Mohon tunggu...
Suryan Masrin
Suryan Masrin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penulis Pemula, Guru SD Negeri 10 Muntok (sekarang), SD Negeri 14 Parittiga, pemerhati manuskrip/naskah kuno lokal Bangka, guru blogger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kok Jadi Parno? Kritik terhadap Pemeliharaan dan Perawatan Jalan Umum

12 Juni 2020   18:05 Diperbarui: 12 Juni 2020   18:42 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: hendro - Sumeks.co

 

Mengawali Tulisan ini saya sengaja mulai dengan sebuah kalimat "Kok saya jadi parno!?", yang kemudian juga dijadikan sebagai judul tulisan ini. Kalimat ini merupakan sebuah kritik terhadap proses dan pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan fasilitas umum, yakni dalam hal ini jalan umum.

Mengapa tulisan ini saya fokuskan kritikannya pada pemeliharaan dan perawatan jalan umum?, bukan yang lainnya. Iya, karena akhir-akhir ini lagi maraknya proses pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan jalan umum. 

Sebenarnya tidak ada permasalahan dalam proses pelaksanaan tersebut, hanya saja menurut hemat saya kurang tepat dalam pemaduannya. Mengapa saya katakan demikian, itu karena pada saat pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan tersebut saya garis bawahi pada pemeliharaan dan perawatan bibir jalan utama atau jalan umum. 

Saya melihat dalam pelaksanaan ini sepertinya kurang tepat berdasarkan pantauan yang saya lihat di lapangan pada saat saya melakukan perjalanan menuju tempat kerja saya. Di sana saya melihat bahwa pemeliharaan dan perawatan tersebut dengan cara membersihkan rumput di bibir jalan tersebut hingga bersih  tuntas tak bersisa. Mulus bak kulit bayi, yang belum banyak bersentuhan dengan dunia luar. Membuat tak elok di sepanjang bibir jalan, tak tampak hijau lagi.

Menurut hemat saya ini kurang tepat dikarenakan bila rumput tersebut dibersihkan tanpa sisa itu akan kurang baik untuk penahanan fungsi tanah yang ada di bibir jalan umum tersebut. Fungsi daripada rumput tersebut itu adalah untuk menahan tanah yang berada di bibir jalan umum tadi agar ia tidak lari kemana-mana apalagi pada saat musim hujan tiba (seperti saat ini), maka ia akan tergerus dan akan tumpah kembali ke dalam parit atau bandara yang ada di bibir jalan tersebut.

Padahal kita tahu yang namanya rumput itu ada batas maksimal tumbuh tingginya dia tidak sama seperti halnya dengan tanaman yang memiliki batang yang bisa menjulang tinggi jika tidak dicabut atau dipotong. Sebaiknya menurut hemat saya, untuk melakukan perawatan bibir jalan tersebut lebih baik jika rumput tersebut hanya dirapikan atau dipotong saja, sehingga tanah yang ada di pinggir jalan tersebut tidak tergerus dan terbawa oleh arus air saat hujan turun. Lain halnya jika bibir jalan tersebut diberi semen atau dikasih hal yang bisa membuat ia lengket sehingga tidak bisa lari kemana-mana.

Kritikan ini tidak bermaksud apa-apa, hanya untuk demi kebaikan kita semuanya dan tentunya kita sama-sama saling menjaga, saling ingat mengingatkan demi kebaikan untuk bersama. Mohon maaf kalau bahasa dan kata-kata dalam tulisan ini kurang berkenan di hati. Semoga tidak menimbulkan salah sangka atau menimbulkan miss komunikasi yang menyebabkan perbedaan pendapat dan perpecahan. Semoga

Parittiga, 8 Juni 2020

Oleh: Suryan

Ketua Kahmi Bangka Barat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun