Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

3 Hal Kenapa Minat Baca Indonesia Rendah, padahal Buku Bajakan Tinggi

1 Juni 2021   10:46 Diperbarui: 3 Juni 2021   08:10 2133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Minat baca anak. (Sahabat Keluarga Kemendikbud/Fuji Rachman)

Banyak yang kaget dengan pernyataan bahwa Indeks budaya baca bangsa kita masih rendah dan kalah bersaing dengan bangsa lain? Saya gak, ehm. Teman saya bilang kok rendah? Padahal membaca itu bukan hal yang aneh.

Kita semua rajin membaca, katanya. Entah membaca status sosmed, membaca fenomena alam, membaca buku beneran di pangkuan tangan, membaca artikel di Google, dan lain sebagainya. 

Kang Maman bahkan sengaja memancing dengan mengeluarkan gambar di twitter, bertuliskan... katanya budaya baca kita rendah, kok pembajakan buku banyak terjadi? He. Pancingan yang menohok.

Beda Minat Baca dan Budaya Baca

Sebelumnya, mari kita bedakan dulu antara minat baca dan budaya baca. Minat baca lebih mengacu pada seberapa besar keinginan individu dalam masyarakat untuk membaca. Sedangkan budaya baca lebih menggambarkan situasi kegemaran membaca telah terjadi di mana-mana dan menjadi gaya hidup masyarakat di sebuah bangsa. 

Sumber Foto: IDN Times
Sumber Foto: IDN Times
Jika minat baca/kegemaran membaca sudah tinggi, kebiasaan baca sudah tinggi, fasilitas ketersediaan buku juga tinggi, maka biasanya budaya baca juga akan tinggi. Ini juga hubungan sebab-akibat. Bisa jadi jika seseorang tumbuh di lingkungan yang budaya membacanya sudah tinggi, maka minat bacanya juga akan tinggi.

Mari bedakan lagi antara Indeks Literasi dan Indeks Budaya Literasi baca (saya sederhanakan sebagai Indeks Budaya Baca saja). Dua hal tersebut dekat tapi berbeda. 

Jika Indeks Literasi Budaya Baca lebih menggambarkan bagaimana kegemaran membaca masyarakat sudah membudaya yang dipengaruhi minat baca, ketersediaan bahan bacaan, maka Indeks literasi lebih luas lagi.

Indeks literasi lebih kepada kemampuan mengidentifikasi, memahami, mencipta yang diperoleh dari kegiatan membaca kemudian ditransformasikan pada kegiatan produktif. Sederhananya bagi saya Indeks literasi menggambarkan "keintelektualan" sebuah bangsa. Ini menurut saya.

Data dari Central Connecticut State Univesity per Maret 2016 yang lalu, menyatakan bahwa Indonesia menempati posisi ke-60 dari 61 negara terkait minat baca, wow. Posisi Indonesia di bawah Thailand dan posisi terakhir adalah Bostwana. 

Tahun 2017 katanya UNESCO mengeluarkan hasil pengkajiannya, terkait minat baca. Hasilnya, minat baca masyarakat Indonesia rendah. Hanya 0,001 persen. Artinya dari 1.000 orang, hanya 1 orang yang rajin membaca. Sisanya malas membaca semua, makjleb.

Angka Budaya Literasi Baca Indonesia dan Hal-hal yang Memengaruhi

Berdasarkan Lampiran Peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Perpustakaan Nasional Tahun 2020-2024, ada disebut Indeks Budaya Literasi Baca hasil pengukuran BPS.

Indeks Budaya Literasi Baca yang diukur dalam 3 (tiga) dimensi yaitu persentase penduduk yang membaca selain kitab suci, persentase masyarakat yang mengakses internet dan persentase penduduk yang mengunjungi perpustakaan/memanfaatkan Taman Bacaan.

Jika dibedah angka tahun 2019 Indeks Budaya Literasi yang sebesar 55,03 tersebut, perlu kita lihat angka komponen pembentuknya. Komponen pembentuknya adalah persentase penduduk membaca selain kitab suci sebesar 45,79 persen, persentase penduduk yang mengakses internet sebesar 43,47 persen dan persentase penduduk yang mengunjungi perpustakaan/taman bacaan sebesar 12,16 persen.

Sumber : Peraturan perpusnas No.7/2020
Sumber : Peraturan perpusnas No.7/2020
Kalau kita perhatikan nilai ketiga komponen tersebut dan nilai Indeks Budaya Literasi, maka pasti tidak dijumlah dan dibagi 3. Ada perhitungan khusus dan kelihatannya komponen persentase penduduk membaca adalah paling besar porsinya. 

Mungkin kita lihat lebih jauh nanti algoritma perhitungan BPS. Tetapi harus dipahami angka tersebut adalah hasil survei. 

Indeks Budaya Literasi baca di atas sangat dipengaruhi oleh kegemaran membaca masyarakat. Dari hasil kajian kegemaran membaca masyarakat Indonesia tahun 2020 yang dilakukan Perpustakaan Nasional menunjukkan tingkat kegemaran membaca pada skor 54,17 termasuk kategori sedang. 

Angka tersebut sebetulnya sudah jauh meningkat dibandingkan data tahun 2016 sebesar 26,5 (kategori rendah) dan tahun 2017 sebesar 36,8 (rendah), 2018 sebesar 52,95 (sedang), tahun 2019 sebesar 53,84 (sedang), dan tahun 2020 sebesar 54,17 (sedang).

Data kegemaran membaca tahun 2019 sebesar 53,84 tersebut ditolong oleh 5 (lima) provinsi dengan tingkat kegemaran membaca tertinggi, yaitu Provinsi DIY Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. 

Mungkin kalau data tahun 2020 dibedah, posisi ini belum bergeser jauh. Mungkin saja. Jangan tanya kampung saya, Sumsel, masih berjuang kami.

Parameter Survei Kegemaran Membaca

Seperti saya sebut sebelumnya, angka indeks budaya baca adalah hasil survei. Angka kegemaran membaca juga hasil survei yang menggunakan responden dengan pengambilan sampel respoden, perhitungan, dan metodologi tertentu. 

Sebagai contoh survei kegemaran membaca di 34 provinsi yang melibatkan 102 kabupaten/kota dan menggunakan 12.240 responden. Parameter yang digunakan adalah: 

  • Frekuensi membaca per minggu (kali)
  • Durasi/intensitas membaca dalam sehari (jam)
  • Banyaknya bacaan yang dibaca dalam 3 bulan terakhir ( judul)

Jadi, sabar. Bisa jadi yang rajin beli buku di toko buku seperti saya, tapi jarang sempat membaca ya gak ngaruh beli buku itu terhadap angka kegemaran membaca kan. 

Otomatis kalau yang seperti saya jadi responden akan membuat angka kegemaran membaca menjadi rendah, hiks. Untunglah saya gak dijadikan responden.

3 (Tiga) Hal Minimal yang Harus Dipahami Seputar Minat dan Budaya Baca Kita

Dari uraian di atas saya cuma mau bilang, ada 3 (tiga) hal harus dipahami kenapa minat baca dan indeks budaya baca Indonesia rendah:

  1. Kita harus maklum dan sadar bahwa kegemaran membaca kita memang masih rendah.
    Rajin baca buku, entah di toko buku atau beli buku bajakan secara online yang lagi diributkan mas Tere Liye itu, ya tetap akan rendah kalau gak gemar membaca.
    Rajin beli buku tidak otomatis rajin membaca toh. Ada yang gemar membaca tapi gak rajin beli, rajin ke perpustakaan misalnya ini lebih bagus. Kebanyakan kita memang malas membaca.
  2. Budaya baca itu sangat dipengaruhi oleh minat baca dan kegemaran membaca yang dipengaruhi gaya hidup masyarakat.
    Selama kita tidak hobi membaca, bagaimana budaya baca akan tinggi? Sepanjang kita lebih suka membaca instan berita di sosmed (yang memang sering obral judul menggoreng dan clickbait), entah berita valid atau hoaks, lalu mudah emosi dan percaya pula.
    Waktu kita dihabiskan oleh hil-hil tersebut, kapan kita ada waktu membaca, kapan pinternya kita? Gak gemar recheck ke sumber berita valid, gak gemar mencari referensi, bagaimana bisa angka budaya baca kita tinggi.
    Tingkatkan minat baca kita, tingkatkan aware kita pada pentingnya "membaca sumber resmi". Membaca buku, baik fisik maupun digital.
  3. Harus dipahami bahwa budaya baca selain tergantung minat baca juga sangat tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana membaca.
    Ketersediaan tempat membaca dalam hal ini perpustakaan dan taman bacaan, ketersediaan koleksi bacaan, baik yang steady maupun yang keliling.
    Perpustakaan dan taman bacaan itu penting. Jika perpusnas dan perpusda dari provinsi sampai desa terbatas, mungkin saatnya kita menjadi penggerak bagi-bagi buku kepada yang membutuhkan. Saya senang banyak kawan sudah tergerak melakukan hal ini. Bravo untuk kalian.

Demikian 3 (tiga) hal yang harus dipahami terkait angka minat baca dan budaya baca Indonesia menurut saya. Pastinya teman-tema punya pendapat sendiri. 

Soal buku online yang katanya bajakan itu tinggi, ya memang gak bisa jadi paramater tingginya minat baca karena sebab-sebab di atas tadi. 

Kalaupun ada, gak besar pengaruhnya ke peningkatan angka minat baca dan budaya baca.

Saya paham kerugian mas Tere Liye, tapi ya melihatnya harus bijak. Waktu sekolah lagi bahkan sekarang, saya juga suka sesekali beli buku online. Stop, nanti lain kesempatan saya bahas, he. 

Apapun mari berupaya meningkatkan minat dan kegemaran membaca kita. Mari bantu gerakan gemar membaca buku dengan apapun yang kita bisa, bagi buku, atau bagi ebook, apapun.

Semoga kemudian Indeks Budaya Baca kita akan meningkat lalu kita menjadi bangsa yang melek intelektualnya. Siapa bilang intelektualitas hanya seputar pendidikan formal, tingkat akademis, buat saya gak sesempit itu. 

Salam Kompasiana. Salam Kompal selalu.

Sumber: 

Peraturan Perpustakaan Nasional Nomor 7/2020

Orang Indonesia Malas Membaca

Sumber Foto: Dok.Kompal
Sumber Foto: Dok.Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun