat yang dibatasi pintu masuk./foto : Elvidayanty.

Hari ke-11 di tempat karantina pasien reaktif covid-19, tanggal 27 Mei 2020. Pagi-pagi sekali teman-teman sekamar saya sudah mulai beres-beres. Berharap hari ini bisa segera pulang ke rumah setelah tadi malam hasil pengambilan sample swab pertama diumumkan pihak karantina.

Saya yang sepanjang malam tidak bisa tidur karena suhu kamar yang panas dan kasur yang tidak nyaman, baru bisa tertidur saat subuh. 

Hingga pukul 10 pagi belum ada tanda-tanda dari pihak karantina untuk membebaskan kami, 10 orang pasien yang tersisa.

Ibu MR (inisial) mulai bertanya soal kepastian pengambilan sample swab yang kedua kepada petugas. Namun petugas hanya meminta kami bersabar menunggu. 

"Anakku dari kemarin sudah telpon, bahan makanan di rumah habis. Dia tidak boleh keluar karena harus karantina di rumah. Sementara ibu bapaknya dikarantina di sini. Gimana makan anakku?" ucap Ibu MR. 

"Kan tadi malam sudah diumumkan kalo semua pasien yang ada di sini hasilnya negatif. Kalau tidak ada kepastian kapan swab kedua dilakukan, izinkan kami pulang dulu. Nanti kami ke sini lagi kalo petugas swab-nya datang. Kasihan anak kami," kata RS (inisial), suami MR mencoba bernegosiasi kepada petugas.

Namun petugas yang ada tetap tidak bisa mengizinkan pasien pulang sebelum pengambilan sample swab kedua dilakukan. 

"Baik...kami tunggu sampai jam 1 siang ya? Kalo tidak datang juga petugas swab-nya, tolong kalian izinkan kami pulang." Ucap Ibu MR mengalah. 

"Kemarin, yang 14 orang itu, setelah diumumkan hasil swab-nya negatif, boleh langsung pulang. Kita sudah dari tadi malam diumumkan, sampe sekarang masih ditahan-tahan juga tidak.biaa pulang." Pasien yang lain mulai menggerutu kesal. 

Hingga pukul 13.00 WIB, belum ada juga kabar apakah swab kedua jadi dilakukan atau tidak. Tiba-tiba, seorang pasien melempar atap ruangan petugas karantina dengan batu, sambil berteriak histeris.

"Dasar pembohong! Aku mau keluar! Dasar gak punya akhlak!" sai melempar batu, WW (inisial) masuk ke kamar sambil membanting apa saja yang ada di kamar itu. 

Semua petugas karantina yang ketakutan segera berlari keluar ruangan. Aparat yang berjaga di gerbang pintu masuk mencoba meminta pasien untuk bersabar dan tidak bertindak anarkis. 

Adu mulut antar pasien, polisi dan perawat terjadi. Beberapa pasien menilai perlakuan yang mereka terima tidak adil. Kenapa ada pasien yang bisa lebih dulu menerima hasil swab. Kenapa yang 14 orang sebelumnya boleh langsung pulang setelah diumumkan hasil swab-nya, tapi mereka tidak bisa langsung pulang. 14 orang hanya dikarantina 5 hari, sementara yang 10 orang sudah melewati 10 hari karantina, masih ditahan juga untuk pulang. Para pasien bergantian protes ke petugas. 

Pukul 14.00 WIB, barulah rombongan petugas pengambilan sample swab tiba di Graha Lansia. Suasana kembali tenang.

Usai pengambilan sampel swab, petugas mengingatkan kami untuk tetap melakukan isolasi mandiri di rumah hingga hasil pengambilan sample swab kedua diumumkan.

Beberapa pasien mempertanyakan stok makanan selama mereka isolasi mandiri. Beberapa pasien ada yang satu keluarga harus melakukan isolasi, sehingga tidak ada yang bekerja mencari nafkah. Petugas hanya berjanji akan menyampaikan keluhan pasien ke instansi yang bertanggung jawab.

Hingga hari ini, tidak ada kabar atau jawaban soal stok makanan untuk pasien yang harus isolasi mandiri di rumah. Jika dihitung dari setelah pengambilan rapid test, semua pasien yang profesinya pedagang ini telah menjalani karantina kurang lebih setengah bulan. 

Saya hanya berharap, ada perbaikan fasilitas karantina untuk pasien selanjutnya. Pemerintah Kota juga harus mempertimbangkan keinginan warga yang ingin melakukan isolasi mandiri di rumah sendiri. Apalagi jika fasilitas karantina yang disediakan pemerintah tidak representatif, tidak aman, dan rentan dengan penularan antar pasien.

Pemakaian kamar mandi dan toilet bersama misalnya, sangat rentan dengan penularan virus karena tidak semua pasien punya perilaku hidup bersih dan kesadaran untuk saling menjaga agar tidak tertular atau menulari orang lain.

Contohnya buang masker bekas pakai sembarangan. Termasuk penempatan jumlah pasien di satu kamar, harus benar-benar memperhatikan jarak aman antar tempat tidur. Memastikan tempat tidur cukup nyaman untuk ditiduri.

Beberapa malam saya lalui dengan tidur di lantai dengan alas seprai dan kain pantai, karena saya tidak kuat menahan nyeri punggung setiap merebahkan badan di atas kasur. Tentu saja beresiko dengan kesehatan paru-paru saya. Tapi saya tidak punya pilihan, pindah ke lantai bisa membuat saya tertidur cukup lelap 1 hingga 2 jam. 

Para petugas karantina juga harus lebih proaktif. Menegur pasien yang tidak mau berjemur saat pagi. Mengingatkan pasien untuk membuang sampah pada tempatnya. Mengukur suhu tubuh pasien setiap hari. Selama 11 hari di Graha Lansia, petugas hanya tiga kali mengukur suhu tubuh pasien. 

Pukul 16.00 WIB, saya dan teman-teman sesama pasien karantina baru bisa pulang. 

Menunggu pintu dibuka, siap-siap pulang./foto : Elvidayanty.
Menunggu pintu dibuka, siap-siap pulang./foto : Elvidayanty.

Ini hari kedua saya isolasi mandiri di rumah, dan dua malam ini saya bisa tertidur lelap hingga 7 jam.  Semoga tidak ada cerita karantina lagi dalam hidup saya. Saya masih trauma dengan tempat karantina.

Terimakasih untuk doa dan dukungan teman-teman Kompasianer. Terimakasih juga kepada Kompasiana yang memuat cerita dan keluh kesah saya selama di karantina Graha Lansia. 

Salam sehat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun