Mohon tunggu...
Elnado Legowo
Elnado Legowo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Kata-kata memiliki kekuatan untuk mengesankan pikiran tanpa menyempurnakan ketakutan dari kenyataan mereka. - Edgar Allan Poe

Selanjutnya

Tutup

Horor

Raksasa di Balik Gunung - Part 2

20 Oktober 2023   12:40 Diperbarui: 24 Oktober 2023   13:31 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Elnado Legowo

(Klik ini untuk melihat part sebelumnya.)

Waktu demi waktu telah berlalu. Para bantuan -- baik itu ambulans mau pun tim kepolisian -- yang dikirim oleh pihak rumah sakit masih belum kunjung datang. Jan yang awalnya koma, kini dia telah meninggal sebelum sadar. Perihal ini membuat Tiwi terpukul dan dihantui oleh perasaan bersalah. Lantas Chokrin dan Dylan segera membawa jasad Jan ke tempat yang tertutup, lalu disatukan dengan jasad Sarah.
 
Sedangkan Zafia yang panik, dia terus menghubungi pihak rumah sakit untuk menindaklanjuti atau mengetahui lokasi bantuan yang mereka kirim berada. Namun seiring berjalannya waktu, sinyal mulai memburuk tanpa sebab yang jelas sehingga membuat Zafia kian frustrasi.
 
Walhasil Chokrin, Zafia dan Tiwi hanya bisa berkumpul di ruang utama hotel dengan perasaan bimbang dan takut. Mereka tidak tahu apa yang sedang mereka hadapi, dan juga tidak tahu harus berbuat apa selanjutnya. Sedangkan Dylan, dia sedang sibuk menelusuri buku-buku tebal dan isi laptopnya, di dalam ruang pribadi Hauswart Tua.
 
Chokrin -- selaku pencetus ide tamasya -- mulai mengalami kemerosotan mental. Dia dipenuhi oleh perasaan rancu; seperti rasa bersalah karena mengajak teman-temannya untuk bertamasya ke Pedesaan Alpenblick; rasa takut akan ketidaktahuan; hingga berbagai perasaan lainnya yang sulit dijelaskan. Zafia yang menyadari keadaan Chokrin, dia segera mendekati dan menenangkannya.
 
Selang beberapa waktu kemudian, Dylan keluar dari ruang pribadi Hauswart Tua dan memberitahu bahwa dia telah menemukan arti dari apa yang diucapkan Lukas, sekaligus inti dari cerita aneh Hauswart Tua sebelumnya. Berdasarkan hasil penelusuran di internet dan buku-buku mitologi, arkeologi hingga antropologi; Dylan mendapati sesuatu yang luar biasa.
 
Dylan telah menggali begitu dalam tentang sejarah dan mitologi Pedesaan Alpenblick, mencari segala petunjuk tentang Frostgeist dan serangkaian kata-kata yang penuh teka-teki dari mulut Lukas. Dylan menyadari bahwa ada benang merah yang menghubungkan mitologi Pedesaan Alpenblick dengan mitologi lokal di tanah kelahirannya, Indonesia, terutama di Pulau Jawa.
 
Sontak ini memicu ingatannya tentang prasasti-prasasti ganjil peninggalan Kerajaan Majapahit yang pernah dia pelajari sebelumnya. Hal ini mengarah ke "Grner Knig" yang memiliki deskripsi yang sangat mirip dengan sosok misterius "Raja Hijau" dalam mitologi Jawa kuno. Sedangkan "Schattengeheimnis" sendiri -- apabila diteliti dan diterjemahkan -- adalah "Rahasia Bayangan"; namun jika dicocokan dengan naskah pada prasasti-prasasti ganjil, maka itu akan menjadi sinonim dari "Angkaramerta" tempat bersemayamnya Raja Hijau.
 
"Tetapi apa hubungannya dengan Frostgeist?" tanya Chokrin.
 
Lalu Dylan kembali menjelaskan dari referensi yang dia dapat, sehingga membuat bulu kuduk berdiri bagi siapa saja yang mendengarkannya. Dylan menyadari bahwa "Weiser" -- berarti "seseorang yang bijaksana" -- jika diterjemahkan dengan naskah dari prasasti-prasasti ganjil, maka memiliki kemiripan arti dan karakter atau sifat dengan "Angkarapandita".
 
"Dalam mitologi Jawa." ujar Dylan, "Angkarapandita adalah pengikut Raja Hijau, namun dari golongan dewa kuno yang sulit dimengerti oleh akal sehat. Mereka memiliki perannya tersendiri, tapi juga memiliki sebuah kesamaan. Yakni mencari pengorbanan manusia."
 
"Maksudnya?" tanya Chokrin sambil bergetar.
 
"Menurutku, Frostgeist adalah Weiser atau Angkarapandita." jawab Dylan, "Bukankah tadi Lukas berteriak dan menyebut-nyebut pengorbanan?"
 
Sontak semua orang terdiam untuk beberapa saat, sampai Zafia memberanikan diri untuk bertanya;
 
"Apakah mungkin, ada koneksi antara mitologi di dua belahan dunia yang begitu berbeda?"
 
"Aku tidak bisa menjawabnya dengan pasti. Karena ini tampak seperti cocoklogi. Akan tetapi, ini terlalu akurat untuk dibilang sebagai kebetulan semata. Terlebih lagi, dalam mitologi yang tertulis dalam prasasti-prasasti ganjil; para Angakarapandita itu tersebar ke seluruh penjuru dunia dan berbagai benua." jawab Dylan, "Tampaknya ini adalah sebuah benang merah yang menghubungkan dunia kita dengan dunia yang lebih tua, yang penuh rahasia dan ketakutan."
 
Arkian, mereka semua -- kecuali Tiwi -- segera menghampiri Hauswart Tua yang sedang terduduk resah di samping kasur Lukas. Lantas Chokrin dan Zafia meminta penjelasan tentang "pengorbanan" yang diucapkan oleh Lukas sebelumnya. Pada awalnya Hauswart Tua menolak dan menyangkalnya, tapi Chokrin dan Zafia terus mendesak.
 
Sempat terjadi perdebatan sengit di antara para mahasiswa Indonesia dengan pria tua Jermanik yang keras kepala. Namun berkat pendekatan yang cerdas, akhirnya Hauswart Tua mau mengalah dan menjelaskan tentang "pengorbanan" dengan perasaan berat dan penuh kekhawatiran. Sedangkan Dylan yang berada di sebelahnya, hanya menyimak sampai mulai menunjukan gestur tubuh yang terkejut, lalu berubah jadi kengerian.
 
Setelah Hauswart Tua selesai menjelaskan, dengan penuh keraguan dan kengerian Dylan berusaha menerjemahkannya dalam kalimat yang gugup. Itu suatu hal yang sulit untuk diterima dan dilontarkan. Karena informasi itu adalah sesuatu yang sangat dirahasiakan dan disakralkan dengan sangat hati-hati oleh penduduk setempat dari orang-orang luar. Bahkan awalnya Chokrin dan Zafia sempat ragu dengan hasil terjemah Dylan, meski diyakinkan oleh bahasa tubuhnya yang jujur.
 
Tampaknya kehadiran Frostgeist juga berhubungan dengan praktik ritual yang tidak lazim dan mengerikan. Menurut legenda yang dipercaya oleh penduduk Pedesaan Alpenblick, demi menjaga keseimbangan dan mencegah amukan Frostgeist, setiap tahun harus ada pengorbanan yang dilakukan setiap musim dingin. Seorang perempuan muda yang dianggap memiliki kemurnian tertentu, akan dipilih sebagai persembahan untuk Frostgeist; sebagai tanda perdamaian sekaligus untuk menjaga agar makhluk tersebut tidak menyerang pedesaan dengan amukan yang dahsyat.
 
Penduduk Pedesaan Alpenblick merasa percaya bahwa persembahan ini dapat memuaskan Frostgeist dan memastikan amukannya tidak merusak lingkungan dan masyarakat. Ritual ini tidak hanya menjadi bagian dari tradisi, tapi sudah dianggap sebagai suatu kewajiban yang mencegah malapetaka mengerikan. Ritual ini telah dilakukan secara turun-temurun dan abad demi abad.
 
Namun ritual yang pada awalnya dilakukan untuk mencegah malapetaka, kini berkembang lebih gelap, yakni menjadi sebuah pemujaan. Mereka mulai menganggap Frostgeist bagaikan makhluk yang sakral atau dewa kuno -- manifestasi langsung dari kekuatan kosmik yang penuh berkah.
 
Dalam keyakinan mereka yang menyimpang, ritual itu adalah bentuk penghormatan lebih terhadap makhluk tersebut. Mereka percaya bahwa dengan memberi persembahan, maka mereka bisa mendapatkan kekuatan, kekayaan dan pengetahuan yang luar biasa dari makhluk tersebut. Pemikiran mereka benar-benar terbungkus dalam kegelapan yang menghantui, dan kebenaran sebenarnya telah hilang dalam dogma yang mengerikan.
 
Orang-orang yang memimpin pemujaan terhadap Frostgeist akan menamai diri mereka sebagai "Adeptus Frigus" atau disebut sebagai "Ahli Dingin". Mereka tidak dipilih secara sembarang atau sukarela, melainkan melalui serangkaian ritual khusus yang tidak boleh dijelaskan kepada orang asing. Lantas mereka membangun altar-altar persembahan di dalam hutan pinus cembra yang sangat tersembunyi, sekaligus dekat dengan kaki Gunung Ewig -- di mana hanya para Adeptus Frigus yang tahu.
 
Pernyataan ini semakin menguatkan bahwa adanya koneksi di antara mitologi dari dua benua yang berbeda. Frostgeist memanglah Angkarapandita yang menuntut pengorbanan manusia. Meski sulit untuk diterima secara nalar, tapi lebih sulit untuk menyangkalnya.
 
****
 
Lukas tiba-tiba menjadi sadar, dan para mahasiswa itu segera berpaling dari Hauswart Tua sambil memanggil Tiwi. Lantas Tiwi segera menanggalkan kegalauannya, lalu bergegas mengevaluasi kondisi Lukas sekaligus memeriksa luka-lukanya.
 
Di saat itulah, Lukas bertanya -- tentu -- di mana dia berada sekarang, dan Hauswart Tua menjelaskan. Lukas tidak begitu terkejut tapi tampak ada kekhawatiran di wajahnya. Kemudian Lukas kembali bertanya tentang keadaan Sarah. Hauswart Tua hanya menjawab dengan singkat bahwa Sarah telah meninggal. Seketika mata Lukas berkaca-kaca, tapi dia segera menahan tangisnya.
 
Arkian, Lukas memalingkan matanya ke arah para mahasiswa, lalu bertanya dengan dibantu terjemahan dari Dylan;
 
"Kamu melihat-Nya? Sesuatu yang mengawasi di dalam pepohonan pinus cembra. Mata-Nya yang bersinar bagaikan bintang."
 
Dylan segera menggelengkan kepala. Chokrin tampak ragu. Sedangkan Zafia dan Tiwi tidak berkata apa-apa, tapi ekspresi serta matanya seakan mengiyakan pertanyaan Lukas.
 
Sinyal itu telah sampai kepada Lukas, dan sontak tatapannya jadi aneh dan dia berkata lagi;
 
"Dia akan datang kepada kalian!"
 
Kemudian Hauswart Tua berusaha menenangkan Lukas dan meminta para mahasiswa untuk menunggu di luar kamar, kecuali Tiwi yang masih melakukan evaluasi dan pengecekan terhadap kondisinya. Lantas para mahasiswa itu pergi meninggalkan kamar -- sambil memberinya waktu agar Lukas lebih sadar sepenuhnya -- sekaligus berdiskusi perihal tindakan yang harus diambil. Dari hasil diskusi itulah, mereka tampak mulai sepakat untuk segera kembali ke apartemen sewaan mereka di Luzern; setelah para bantuan tiba dan mengangkut para korban. Mereka juga meyakini bisa meminta pertolongan transportasi kepada para bantuan tersebut.
 
Beberapa waktu kemudian, Tiwi keluar dari dalam kamar dan menyimpulkan bahwa Lukas tidak dalam kondisi baik. Tiwi juga menekankan, bahwa denyut nadinya tampak lemah dan tidak stabil -- mendekati kondisi Jan sebelum meninggal. Maka dari itu, Tiwi berharap penuh agar ambulans segera datang sebelum terlambat.
 
Di lain sisi, meski Lukas berada dalam setengah sadar, Hauswart Tua berusaha menanyai apa yang telah terjadi dengannya. Sedangkan Dylan yang masih penasaran, dia menguping percakapan mereka dari depan kamar -- melalui sela pintu -- sampai habis, lalu terkejut ngeri. Hal itu mengundang para mahasiswa lainnya untuk ingin tahu apa yang Dylan dengar, sehingga dia berusaha sebaik mungkin menyusun cerita yang berantakan dari Lukas agar mudah dipahami.
 
****
 
Berdasarkan kesaksian Lukas yang telah disalin dan disusun dengan jelas oleh Dylan;
 
"Sebagai salah seorang Adeptus Frigus yang telah puluhan tahun hidup memuja kepada Frostgeist, sekaligus menjadi salah satu pengikut yang taat dan setia. Namun, ketika Sarah -- putri semata wayangnya -- terpilih untuk dikorbankan kepada Frostgeist, Lukas merasa seakan-akan dunia yang telah dibangun selama bertahun-tahun runtuh dengan sangat cepat. Sebab dia adalah seorang ayah yang mencintai putri semata wayangnya, lebih dari apa pun yang ada di dunia ini.
 
Alhasil, pikirannya berputar dalam konflik yang tidak terpecahkan antara cintanya yang mendalam terhadap putri semata wayangnya, dan kesetiaannya sebagai Adeptus Frigus terhadap Frostgeist. Inilah yang menjadikan sebuah ujian iman dan cinta sejati bagi Lukas.
 
Bahkan setiap kali Lukas memandang wajah Sarah, dia selalu teringat dengan istrinya yang telah lama meninggal; sebuah impian masa depan yang cerah dan penuh kebahagiaan. Lukas tidak ingin putrinya mati demi dewa kafir yang belum pernah dia lihat rupanya -- meski saat ritual pengorbanan -- dan selama ini menjadi teror bagi Pedesaan Alpenblick; meski dia sadar bahwa menolaknya sama saja membiarkan malapetaka terjadi di desanya.
 
Selama malam-malam gelap penuh kegelisahan yang memimpin ke ritual pengorbanan, Lukas terus merenungkan pilihan yang begitu sulit itu. Dia terus berpikir tentang bagaimana dia bisa melindungi Sarah; tentang bagaimana dia bisa melarikan diri dari Gunung Ewig dan Pedesaan Alpenblick bersamanya. Tetapi ketakutan akan kemurkaan Frostgeist dan konsekuensi yang mengerikan juga ikut meneror pikirannya.
 
Dalam saat-saat terakhir sebelum ritual dimulai, Lukas merasa air mata mengalir di pipinya. Dia benar-benar ingin meraih putrinya dan membawanya pergi menjauh dari sana -- menjauh dari segala bahaya. Tetapi dia tahu bahwa pengkhianatan akan berdampak buruk pada seluruh teman-teman lamanya di komunitas Adeptus Frigus, termasuk para penduduk desanya.
 
Dalam ketidakpastian dan tekanan emosional yang luar biasa, Lukas akhirnya mengambil sebuah keputusan yang sangat sulit, dan sebuah langkah besar yang akan mengubah takdir mereka semua. Lukas secara diam-diam mengirim pesan anonim kepada Jan; seorang polisi muda dari luar desa yang diketahui telah menaruh hati kepada Sarah. Pesan itu berisi tentang rencana untuk menggagalkan ritual pengorbanan dan petunjuk-petunjuk menuju ke lokasi ritual.
 
Lantas ketika malam ritual pengorbanan dimulai, Jan memasuki hutan gelap dan tersembunyi di kaki Gunung Ewig -- sesuai arahan dari surat anonim yang diterimanya -- secara diam-diam. Di sanalah Jan menemukan Sarah yang terikat dan ketakutan, sedang dibaringkan di atas meja altar batu yang kasar.
 
Saat ritual berlangsung, Lukas -- selaku pemimpin ritual -- menghentikan mantra yang dinyanyikannya. Para Adeptus Frigus -- yang sebelumnya tenang dan tekun dalam pelaksanaan ritual -- lalu berubah menjadi bingung, khawatir dan marah. Beberapa di antara mereka berteriak dan menunjukkan ekspresi wajah yang membingungkan, sebagai reaksi terhadap penghentian mendadak tersebut. Mereka merasa bahwa mereka telah mengecewakan Frostgeist. Alhasil terjadilah keributan di antara para Adeptus Frigus. Kondisi itu segera dimanfaatkan oleh Jan untuk membebaskan Sarah dari ikatan-ikatan ritual. Lantas Sarah yang pucat dan lemah, segera dibawa pergi dari tempat itu.
 
Kemudian dari itu, para Frostgeist muncul dari balik kegelapan -- dari hutan-hutan dan tebing-tebing Gunung Ewig -- dalam bentuk yang menakutkan di depan mata mereka untuk pertama kalinya. Itu adalah entitas-entitas mengerikan dengan wujud yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata; suara-suara mengerikan menggema di dalam hutan saat mereka mengamuk. Perihal ini menciptakan rasa kengerian tidak terucap bagi para Adeptus Frigus yang sebelumnya merasa kuat dan dilindungi oleh kekuatan para Frostgeist. Para Adeptus Frigus tahu bahwa mereka telah mengecewakan sesuatu yang sangat kuat, dan sekarang mereka harus menghadapi konsekuensinya.
 
Kini Frostgeist marah dan mengeluarkan suara melengking. Dalam kemarahannya, entitas tersebut memicu badai angin dan es yang mengerikan, mengubur beberapa Adeptus Frigus di bawah lapisan es yang tebal. Beberapa Adeptus Frigus di dekat altar pengorbanan, yang sebelumnya adalah manusia, mulai mengalami perubahan secara gaib dan penuh horor. Tubuh mereka perlahan-lahan mulai mencair dan membeku kembali dalam bentuk yang menyerupai Frostgeist. Mereka berubah menjadi entitas yang terkait erat dengan Frostgeist, seperti bagian dari keberadaannya yang mengerikan. Wajah-wajah mereka yang sebelumnya manusiawi, sekarang terdistorsi dan menjadi sangat menyeramkan untuk dilihat. Mata mereka mulai memancarkan sinar-sinar aneh, sehingga tampak seperti kelap-kelip bintang di cakrawala yang gelap. Kulit mereka telah berevolusi menjadi sebuah materi yang asing sekaligus aneh. Tinggi badan mereka mengalami perkembangan yang cepat dan tidak masuk akal, hingga melebihi tinggi manusia pada umumnya.
 
Perubahan mengerikan ini tidak terjadi hanya pada fisik, tapi juga sifat mereka. Kini mereka bertindak selayaknya hewan maniak dan mulai menyerang sesamanya yang masih utuh, normal, dan hendak melarikan diri secara membabi buta. Walhasil peristiwa itu menciptakan jeritan kengerian, sekaligus memilukan yang mewarnai seisi hutan pinus cembra yang tersembunyi itu.
 
Beruntung Lukas berhasil lari sebelum para Frostgeist tersebut mengamuk dan mengeluarkan suara melengking terkutuknya. Lantas dia segera menyusul Jan dan Sarah, untuk lekas pergi dari lokasi ritual saat jeritan, raungan, lengkingan, dan huru-hara mengerikan masih terdengar di belakang mereka. Mereka tahu bahwa bahaya belum berakhir, dan mereka harus mencari perlindungan dari kemarahan kosmik yang telah mereka kecewakan. Sebab para Frostgeist telah mengejar mereka; bahkan sangat sulit untuk bisa lolos dari murka dan buruannya."
 
Itu adalah serpihan memori yang berhasil dikumpulkan oleh Lukas dalam kondisi yang sekarat dan setengah sadar. Setelah dari kejadian itu, Lukas tidak dapat mengingat kelanjutannya hingga penyebab kondisinya jadi sangat mengenaskan, seperti saat ditemukan. Bahkan dia juga tidak sadar sudah hilang begitu lama, karena semua terjadi begitu cepat, muram dan membingungkan.
 
Hauswart Tua yang menyimak cerita Lukas, berusaha memahami dan menenangkannya. Tampaknya beberapa penduduk Pedesaan Alpenblick -- meski berjumlah minoritas -- belakangan ini menentang apa yang mereka sembah, dan kemarahannya terasa. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang kehilangan putri atau saudara perempuan mereka, akibat dari ritual pengorbanan. Alhasil jadi tidak mengherankan, saat upaya penggagalan ritual yang dilakukan Lukas dan Jan, semua berjalan terlalu sempurna. Sebetulnya ada rasa kecewa dalam diri Hauswart Tua kepada Lukas; tapi karena empati, dia tidak bisa menyalahkan sepenuhnya.
 
Setelah kesaksian itu, Lukas menjadi sangat tidak koheren dan bermasalah. Dia terus mengoceh rancu tentang segerombolan raksasa mengerikan yang mengejar mereka, selama proses melarikan diri dengan penuh ketakutan sepanjang hutan pinus cembra yang gelap dan lebat. Lukas juga menceritakan bahwa murka dari para raksasa terkutuk itu juga menuntut balas dendam kepada sisa penduduk atau orang-orang yang ada di Pedesaan Alpenblick; bukan hanya kegagalan ritual pengorbanan dan pelarian Sarah -- yang terpilih untuk dikorbankan -- saja, tapi juga sikap dingin di sebagian kecil anggota Adeptus Frigus dan penduduk desa yang mulai menentang ritual tersebut.
 
Di antara ratapan histeris dan sanjungan gemetar terhadap para Frostgeist, kesaksian Lukas yang terdistorsi telah memunculkan sebuah gambaran mengerikan tentang gerombolan makhluk raksasa yang datang ke desa dari Gunung Ewig, menarik orang-orang ke dalam hutan-hutan pinus cembra di kaki gunung secara gaib mau pun beringas, lalu menyeleksi siapa saja yang akan dijadikan sesama Frostgeist atau dimangsa hidup-hidup. Tiap malam raksasa-raksasa itu mencari satu demi satu penduduk atau manusia -- siapa pun yang mereka jumpai -- dan kini mereka yang berada di dalam hotel adalah yang tersisa di Pedesaan Alpenblick.
 

Bersambung ke Part 3.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun