Mohon tunggu...
Alfonsus Hirland
Alfonsus Hirland Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Prodi Ilmu Komunikasi, Angkatan 2019.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengalaman Felix Nessi dan Potensi Vulnerability Risk

19 Maret 2021   22:36 Diperbarui: 22 Maret 2021   22:57 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://1.bp.blogspot.com/-VaqLygI_SrQ/Xv_gtZaEsHI/AAAAAAAADaQ/LxsKQI9VE-ESeNOkQKcRG0hdAK_uNWB-QCLcBGAsYHQ/s1600/IMG_20200704_073955.jpg

Belum lama ini, saya menulis tentang sebuah komunitas, yakni Komunitas Leko NTT. Dalam tulisan yang berjudul "Potret Komunitas Leko NTT dalam Bingkai Nasionalisme" itu, saya menerangkan bahwa komunitas ini merupakan salah satu komunitas sastra, dan sekaligus komunitas baca bagi siapa saja, khususnya masyarakat di NTT. 

Selain itu, komunitas ini juga menjadi salah satu citizen journalism yang kemudian membantu memberikan beragam informasi, analisis, dan kritik tertentu, demi kepentingan masyarakat setempat. Dan salah satu tokoh yang berpengaruh dalam komunitas ini adalah Felix Nessi. 

Dia merupakan salah satu pendiri komunitas ini. Sebagai salah satu tokoh penting dalam komunitas ini, tentu dia punya tanggung jawab besar atas keberlangsungan hidup komunitas tersebut.

Hanya saja, kali ini saya memilih satu pengalaman menarik dari seorang Felix Nessi. Hal ini menjadi suatu yang menarik untuk kemudian diceritakan dalam tulisan sederhana ini. 

Mengingat, dalam sebuah komunitas, kita akan mengenal istilah Community Profile, dan berkenaan dengan itu, salah satu yang menjadi poin penting adalah perihal social risk yang bisa saja muncul dalam keseluruhan aktivitas dan keberlangsungan hidup sebuah komunitas. 

Termasuk Komunitas Leko NTT. Nah, terkait social risk ini, sorotan saya lebih kepada vulnerability risk atau terkait pihak-pihak yang rentan terhadap resiko tertentu. 

Dan persis, Felix Nessi menjadi salah satu contoh pihak yang kemudian rentan terhadap resiko tersebut. Entah karena kapasitasnya sebagai pendiri atau sikapnya dan tindakannya dalam komunitas tersebut.

Rabu, 10 Maret 2021, yang lalu, dalam acara peluncuran dan diskusi buku kumpulan puisi yang bertajuk "Kita Pernah Saling Mencintai", salah seorang teman saya sempat bertanya perihal tulisan-tulisan kritis dan mendalam dari seorang Felix Nessi, yang kemudian mengundang berbagai tanggapan dari tokoh masyarakat tertentu -kebetulan saya bersama dengan dua orang teman saya yang lain, berkesempatan untuk menganalisis dan meninjau keseluruhan aktivitas Komunitas Leko NTT. 

Menanggapi hal tersebut, Felix Nessi kemudian menceritakan pengalamannya ketika dia kemudian harus dipolisikan atas sikapnya yang agaknya 'anarkis' dan kurang 'ramah'. 

Hal ini bermula ketika dia (Felix Nessi) mendapati fakta bahwa seorang pastur katolik yang telah melakukan tindakan asusila, yakni bermasalah dengan seorang perempuan. 

Lantas, apatisme pihak keuskupan di Atambua, NTT, dan pihak pastoran Paroki Kiupukan, kemudian membuat Felis Nessi geram, yang berujung pada aksi memecahkan kaca jendela dan merusak kursi pastoran. 

Sehingga, melalui novelnya yang berjudul "Orang-orang Oetimu", Felix pun menulis tentang pastor yang suka melindungi kebusukan pastor lain. Bahkan, pertanggal 4/7/2020, tagline Felix Nessi (#SaveFelixNessi) sempat menjadi trending topik Twitter, yang kebanyakan di-tweet oleh para penulis, pegiat sastra, seniman, aktivis, akun-akun komunitas, media pemberitaan, took buku, penerbitan, dan pecinta karya Felix K. Nessi (www.lekontt.com, Sabtu, 4/7/2020).

Pengalaman Felix Nessi dan potensi vulnerability risk, barangkali menjadi sangat relevan ketika kita berbicara tentang profil komunitas tertentu. 

Pertama, pengalaman Felix Nessi telah menjadi contoh berkenaan dengan vulnerability risk dalam sebuah komunitas. Bahwasanya, akan ada pihak atau orang tertentu yang akan rentan terhadap resiko tertentu dalam sebuah komunitas. Apalagi, ketika komunitas tersebut memiliki visi dan misi, serta idealisme terhadap kebenaran dan keadilan, seperti halnya Komunitas Leko NTT. 

Kedua, sebagai sorang aktivis, Felix Nessi telah menunjukkan idealisme yang kuat kepada rekan-rekan sekomunitasnya, Komunitas Leko NTT, mungkin juga komunitas lainnya, bahwa adalah urgen untuk selalu berpihak kepada kaum marginal atau orang-orang yang dirugikan oleh kelompok tertentu. 

Menyuarakan kebenaran dan menuntut keadilan adalah bagian penting yang ditunjukkan Felix Nessi kepada Komunitas Leko NTT, sebagai salah satu citizen journalism dan komunitas yang berpihak sepenuhnya kepada kepentingan masyarakat di NTT. 

Ketiga, berkaca pada pengalaman Felix Nessi, hal ini kemudian menjadi semacam pemantik untuk kegiatan atau program selanjutnya dari Komunitas Leko NTT. Sebut saja, melakukan sharing atau forum terbuka untuk kemudian mendiskusikan kasus-kasus yang cacat penyelesaiannya, atau social campaign melalui platform media daring untuk memerangi kasus-kasus kaum marginal dan terabaikan, dsb. 

Poin ini erat kaitannya dengan social risk dalam sebuah komunitas, yang pada akhirnya berujung pada identifikasi atas potensi yang muncu selama program komunitas dijalankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun