Mohon tunggu...
Elma Rahmawati
Elma Rahmawati Mohon Tunggu... Apoteker - pelajar/mahasiswa

hobi membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pengaruh Agama dan Efektifitas Ibadah terhadap Kesehatan Mental

28 Januari 2023   09:42 Diperbarui: 28 Januari 2023   09:47 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Elma Rahmawati 

202210410311034

PRODI FARMASI, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Ibadah tidak lepas dari unsur kesehatan, nikmat Allah SWT yang paling besar adalah nikmat sehat. Tanpa fisik dan mental yang sehat manusia tidak bisa melakukan aktivitasnya. Dengan begitu nikmat sehat tersebut perlu disyukuri, agar pemberian Allah kepadaya semakin bertambah. "sesungguhnya allah melibat bekas nikmat yang ia berikankepada hamba-nya." (HR. Tirmidzi dan Hakim, imam suyuthi meng-basan kannya).

Dalam agama setiap aspek kehidupan selalu di atur baik itu hal-hal besar seperti beribadah, pola makanan yang sehat, berpuasa, pekerjaan sampai pada hal-hal yang kecil dalam kehidupan sehari-hari seperti berpakaian, memakai sandal, keluar rumah dan lain-lain. Dan dalam islam mempersilahkan manusia dengan kecerdasannya untuk mengembangkan sains dan teknologi, menurut Mahdi Guhulsyani bahwa dalam AlQur'an terdapat 750 ayat yang mempunyai relevansi sains dan teknologi. Karena itu para ilmuan tidak menemukan kesulitan dalam menghubungkan ala mini (sains) dan tuhan, sebab dengan adanya Al-Qur'an para ilmuan menganggap bahwa poros utama ilmu pengetahuan modern tidak sedikit yang diwariskan oleh islam.  Fungsi sains dan teknologi tidak hanya sekedar sebagai kemaslahatan umat guna membangun muslim yang lebih besar, namun memiliki peran lainnya untuk membawa para ilmuan ke arah yang bukan hanya mengenal tetapi juga mengimani sang pencipta kehidupan ini Allah swt. Dengan semangat yang tinggi terhadap sains modern di imbangi

dengan nilai-nilai tauhid yang kokoh,menghantarkan umat islam memegang superioritas kebijaksanaan dalam segala bidang.

Menurut Bogdan dan Taylor kesehatan mental mencakup beberapa hal seperti kenyamanan emosional, psikologi dan hubungan sosial ketiga aspek tersebut dapat mempengaruhi cara seorang berfikir merasakan dan bertindak dan mempengaruhi cara mengatasi stres. Kesehatan mental merupakan halnyang penting mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa. Gangguan kesehatan mental tidak seperti gangguan pada fisik yang dapat yang langsung dapat diobati berdasarkan tanda dan gejala tetapi berdasarkan beberapa besar kondisi memengaruhi kehidupan sehari-hari seperti tingkah laku, perasaan dan cara piker.

Menurut fitrahnya, manusia mahluk beragama (homo religius) yaitu mahluk yang memiliki rasa keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrahannya inilah yang membedakan manusia dari hewan, dan juga yang mengangkat harkat dan martabatnya atau kemualiaannya di sisi Tuhan. (Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018) menyatakan bahwa agama pedoman hidup manusia telah memberikan petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental yang sehat Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut.

  • Memelihara Fitrah

 Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, bersih dari dosa dan kenajisan. Namun karena manusia memiliki hawa nafsu (naluri dan dorongan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya) dan ada pihak luar yang selalu berusaha menipu dan menyesatkan manusia dari kebenaran yaitu setan, maka manusia sering melakukan perbuatan dosa. Agar manusia dapat mengendalikan hawa nafsunya dan terhindar dari godaan setan (tetap suci), manusia harus beragama atau takut kepada Allah. Jika seseorang takut kepada Allah, itu berarti dia telah menjaga fitrahnya yang sebenarnya dan merupakan salah satu penerima manfaat dari Allah.

  •  Memelihara Jiwa

Agama sangat menghormati harkat dan martabat manusia. Untuk menjaga kemuliaan jiwa manusia, agama melarang dan melarang manusia dianiaya, disiksa, dan dibunuh.

  • Memelihara Akal

Allah telah menganugerahkan karunia kepada manusia tanpa harus memberikannya kepada makhluk lain, yaitu akal. Untuk itu, manusia memiliki: (a) kemampuan membedakan yang baik dan yang jahat, atau memahami dan menerima nilai-nilai, dan (b) mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, atau mengembangkan agama; Budaya. Berkat kemampuan inilah manusia dapat berkembang menjadi makhluk yang beradab (beradab). Karena pentingnya peran akal, agama memberikan petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memeliharanya, yaitu agar manusia: (a) mensyukuri nikmat akal, memanfaatkannya secara optimal untuk berpikir, belajar atau mencari ilmu. : dan (b) menjaga diri dari perilaku yang merusak pikiran, seperti: minum (Miras). penggunaan narkoba ilegal, penggunaan narkoba (Naza) dan hal-hal lain yang mengganggu fungsi akal sehat.

  • Memelihara Keturunan

Agama mengajarkan orang bagaimana mempertahankan garis keturunan ilahi atau sistem regenerasi. Aturan atau norma agama untuk memelihara anak adalah pernikahan. Perkawinan adalah upacara keagamaan yang sakral (suci), yang harus dilakukan oleh seorang pria dan wanita sebelum memiliki hubungan darah sebagai suami istri. Pernikahan ini bertujuan untuk menciptakan keluarga sakinah (damai, nyaman), mawaddah (cinta, saling menghormati) dan rahmah (menerima banyak hadiah dari Allah).

Gangguan kesehatan mental dapat menyebabkan kecemasan seseorang dalam kehidupan sehari-hari (Hulandari & Laturette, 2021).Terkadang masalah kecil bisa berubah menjadi masalah besar, sedangkan bagi orang lain masalah ini tidak begitu besar. 

Intensitas perasaan seperti itu biasanya membuat seseorang gelisah, tidak bisa tidur, kurang nafsu makan, dll. Orang yang emosinya terganggu mempengaruhi kesehatan mentalnya sehingga tidak merasakan nikmatnya hidup, tidak bahagia dan tidak tentram dalam hidupnya. Uraian di atas menjelaskan pentingnya agama dalam kesehatan mental. Atas dasar itu, merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi bagi anak-anak untuk belajar agama. 

Mengenai pendidikan agama ini, Dadang Hawari (1997:167) dalam (Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018) mengatakan: "Bagaimanapun perubahan sosial budaya terjadi, pendidikan agama harus selalu diutamakan. Karena di dalamnya terkandung pedoman moral, etika dan hidup sehat yang bersifat universal dan abadi." Maksud pendidikan agama di sini bukan hanya memberikan pelajaran agama kepada anak, akan tetapi yang terpokok adalah terkait dengan penanaman keimanan kepada Tuhan, pembiasaan mematuhi dan memelihara nilai-nilai, atau kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama (menjalankan perintah atau kewajiban. dan menjauhi larangan atau yang diharamkan Allah). (Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018). 

Untuk itu, maka kepada anak perlu dijelaskan tentang apa yang diperintahkan Allah kepada manusia, seperti: shalat, zakat, shaum, haji, berdoa, berbuat baik kepada sesama manusia (terutama kepada kedua orang tua), menuntut ilmu (belajar), bertutur kata yang sopan, dan berperilaku jujur, dan yang dilarang atau diharamkan Allah, seperti: memakan makanan atau meminum minuman yang haram, berdusta, mencuri, berzina, LGBT (Lesbian, Gay Biseksual, dan Transgender), membunuh, bermusuh musuhan (tawuran), bersikap hasud, dan sebagainya. (Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018).

Agar penanaman kaidah-kaidah agama tersebut mudah diamalkan oleh anak, maka cara yang paling ampuh untuk ditempuh orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya adalah memberikan contoh atau teladan yang baik kepada anak. Pendidikan agama ini perlu diberikan kepada anak sejak kecil (usia dini atau masa pra-sekolah), karena nilai-nilai agama yang terinternalisasi atau mempribadi sejak kecil akan menjadi benteng moral yang kokoh, dan mampu mengontrol tingkah laku dan jalan kehidupannya, serta menjadi obat anti penyakit (gangguan jiwa). (Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018)

(Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018) dalam bukunya menyatakan pendidikan agama ini perlu diberikan kepada anak sejak kecil (usia dini atau masa pra-sekolah), karena nilai-nilai agama yang terinternalisasi atau mempribadi sejak kecil akan menjadi benteng moral yang kokoh, dan mampu mengontrol tingkah laku dan jalan kehidupannya, serta menjadi obat anti penyakit (gangguan jiwa). Terkait dengan pentingnya pendidikan agama bagi anak,  agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak akan menjadi bagian dari unsur-unsur kepribadiannya, yang dapat menjadi pengendali dalam menghadapi segala keinginan dan dorongan yang timbul. Keyakinan terhadap agama akan mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam. 

Agar pendidikan agama ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka semua pihak yang terkait orang tua, para pendidik (dosen atau guru), para tokoh masyarakat, para kiai ajengan/ustaz, dan pemerintah-harus bekerja sama dalam menanamkan nilai-nilai agama, baik melalui bimbingan, pengajaran, pembiasaan, maupun contoh-contoh (teladan), serta berusaha semaksimal mungkin untuk menghilangkan atau menumpast berbagai sumber-sumber dekadensi moral yang terjadi di masyarakat. Dalam perkembangan historis, pendekatan agama terhadap kesehatan mental tidak mudah diterima begitu saja oleh kalangan ilmuwan psikologi. Terjadi dualisme pandangan terhadap penggunaan pendekatan keagamaan. 

Ada sebagian ilmuwan yang menyetujui bahkan sebagai pelopor pemerhati pendekatan agama dalam aspek kehidupan manusia. Akan tetapi, disisi lain, ada juga sebagian ilmuwan psikologi dan ilmuwan lainnya, yang memandang negatif terhadap peranan agama dalam aspek kehidupan manusia. 

Di antara beberapa tokoh yang memandang negatif peranan agama adalah Sigmund Freud, yang menyamakan antara aktivitas terperinci dan berulang-ulang yang dilakukan oleh orang yang menderita obsesi dan memiliki perhatian secara detil terhadap sesuatu, dengan watak repetitive ritual-ritual keagamaan. keduanya memperlihatkan suatu kualitas talismatik (jimat) dan pada dasarnya memiliki sifat protektif. Maka baginya, agama harus dilihat sebagai suatu neurosis obsessional universal dan neurosis obsessional dilihat sebagai suatu sistem kegamaan privat. 

Selain itu yang menyimpulkan bahwa Tuhan merupakan sebuah delusi, yaitu sebuah khayalan yang merusak. Selanjutnya, Nietzsche mengungkapkan pandangan tentang "kematian Tuhan". Bahwasannya manusia tidak lagi dilibatkan oleh dunia transenden, tidak lagi berlindung di bawah naungan Tuhan. Hal ini dikarenakan, ide Tuhan dalam agama menurut Nietzsche, memusuhi dan memerangi kehidupan dan alam, mengibiri daya-daya vital manusia. Bahwa dengan "kematian Tuhan" daya kreativitas dan kemerdekaan manusia terbuka dengan seluas-luasnya untuk berkembang penuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun