Mohon tunggu...
elma sarianti sabelau
elma sarianti sabelau Mohon Tunggu... Mahasiswa

teruslah belajar, sebab bukan hasil tapi proses , memasak, volly, baca buku, musik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Narasi Antagonistik Tentang Diri Yang Tidak Pernah Selesai Dituliskan

24 Juli 2025   11:55 Diperbarui: 24 Juli 2025   11:55 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Mencari diri, bukan sekadar pantulan ( Sumber: Pixpay )

"Setiap kita sedang menapaki jalan hidupnya sendiri. Dan bagiku, hidup bukan perlombaan melawan orang lain tapi perjalanan untuk menyaingi diriku yang kemarin, agar hari ini bisa melangkah lebih baik dan lebih berani."

Kita Bukan Tokoh Utama yang Selalu Menang

Setiap manusia membawa naskahnya sendirinarasi hidup yang ditulis diam-diam dalam pikiran dan perasaan. Aku pun begitu. 

Ada masa ketika aku ingin dikenal, ingin dilihat, seolah pengakuan dari luar bisa menjawab sesuatu yang kosong di dalam. 

Tapi bersamaan dengan itu, muncul ketakutan: bagaimana jika yang mereka lihat bukan siapa aku sebenarnya? Bagaimana jika penilaian mereka justru mengaburkan jati diriku? 

Dan perlahan aku belajar, bahwa tak semua bagian dari kisah hidup pantas dibuka ulang. Ada cerita yang cukup disimpan dalam diam, bukan karena malu, tapi karena dari sanalah aku belajar menjadi manusia.

Ada bab-bab kelam yang sengaja kita kunci rapat bukan karena lupa, tapi karena terlalu sakit untuk diingat. Di tengah rutinitas, aku sering terdiam dan bertanya: apakah langkah yang kutempuh hari ini benar? 

Apakah semua yang kulakukan sungguh bermakna, atau hanya sekadar bertahan? Kita berpura-pura kuat di hadapan dunia, padahal dalam sunyi, kita menggenggam pecahan diri yang retak bagian yang tak kunjung pulih, tapi tetap kita bawa sambil tersenyum seolah tak ada yang luka.

Diri yang Penuh Versi, Tapi Tak Satu pun Benar-Benar Lengkap

Kita semua sedang menulis cerita hidup masing-masing, tapi tidak semua bagian ingin dibaca ulang. Ada bab-bab yang kelam, penuh luka, dan tak pernah selesai. 

Kita tumbuh dengan banyak tuntutan menjadi anak yang baik, teman yang menyenangkan, manusia yang kuat. Lama-lama, kita kehilangan versi asli dari diri kita sendiri. 

Dari luar terlihat baik-baik saja, tapi di dalam ada suara kecil yang terus bertanya: "Kenapa aku belum sembuh?" "Apakah aku gagal jadi manusia yang baik?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun