Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Betapa Berbahayanya Ketika Kita Buta Data

2 Agustus 2018   14:33 Diperbarui: 3 Agustus 2018   16:17 2403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BPS mendefinisikan miskin sebagai kondisi tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar yang ditandai dengan tidak memenuhi ambang batas kategori miskin sebesar Rp.12.483 hari atau Rp.374.478/30 hari). 

Saya tidak tau standar miskin pak Beye, beliaulah yang tau. Tetapi saya dan orang awam harus belajar bahwa urusan data serahkan pada ahlinya. 

Data pembangunan harus disediakan oleh lembaga yang memang tupoksinya menyediakan data. Data yang nanti digunakan untuk bahan bagi perencanana, pelaksana dan pihak-pihak berpentingan. Data yang harus dipahami secara benar.

Fakta Lemahnya Pemahaman Data di Masyarakat

Saya mengamini bahwa selama ini orang-orang sering salah memaknai data- data pembangunan (IPM, Pengangguran terbuka, kemiskinan) dengan perasaaan. Sebagai contoh, kadang-kadang ketika saya tidak mampu liburan ke tujuan idaman di akhir tahun saya merasa miskin. 

Ketika anak minta ganti HP baru yang canggih, saya merasa miskin. Itu sebuah contoh saja.  Jadi miskin menurut pak Beye itu seperti apa, sperti yang saya sebut sebelumnya, beliaulah yang lebih tau.  


Contoh lain tentang betapa perlu hati-hatinya kita  melihat realitas sosial dan tidak mudah mengklaim sebagai protes terhadap data pembangunan. 

Saat melintas di Kawasan Rivai-Simpang Charitas Palembang malam hari (saya dan yakin orang lain juga melihat) sekarang banyak kaum marjinal dengan gerobak pengumpul barang bekas yang di dalam gerobak asongan tersebut ada seorang perempuan dan 1-2 balita kurus berpakaian kumal. 

Ketika saya dengar percakapan mereka, wah bukan Bahasa Palembang tapi bahasa Jawa. Saya tidak tau pasti apakah mereka pendatang yang baru datang ke Palembang atau bukan. Tetapi, jika melihat jumlah kaum marjinal tadi bertambah banyak, mungkin lebih dari 50 % dibanding bulan sebelumnya  ya tidak bisa dong saya serta merta menyimpulkan bahwa jumlah kemiskinan Kota Palembang telah bertambah 50%. 

Sebab yang dihitung adalah penduduk Miskin Kota Palembang. Pendatang kambuhan, tidak dihitung sebagai Penduudk Kota palembang. Sejak Kota Palembang berkembang pesat, tidak bisa dipungkiri arus pendatang dari kaum yang seperti saya sebutkan tadi bertambah sangat signifikan juga.  

Contoh ekstrim lagi, teman-teman saya di kabupaten/kota sering bercanda bilang, bu kalau melihat orang gila banyak berkeliaran di kabupaten A, jangan langsung menyimpulkan banyak orang gila Kabupaten A. Sebab orang gila itu kadang kiriman dari Kabupaten sebelah yang sudah kewalahan mengurus orang gila di wilayahnya. Whats ? Haiyah, semoga tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun