Mohon tunggu...
Eltuin
Eltuin Mohon Tunggu... Apoteker - Bakti bagi Allah dan bagi Indonesia

Berdarah asli Toraja, kini bermukim di Makassar. Aktif dalam pergerakan pemuda gereja. Sangat pluralis, menghargai segala perbedaan; terus berjuang menyuarakan bagaimana mencintai Allah, mengasihi sesama dan merawat Indonesia dengan segenap jiwa raga. Tetap berupaya menjadi seorang yang idealis realistik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

MotoGP Mandalika: Mbak Rara, Elia dan Karen Armstrong

21 Maret 2022   22:10 Diperbarui: 21 Maret 2022   22:24 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: twitter MotoGP via kompas

Kemarin, Minggu (20/03) motoGP seri ke 2 berhasil digelar di Pertamina Mandalika International Street Circuit, Lombok NTB. Selain berita Miguel Oliveira dari KTM Red Bull yang berhasil menempati podium pertama, salah satu hal yang juga banyak dibicarakan khususnya di jagat maya Indonesia adalah keberadaan dan aksi "pawang hujan" di arena balap.

 Aksi "Rara" Raden Roro Istiati Wulandari sang pawang menjadi bagian dari pembincangan dunia motoGP secara nasional, bahkan internasional. Lalu bagaimana kita melihat hal ini?

Rara Istiati dan Hujan di Mandalika

Menurut informasi, Rara diminta oleh Mandalika Grand Prix Association (MGPA) dan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) untuk menjadi pawang hujan di area Sirkuit Mandalika dalam durasi waktu yang ditentukan. 

Dilansir oleh beberapa media online, Rara dikabarkan mendapat gaji 5 juta perhari dengan masa tugas selama 21 hari sejak proses pengaspalan ulang dilakukan. Jika dikalkulasi, totalnya mencapai 105 juta Rupiah. 

Sebuah nilai yang cukup fantastis. Belakangan diketahui ia juga dulu menjadi pawang hujan saat Asian Games 2018 berlangsung, bahkan untuk beberapa agenda lain. Artinya ia bukan orang baru. Aksi seperti ini juga bukan hal yang baru di tengah-tengah kita orang Indonesia, sering terjadi di berbagai daerah.

Aksinya pun sontak menuai pro dan kontra. Pihak yang pro menyatakan bahwa itu bagian dari kearifan lokal Indonesia, sesuatu yang sudah lama berlangsung di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. 

Sementara pihak yang kontra menganggap itu sebagai praktek musyrik serta menyebut ini praktek perdukunan. Selanjutnya banyak yang kemudian menghubungkan dengan keyakinan agama/kepercayaan yang dianut masyarakat di Indonesia. Menurut irnfomasi di Google, Rara adalah seorang penganut Kejawen, salah satu agama/kepercayaan mula-mula di Indonesia.

Lalu mengapa hari ini aksi pawang tersebut menjadi sesuatu yang diributkan banyak orang? Itu tidak dapat dilepaskan dari sorotan kamera dan masifnya informasi di sosial media. Jika selama ini kita mengenal keberadaan pawang yang konon katanya dikerjakan secara tersembunyi dan bersifat rahasia, justru di perhelatan balapan motor kali ini nampak terpampang secara nyata di depan mata banyak orang. 

Selain itu ada anggapan bahwa semestinya event-event internasional seperti ini tidak perlu dibumbuhi dengan hal yang bersifat mistis, bahkan sampai menelan biaya yang cukup besar. Tidak sedikit juga orang yang mengatakan bahwa itu tidaklah ilmiah, tidak dapat dihitung secara saintifik.

Selanjutnya, satu hal yang cukup juga disorot dan sempat menjadi bahan bullyan para netizen dengan nada candaan saat Rara sang pawang hujan justru melakukan ritual di tengah kondisi hujan. "Pawang hujan kehujanan," begitu kita-kira orang menuliskan dan memperbincangkannya. Namun, menurutnya bahwa hujan yang datang di saat itu bukan tanda kegagalan melainkan justru sengaja dihadirkan untuk mendinginkan aspal dan termasuk untuk membuat suhu di lokasi menjadi lebih sejuk. 

Memang, jika kita mencoba melihat kondisi sebelumnya di mana Race Direction akhirnya memutuskan untuk memotong jumlah lap Moto2 yang harusnya 24 lap menjadi sisa 16 lap dan MotoGP sisa 20 lap dari 27 lap. Keputusan ini diambil karena aspal dalam kondisi yang sangat panas. 

Selain karena karakter aspal juga karena cuaca di wilayah tersebut. Kabarnya aspal saat itu mencapai lebih dari 45 derajat Celcius, bahkan sampai 67 derajat Celcius. Suhu yang jelas sangat panas.

Rara bekerja atas permintaan dari pihak yang menggunakan jasanya. Ia mengatakan bahwa tugasnya adalah mendoakan. Ia juga mengaku "bekerja sama" dengan pihak BMKG, meskipun secara tidak resmi. Ia tidak mengatakan bahwa dialah yang berdaulat mendatangkan ataupun mengusir hujan. Melainkan ia mengakui bahwa Tuhan Yang Maha Esa, Allah yang satu itulah yang berdaulat atasnya. Ia hanyalah orang mendapat "kesaktian" sebagai alat untuk dipakai membantu orang lain.

Elia dan Kemarau Panjang di Kerajaan Israel

Saya mencoba menengok kembali satu kisah sangat jauh ke belakang, sekitar abad ke-9 SM. Seorang tokoh dalam Alkitab bernama Elia. Namanya juga tercantum dalam Alquran sebagai Ilyas dan Elia dalam Tanakh, kitab suci Ibrani. Elia adalah seorang nabi dari Kerajaan Israel Utara. 

Menurut catatan, ia adalah orang Tisbe, dari Tisbe-Gilead. Gilead merupakan salah satu dari enam daerah Transyordan, terletak di sebelah selatan Sungai Yarmuk---anak sungai terbesar dari Sungai Yordan yang mengalir di Yordania, Suriah, dan Israel. Gilead juga adalah tempat Yakub bergumul dengan malaikat, serta berdamai dengan Esau, saudaranya.

Elia mengatakan: "Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan." Dan benar saja, hujan tidak pernah turun selama 3,5 tahun. 

Selanjutnya di kemudian hari, dari lokasi persembunyiannya Elia kemudian diperintahkan Allah untuk menyampaikan pesan kepada Raja Ahab sekaligus untuk menunjukkan keMahakuasaan-Nya dengan cara mendatangkan hujan. Dalam waktu sekejap langit menjadi mendung, angin kencang bertiup dan hujan lebat pun mulai turun.

Mungkin saja ada yang kemudian mengatakan tidaklah tepat membandingkan aksi Rara sang pawang dengan Elia sang Nabi. Bahkan bisa saja menganggap pandangan saya melenceng. 

Saya tidak mengatakan bahwa mereka sama, melainkan hanya memberi pesan bahwa hal sejenis pun telah ada sejak dahulu dan sekaligus menyatakan bahwa sesungguhnya ada Sosok yang jauh lebih berkuasa di atas segalanya, yaitu Allah Yang Maha Kuasa. Saya pun percaya bahwa karya Allah yang seperti itu tetap ada hingga hari ini. Kuasa-Nya tidak terbatas pada kisah-kisah yang lampau saja melainkan tetap berlangsung sampai saat ini bahkan selamanya.

Karen Armstrong dan Dunia Spiritual

Karen Armstrong dalam "Sejarah Tuhan" pada salah satu bab yang berjudul "Pada Mulanya" menuliskan: "Salah satu alasan mengapa agama tampak tidak relevan pada masa sekarang adalah karena banyak di antara kita tidak lagi memiliki rasa bahwa kita dikelilingi oleh yang gaib. Kultur ilmiah kita telah mendidik kita untuk memusatkan perhatian hanya kepada dunia fisik dan material yang hadir di hadapan kita. 

Metode menyelidiki dunia seperti ini memang telah membawa banyak hasil. Akan tetapi, salah satu akibatnya adalah kita, sebagaimana yang telah terjadi, [kita] kehilangan kepekaan tentang yang "spiritual" atau "suci" seperti yang melingkupi kehidupan masyarakat yang lebih tradisional pada setiap tingkatannya dan yang dahulunya merupakan bagian esensial pengalaman manusia tentang dunia."

Netizen pun mencoba mengaitkan aksi Rara sang pawang dengan dunia ilmu pengetahuan. Sepanjang itu tidak dapat dibuktikan secara saintifik dan memenuhi kaidah dalam alam pikiran, itu tidak dapat diterima. Sekalipun kemudian pihak BMKG menjelaskan bahwa hujan di sekitar Sirkuit Mandalika pada Minggu kemarin terbentuk karena awan konvektif dengan intensitas hujannya sedang. 

Hujan sejenis itu durasinya bisa kurang dari satu jam atau paling lama tiga jam. Selain itu terdapat informasi bahwa beberapa hari sebelum ajang MotoGP digelar, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah melakukan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mendukung penyelenggaraan MotoGP.

Terlepas dari apa kata BMKG dan BRIN, memperhatikan komentar ini, saya kemudian berpikir sepertinya memang benar apa yang Karen katakan, bahwa salah satu akibat dari kehidupan kita yang sangat dipengaruhi oleh kultur ilmiah dan material fisik yang harus nyata berada di depan mata adalah kita kehilangan kepekaan tentang hal yang bersifat "spiritual" atau "suci" seperti yang melingkupi kehidupan masyarakat yang lebih tradisional. Sehingga, tidak jarang kemudian kita terlalu mudah memojokkan keyakinan orang lain hanya karena persoalan perbedaan dan ketidakterimaan akal kita akan apa yang kita saksikan.

Dunia modern tak seharusnya mencabut kita dari akar tradisional kita dan membawa kita pada pengingkaran terhadap hal-hal yang bernilai spiritual. 

Satu lagi hal yang menarik, di balik ketidakterimaan banyak orang, akun Twitter resmi MotoGP justru menyebutnya sebagai The Master yang berhasil. Padahal jika kita mencoba menelaah, jelas pemilik dan penggerak akun Twitter tersebut (dunia barat) pastilah orang percaya sepenuhnya pada hal yang sifatnya saintifik dan kemungkinan besar tidak percaya pada sesuatu yang tidak bersifat ilmiah.

Namun, jika mencoba jujur membuka alam berpikir kita bahwa hal-hal seperti itu tidak selalu bermakna mistis. Coba saja kita lihat hari-hari ini. Kita tetap percaya pada pengobatan tradisional dengan beragam medium di tengah dunia yang semakin maju. Sekalipun seorang lulusan farmasi, saya tetap percaya bahwa tidak semua hal yang terjadi dalam diri kita punya hubungan dengan obat-obat modern. Bukankah kita terdiri atas tubuh, jiwa dan roh?

Selain itu, ada banyak contoh dalam kehidupan kita yang tidak selalu dapat dilogikan atau diilmiahkan. Seperti upaya melihat "hari baik" untuk sebuah acara; memasang beberapa benda di pintu atau di sudut rumah; larangan menoleh ke belakang jika ada yang panggil saat naik gunung; ritual-ritual tradisional; larangan menggunakan pakaian dengan warna tertentu saat pergi ke suatu tempat; melihat ramalan zodiak; dan masih banyak lagi.

Lalu bagaimana kita melihatnya?

Melihat fenomena ini, sesungguhnya bukanlah sesuatu yang baru bagi kita. Bahkan tidak jarang kita melakukan hal serupa. Sehingga jika ditanya, apakah saya percaya dengan hal demikian? Saya percaya bahwa itu semua terjadi atas kehendak atau izin Sang Pencipta, Puang Matua (sebutan Allah dalam Bahasa Toraja). Allah berdaulat atas semesta. Ia tidak terbatas hanya pada sejarah masa lalu dalam kitab, melainkan tetap berdaulat sampai selamanya.

Apa yang kita lakukan hanyalah cara dan simbol, termasuk (mungkin) yang kita saksikan kemarin. Saya sengaja memberi "tanda kurung" dan kata "mungkin" karena saya pun tidak tahu, apakah yang terjadi ini murni karena doa pada Tuhan atau kekuatan lain. Itu menjadi urusan masing-masing, hanya Mbak Rara yang tahu. 

Yang pasti, Tuhan tetaplah menjadi pengendali utama dan Dia berhak memberi kemampuan khusus kepada ciptaan-Nya, termasuk kita dengan keberadaan kita masing-masing. Jika Mbak Rara termasuk salah satu yang mendapatkan itu, apakah tidak boleh? []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun