Mohon tunggu...
Elok Muzayyanah
Elok Muzayyanah Mohon Tunggu... Administrasi - IESP 17 Universitas Jember

“Education is not preparation for life. Education is life it self ” (John Dewey)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dari Geopolitik Menuju Geoekonomi: Kebijakan Ekonomi Ortodoks Vs Heterodoks

18 Februari 2023   22:48 Diperbarui: 18 Februari 2023   22:51 850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebangkitan ekonomi dunia pasca krisis finansial 97/98 semakin pesat terutama di negara Asia Tenggara. Bahkan hal ini disampaikan oleh para pengamat bahwa "kebangkitan ekonomi Asia tidak terbendung" (Finacial Times, 2002). Namun, perkembangan yang pesat dan positif harus bertentangan dengan dinamika ekonomi dunia yang terus berjalan memengaruhi hubungan multilateral maupun bilateral antar negara.

Berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi pada saat pandemi Covid 19 otoritas kebijakan ekonomi berbagai negara termasuk Indonesia memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan secara perlahan guna meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat. 

Namun, saat ini gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina yang semakin memanas mendorong otoritas kebijakan ekonomi berbagai negara khususnya Indonesia berupaya untuk menaikkan suku bunga dalam tingkat ketidakpastian global yang tinggi. Mengapa demikian ? 

Akhir-akhir ini isu akan rute perjalanan perang antar Rusia dan Ukraina menimbulkan adanya proyeksi oleh International Monetary Fund (IMF) bahwa pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2023 akan menurun jika dibandingkan di tahun 2022 pasca pandemi. Namun, berdasarkan hasil perkiraan World Economic Outlook (WEO) penurunan ini dibawah historis pertumbahan ekonomi (2000-2019) sebesar 3.8 persen. 

Hal ini di pacu oleh kebijakan kenaikan suku bunga global yang mengakibatkan naiknya tingkat inflasi di era macetnya pasokan komoditas bahan pangan dan energi pada masing-masing negara. Tentunya hal tersebut mendorong untuk mengkaji ulang teori-teori ekonomi ortodoks ataupun heterodoks untuk memutuskan kebijakan ekonomi yang tepat di era gencatan senjata dan perdebatan geoekonomi.


Kebijakan berbagai negara dalam menaikkan suku bunga acuan berkaitan erat dengan teori sirkuit moneter dari ekonomi heterodoks (modern). Teori sirkuit moneter yang dikemukakan oleh Graziani (1989) dengan mengacu berdasarkan preferensi likuiditas Post Keynesian mengenai uang dan bunga, dengan asumsi bahwa uang adalah alat sirkulsi atau dalam kata lain peredaran serta perputaran uang yang lancar serta aman akan mengamankan kondisi ekonomi. 

Oleh sebab itu, saat ini berbagai negara manaikkan suku bunganya guna mengontrol peredaran uang dari penggunaan utama konsumsi sehingga dapat dengan mudah menurunkan tingkat inflasi.

Sumber: Fina, Elok Muzayyanah. 2021. Perspektif Teori Sirkuit Moneter Pada Perilaku Kebijakan Moneter Di Negara Asean Terpilih
Sumber: Fina, Elok Muzayyanah. 2021. Perspektif Teori Sirkuit Moneter Pada Perilaku Kebijakan Moneter Di Negara Asean Terpilih

Penarapan teori sirkuit moneter dapat dilaksanakan oleh negara yang memiliki tingkat suku bunga rendah atau suku bunga tinggi yang akan memberikan implikasi penting untuk mencapai tujuan ekonomi suatu negara. 

Stabilitas harga dan pemerataan pendapatan yang merupakan tujuan ekonomi suatu negara yang dapat dicapai dengan kebijakan moneter atau kebijakan fiskal. Pemerataan pendapatan dan stabilitas harga dapat dicerminkan pada distribusi penyaluran kredit dari bank komersil pada masyarakat. 

Secara sederhana, Teori Sirkuit moneter menggambarkan aktivitas trilateral agen ekonomi. Pertama, Bank sebagai penyedia alat transaksi yaitu uang. Kedua, perusahaan sebagai penyedia komoditas pangan dan energi. Ketiga, pekerja atau sektor rumah tangga sebagai konsumen dan produsen. Namun, dengan kondisi geoekonomi global yang menurun kegiatan-kegiatan dalam sirkulasi moneter tersebut mengalami gangguan atau hambatan.

Secara konseptual Ilmu Geoekonomi berkembang dari kajian Geopolitik dengan asumsi dasar perilaku dan pengelolaan kekuasaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan geografisnya. Secara tinjauan pustaka lebih jauh menunjukkan bahwa munculnya istilah geoekonomi merupakan strategi perdamaian panjang setelah berakhirnya perang dunia kedua (Makmur dkk, 2020). 

Tujuan utama dari geoekonomi adalah untuk mencegah perang berdarah antar negara. Namun hal ini, tidak berarti bahwa kompetisi antar negara hilang. Dapat disimpulkan bahwa dalam konteks geoekonomi negara-negara bersaing untuk bisa memiliki kekuatan ekonomi (economic power). 

Penurunan tingkat kepercayaan geoekonomi yang sedang terjadi saat ini diproyeksikan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi global bahkan lebih buruk jika dibandingkan pada saat pandemi Covid 19 atau pasca pandemi. 

Oleh sebab itu, masing-masing negara berlomba-lomba mempertahankan stabilitas ekonomi negaranya dengan berbagai macam kebijakan salah satunya adalah kebijakan menaikkan suku bunga guna memperlancar sirkulasi keuangan serta aktivitas ekonomi bagi masyarakat yang berperan penting dalam mempertahankan kekuatan ekonomi domestik dan global.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antara terjadinya penurunan geoekonomi saat ini menghambat sirkulasi aktivatas ekonomi baik secara domestik ataupun secara global. Berdasakan Laporan Perekonomian Bank Indoensia tahun 2022 terdapat Lima hambatan ekonomi global yang menjadi tantangan besar untuk mempertahankan perekonomian nasional. 

Pertama, pertumbuhan ekonomi dunia menurun akibat fregmentasi politik. 

Kedua, peningkatan inflasi yang tinggi akibat gangguan pasokan komoditas pangan dan energi. 

Ketiga, suku bunga acuan kebijakan global meningkat. Keempat, mata uang dolar AS menguat dengan kenaikan suku bunga acuan AS dan ketidakpastian pasar keuangan global. Kelima, fenomena "cash is the king" terjadi, dimana investor menarik dananya dari negara berkembang sejalan dengan persepsi risiko investor global.

Sumber : Laporan Perekonomian 2022 Bank Indoensia
Sumber : Laporan Perekonomian 2022 Bank Indoensia

Sejak meluncurnya operasi militer Rusia ke Ukraina pada tanggal 24 Febuari 2022, dalam  satu tahun terakhir Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) secara perlahan dan bertahap dari angka 3,50% saat ini menjadi 5,75%, 

Hal ini tentu sebagai bentuk kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mempertahankan perekonomian nasional. Kedepannya pemerintah sebagai otoritas kebijakan fiskal dan Bank Indonesia sebagai otoritas kebijakan moneter diharapkan terus bersinergi melakukan bauran kebijakan ekonomi nasional guna memperkuat dan mendukung ketahanan ekonomi serta pemulihan ekonomi nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun