Mohon tunggu...
Robertus Elyakim Lahok Bau
Robertus Elyakim Lahok Bau Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi di Komunitas Secangkir Kopi

Aktif menulis di media masa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Amu Stanis Pejuang Kemanusiaan

21 Juni 2019   10:57 Diperbarui: 21 Juni 2019   11:38 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto Doc Pater Stanislaus Besin, SVD)

"Katus Fuk Mutik mai tiona.", demikian sapaan umat melihat ia masuk ke halaman rumah. Setelah menanyakan kabar dan kebutuhan-kebutuhan umat, ia meninggalkan keluarga yang dikunjungi dan berpindah ke tetangga di sebelah. Demikian rutinitas ini dilakukan setiap hari. 

Menjelang referendum situasi di Timor-Tumur saat itu sudah tidak aman lagi. Teror dan intimidasi terhadap masyarakat meningkat. Masyarakat terpecah dengan hadirnya opsi merdeka atau tetap bergabung dengan Indonesia. Pilihan ini sulit bagi seorang gembala umat. 

Ia memilih netral untuk melindungi seluruh umatnya. Stanis yang berusia 61 Tahun tegar menghadapi persoalan yang sedang dialami oleh umatnya. Tidak jarang, banyak yang datang minta perlindungan kepadanya. 

Dia berusaha sedapat mungkin agar, perbedaan opsi politik ini tidak menimbulkan pertumpahan darah.  Amu Stanis tetap setia melayani dan mendampingi umatnya tanpa sedetik pun meninggalkan mereka.

Situasi keamanan sudah tidak kondusif menjelang hari hal pemilihan 29 Agustus 1999. Gelombang pengungsian meningkat. Ribuan orang mulai memilih meninggalkan Timor-Timur sebelum konflik meluas dan meningkat. Teror dan intimidasi terjadi di mana-mana. 

Banyak nyawa mulai terengut di ujung alat tajam. Pasca pencoblosan 29 Agustus sutuasi keamanan sudah tidak terkendali lagi. Penculikan, perampasan, pembakaran dan pembunuhan meluas.  Amu Stanis tak sedetikpun meninggalkan umat gembalaannya. 

Ia mengumpulkan mereka di Gereja dan mengajak mereka untuk segera berpindah ke Timor Barat. "Keluarga besar saya di Atapupu siap menerima dan menampung kita, ayo kita berangkat", Ajak Amu Stanis.   

Sementara itu keluarga Amu Stanis di Atapupu cemas menanti kabarnya. Setiap kendaraan yang lewat terus diperhatikan. Kapal laut yang ikut mengangkut penumpang pun dipantau. Satu hari pasca pemilihan di mana puncak konflik meningkat, tak ada kabar apapun tentang Amu Stanis.

Petang hari setelahnya, sang pemilik rambut uban dengan jalan tegap terlihat dari kejauhan. Ia sedang berjalan kaki mendahului ratusan orang yang berada di belakangnya. Mereka membawa harta benda, makanan, binatang peliharaan  yang masih bisa dibawa ke tempat pengungsian. 

Tak ada lagi alat transportasi yang bisa mengangkut mereka sampai ke tempat pengungsian. Stanis memilih membawa ratusan orang berjalan kaki 30-an kilometer mengungsi ke kampung halamannya di Atapupu.

Amu Stanis datang, menitipkan setiap anggota rombongannya kepada keluarga di Atapupu. "Tolong jaga mereka karena mereka keluarga kita", demikian pesan Amu Stanis kepada keluarga yang dipercayanya untuk menitipkan umat gembalaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun