Mohon tunggu...
Elsa Fy
Elsa Fy Mohon Tunggu... Administrasi - :)

reading and writing

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Jembatan ke Taman Jiwa: Perpustakaan

22 Oktober 2020   08:50 Diperbarui: 22 Oktober 2020   09:35 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : unsplash.com/@anneliesgeneyn

 "Membaca Membuat Kita Tahu Banyak Hal Termasuk Mengetahui  Bahwa Kita Bukan Siapa-Siapa"
 

***
Jatuh Cinta Pada Halaman Pertama

Pada awalnya saya tidak jauh berbeda dengan teman-teman saya lainnya tidak tau dan tidak tertarik dengan yang namanya buku. Buku yang saya tahu hanya sebatas buku pelajaran seperti Buku Mate-Matika yang penuh dengan angka-angka, Buku Ekonomi yang penuh dengan teori ekonomi yang saya tidak tahu sama sekali fungsinya .

Buku Bahasa Indonesia yang membahas berbagai macam jenis surat, EYD, pantun-pantun, sastra dsb atau Buku Kimia, Fisika dkk yang penuh dengan rumus njelimet dan buku sekolah umum lainnya. Buku-buku tersebut  sama sekali tidak manarik minat saya !!

Sampai suatu ketika dengan tidak sengaja saya menemukan buku kecil bersampul hijau dengan gambar rerumputan. Saya jatuh cinta pada halaman pertama pada buku kecil bersampul hijau itu, buku puisi karangan Yosi Herfanda yang berjudul Sembahyang Rumputan yang diterbitakan tahun 1996. Buku yang berisi 68 puisi tersebut sudah beberapa kali dicetak, terakhir dicetak tahun 2005 dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris.  

Dengan judul bahasa Inggrisnya The Worshipping Grass, puisi-puisi didalamnya disertai terjemahan dalam bahasa inggris, saya membaca versi yang ini. Ketika saya membuka halaman pertama saya seolah-olah tersihir dengan susunan dan pilihan katakatanya.

lalu terus berlanjut ke halaman berikutnya dan berikutnya. Saya mencapai rekor baru, buku kecil itu saya baca keseluruhannya dalam waktu singkat. Setelah saya habis  membaca buku bersampul warna hijau tersebut saya pinjam. Inilah awal saya keranjingan ke Perpustakaan dan hobi meminjam dan membaca buku. Memang benar kata pepatah bahwa cinta bisa merubah segalanya. 

Buku kecil  bersampul hijau yang tidak sengaja saya temukan di Perpustakaan SMA saya dulu telah merubah pandangan saya tentang Perpustakaan yang tadi hanya sebagai tempat penyimpanan buku menjadi tempat yang sangat asyik, di Perpustakaan saya merasa waktu cepat berlalu. Mengubah pendapat saya tentang buku,termasuk mengubah mood saya yang selalu tidak baik ketika berhadapan dengan buku-buku sekolah menjadi rasa penasaran terhadap buku-buku tersebut.

Sejak saat itu saya sangat senang dengan buku-buku,  rasa senang itu kemudian tentu membuat saya penasaran lalu membaca buku-buku dengan genre yang berbeda.  Mulai saat itu saya keranjingan mengunjungi Perpustakaan  disaat teman-teman saya lebih asyik ke kantin sekolah.


Puisi Ajaib .

Kalau teman-teman saya membaca puisi  untuk menghilangkan suntuk dan lari sejenak  dari rumus-rumus Mate-Matika, Fisika dan kawan-kawan. Ke Perpustakaan untuk ngadem, untuk menyepi sebentar dari berisik atau untuk bersembunyi dari guru dan pelajaran yang membosankan. 

Tapi untuk saya agak berbeda, karena ketidak sengajaan menemukan buku  puisi berjudul Sembahyang Rumputan Karya Ahmadun Yosi Herfanda  di Perpustakaan SMA (Sekolah Menengah Atas)  saya dulu justru menjadi stimulasi .

Stimulasi yang membuat saya menjadi antusias belajar termasuk belajar Mate-Matika, Fisika dan kawan-kawan serta keranjingan membaca berbagai jenis macam buku. 

Coba kalau dari sekola dasar dulu atau setidaknya kelas satu SMP (Sekolah Menengah Pertama) saya menemukan buku tersebut jika membacanya membuat saya menjadi antusias belajar maka kemungkinan besar saya akan jingkrak-jingkrak jika disuruh menghapalkan tabel perkalian atau akan dengan senang hati mengerjakan jika diberi tugas menganalisis sebab terjadinya perang dunia ke-2 yang sangat merusak mood saya waktu itu.  Benar-benar puisi ajaib !!!

Efek dari puisi ajaib karya Ahmadun Yosi Harfanda yang tidak sengaja saya temukan di Perpustakaan SMA saya dulu tentu tidak langsung menampak-kan hasil dalam sekejap seperti mantra  adaba kadabra yang sering diucapkan Hary Potter dan penduduk sekolah Hogwarts. 

Efeknya baru saya sadari setelah beberapa tahun terlewati. Setelah membuat saya jadi keranjingan membaca, antusias belajar dan terakhir seperti hari ini, saya tidak pernah menyangka akan dapat menulis dengan lancar . 

Dulu sewaktu guru Bahasa Indonesia memberikan tugas mengarang tentang hari libur maka saya akan mandek seperti motor kehabisan bensin lalu terpaksa motor tersebut saya dorong agar sampai ke tujuan .

Karangan  saya malah lebih parah, dari awal memang sudah tidak ada bensinya (kosa katanya) yang akan dituliskan tapi tetap harus jadi sebuah karangan. Maka jadilah karangan asal jadi, asal selesai dan aman dari amukan Guru Bahasa Indonesia yang terkenal bengis. 

Karangan saya hanya berupa paragraf  "Pada suatu hari saya dan teman saya memancing, lalu hari berikutnya saya bermain petak umpet, lalu hari berikutnya dan ....", begitu seterusnya. Karangan saya adalah hanya hitungan hari dari senin sampai minggu, saya juga ogah-ogahan mengerjakannya.   

Entah kenapa bisa seperti itu efeknya  padahal puisi-puisi dalam buku tersebut tidak ada yang menyinggung Matematika, Fisika, menyinggung tentang manfaat membaca, membahas kiat-kiat menulis atau menjelaskan pentingnya Ilmu Sejarah dsb . 

Puisi-puisi tersebut malah membahas tentang rumputan yang sembahyang, tentang iman sungai, zikir seekor semut dan bahasa-bahasa abstrak lainnya.  Bahkan salah satu puisi favorit saya malah membahas Cacing!!.  Begini puisinya :

Zikir Seekor Cacing

Dalam duniamu aku cacing tak bermakna
Yang melata dari lumpur ke lumpur
Peradaban tanpa jiwa, yang menggeliat
Di selokan-selokan kumuh kota, yang
Bahagia ketika pohon-pohon berbunga

Cobalah kaudengar zikirku, menetes
Jadi madu di pucuk-pucuk akar pohon itu
Kucangkul tanah keras jadi gembur
Kurabuk ladang tanpa hara jadi subur
Kubimbing akar-akar pohonan
Menyusup sela-sela batu dan belukar
Menghisap sari madu kehidupan
Sedang aku cukup tumbuh
Dari daun-daun gugur

Di kota-kota padat beton dan baja
Aku jadi penghuni tak berharga
Tapi dengarlah kecipak ikan-ikan
Bernyanyi atas kehadiranku
Ketika tubuhku kurelakan
Lumat jadi santapan

Akulah si paling buruk rupa
Diantara para kekasih dunia
Namun syukurku tak tertahankan
Ketika dapat ikut menyuburkan
Taman bunga di beranda
1990

Benarkan?  tidak ada sangkut- pautnya sama Mate-Matika apalagi sama Rumus Phytagoras tapi berkat puisi-puisi itu timbul rasa ingin tahu akan sesuatu termasuk mencoba untuk belajar, dan membaca banyak ragam buku. Pokoknya saya haturkan terimakasih kepada Ahmadun Yosi
Herfanda atas puisi ajaibnya!!.
 
 Jembatan Menuju Taman Jiwa

Sembilan atau delapan tahun yang lalu saya lupa kapan tepatnya, tapi waktu itu saya masih SMA (Sekolah Menengah Atas) . Entah kelas dua atau kelas tiga SMA saya menemukan jembatan. Jembatan yang mengantarkan saya ke Taman  Jiwa. Taman Jiwa yang mampu membuang dahaga negatif dari rasa "Merasa".   

Merasa lebih pintar, merasa lebih penting, merasa lebih baik dan perasaan tinggi hati lainnya. Nama jembatan itu adala Perpustakaan SMA Negeri 2 Pagar Alam. Entah bagaimana keadaan Perpustakaan itu sekarang, masihkah sama ataukah sudah dibangun kembali. Kalau dulu Perpustakaan itu  berbentuk persegi empat panjang tidak besar juga tidak terlalu kecil.  

Didalamnya hanya ada tiga rak buku yang diletak-kan dibagian tengah serta di dinding kiri -- kanan juga menempel rak buku yang lumayan besar. Dekat pintu masuk sebelah kanan tempat petugas Perpustakaan berjaga, tempat buku tamu dan sebuah komputer. 

Didepan sebelah kiri Perpustakaan ada Pohon Beringin besar yang menaungi. Saya berharap Perpustakaan itu diperbaiki dan koleksinya bertambah. Agar adik-adik tingkat saya yang bersekolah di SMA tersebut memiliki kesempatan untuk mencoba betapa indahnya melewati jembatan yang membawa kita ke Taman Jiwa.  

Jembatan yang nantinya akan membawa kita ke taman yang mampu membuat kita optimis menghadapi hidup, selalu ingin belajar dan rendah hati. Mungkin bagi sebagian orang yang membaca ini mengira saya hanya melebih-lebihkan tapi itulah kenyataannya . Kenyataan yang baru saya sadari setelah beberapa tahun saya meninggalkan sekolah tersebut .  

Buku yang menyimpan ilmu pengetahuan  itu mampu menembus dinding strata sosial, mampu membuat kita berani bermimpi, ia ada untuk siapa saja tidak memandang kaya dan miskin. 

Meskipun SMA saya adalah SMA di desa ujung Pulau Sumatera Selatan tidak ada fasilitas istimewanya dengan buku-buku yang tersimpan di Perpustakaannya saya merasa sekolah saya sangat istimewa.    

Bertambah istimewa karena Almarhum Bapak Tri Rostian Tanjung Mantan Kepala SMA Negeri Dua Pagar Alam dulu sangat rajin membeli buku-buku untuk mengisi perpustakaan kecil sekolah kami. Buku-buku yang ia beli sendiri ketika bepergian ke Kota Palembang yang jaraknya delapan jam lebih dari SMA saya dulu. Bukunya tidak hanya buku pelajaran umum tapi juga buku-buku genre lain seperti buku tentang berbagai macam profesi, ensiklopedia bergambar dsb.

Semua ilmu pengetahuan seperti pengetahuan ekonomi, sosial, budaya, politik dan aspek-aspek kehidupan lainya tidak bisa kita dapatkan dari hanya mendengarkan guru di depan kelas. 

Karena ilmu pengetahuan itu tidak terbatas sedangkan guru kita adalah manusia biasa yang segala kemampuannya sangat terbatas termasuk pengetahuannya. Maka buku --buku di Perpustakaan di sekolah adalah jembatan, jembatan untuk setidaknya dapat mengantarkan kita kepada rasa antusias belajar, ingin mengetahui banyak hal.  

Perpustakaan SMA saya dulu adalah jembatan yang mengantarkan saya menuju Taman Jiwa. Taman yang senantiasa memberi nutrisi bagi jiwa, jiwa yang rutin di beri nutrsi ia tumbuh dan berkembang menghasilkan kepribadian yang mengagumkan. Hasilnya memang tidak langsung kelihatan, butuh waktu yang tidak sedikit untuk sekedar melihat bakal bunganya saja.  

Perpustakaan SMA saya dulu mengenalkan saya kepada Taman Jiwa yaitu buku-buku, buku-buku yang memberi saya pandangan agar melihat hidup tidak dengan sebelah mata saja. Hingga saya merasa tidak pantas mengutuk kehidupan saya meskpin kehidupan tersebut tidak berjalan seperti yang saya kehendaki. Perpustakaan SMA saya dulu hanya salah satu jembatan, jembatan yang mengatarkan saya kepada jembatan-jembatan lain. 

Ketika saya kuliah saya menemukan jembatan yang lebih besar lagi, Perpustakaan Universitas dengan koleksi buku yang lebih banyak dan beragam. 

Setelah tamat kuliah jembatan menuju Taman Jiwa saya tidak langsung putus. Saya mencari jembatan baru dan saya menemukannya!!. Jembatan baru menuju Taman Jiwa itu bernama IPUSNAS, ialah Perpustakaan digital  dengan koleksi  beragam yang siap menjadi taman untuk menyirami dan menentramkan jiwa saya. 

Jembatan itu bisa diakses kapan saja dan dimana saja. Buku-buku yang dulunya hanya saya pandangi di toko buku karena belum mampu membelinya sekarang bisa saya baca di IPUSNAS. Dengan banyak membaca saya seperti menemukan dunia baru yang berkelok-kelok, kelok-kelok yang tidak tahu ujungnya dimana. Membaca membuat kita tahu banyak hal termasuk mengetahui bahwa kita bukan siapa-siapa. 

Perpustakaan SMA saya dulu adalah jembatan yang  membawa kaki saya melangkah menuju Taman Jiwa tanpa saya sadari. Dan buku Puisi Sembahyang Rumputan karya Ahmadun Yosi Herfanda adalah bunga pertama yang menarik perhatian saya, bunga yang menarik perhatian saya di tengah bunga-bunga yang lain. Lambat laun bunga pertama itu membuat saya tertarik untuk belajar tentang bunga-bunga lain (buku-buku lain)  yang tumbuh di Taman Jiwa (Perpustakaan).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun