Mohon tunggu...
Ellena Neisha
Ellena Neisha Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Akun Kompasiana untuk Belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KKN Rekognisi UPI: Pembiasaan Kegiatan Literasi Baca Melalui Gerakan Literasi Sekolah

4 Januari 2022   14:56 Diperbarui: 4 Januari 2022   15:09 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca dan menulis merupakan  literasi yang dikenal paling awal dalam sejarah peradaban manusia. Kegiatan membaca dan menulis dapat juga disebut dengan kegiatan literasi baca dan tulis yang merupakan sebuah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial. Sehingga pengetahuan yang diperoleh melalui membaca dan menulis dapat dimanfaatkan bagi diri sendiri dan kemajuan bangsa.

Namun faktanya, literasi di Indonesia masih tergolong rendah khususnya dalam literasi bahasa. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Programme for International Students Assessment (PISA) terhadap kemampuan literasi (matematika, sains, dan bahasa) siswa dari berbagai dunia berturut-turut pada tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012. Khusus untuk literasi bahasa, pada tahun 2003 prestasi literasi membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke-39 dari 40 negara. Kemudian pada tahun 2006 Indonesia menempati peringkat ke-48 dari 56 negara, dan pada tahun 2012 Indonesia menempati peringkat ke-64 dari 65 negara Tjalla (dalam Kharizmi, 2015, hlm. 12). Adapun penelitian yang dilakukan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006 Indonesia menempati peringkat ke-41 dari 45 negara berkembang dalam hal literasi bahasa.

Hasil survei tersebut mengisyaratkan bahwa minat baca dan literasi bangsa Indonesia merupakan persoalan yang harus ditangani dengan serius. Minat baca dan literasi bangsa kita harus menyamai dan bahkan lebih tinggi daripada bangsa lain yang sudah maju agar bangsa Indonesia juga berperan di era global. Maka dari itu, literasi tidak hanya dipahami sebagai kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga dipahami sebagai kemampuan memanfaatkan hasil bacaan tersebut untuk kecakapan hidup pembacanya. Oleh karena itu, literasi dalam konteks baca-tulis menjadi salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan gerakan literasi sekolah (GLS) yang melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan. Selain itu, pelibatan unsur eksternal dan unsur publik, yakni orang tua peserta didik, alumni, masyarakat, dunia usaha dan industri juga menjadi komponen penting dalam GLS. Tujuan diadakannya GLS dalam satuan pendidikan antara lain; (1) menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah, (2) meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat, (3) menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan, dan (4) menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.

Badan  Pengembangan  dan  Pembinaan  Bahasa (2016) memaparkan  tentang  salah  satu  cara  menaikkan  indeks  literasi suatu  bangsa  adalah  melaksanakan  kegiatan  pembelajaran dengan membiasakan siswa Indonesia membaca  sebelum  kegiatan pembelajaran yang bertujuan agar siswa memiliki kebiasaan membaca dan menulis. Menumbuhkan minat membaca sejak dini akan  mempermudah  mewujudkan  budaya  baca  dan tradisi  keaksaraan  pada  siswa  di  masa  depannya.  Selain  itu,  minat baca berhubungan erat dengan keterampilan menulis. Teale & Sulzby (1986) juga menyatakan bahwa kemahiran membaca  dan  menulis  harus  dibina  secara  serentak  dan  saling  bergantung  antara  satu  sama  lain  tanpa  turutan  yang  tertentu. Dengan  demikian,  literasi  dalam  diri  seseorang  itu  muncul  secara  berkelanjutan  yaitu  tanpa  prasyarat  untuk mengenal  huruf terlebih dahulu dan terbina secara bersepadu antar bagian keterampilan bahasa. Menulis dan membaca harus diajarkan bersama-sama karena menulis dan  membaca  adalah  proses  konstruktif,  berbagi  pengetahuan umum,  meningkatkan  prestasi  di  kedua bidang, membina komunikasi, dan bersama-sama menghasilkan hasil yang belum dicapai baik secara tersendiri.

Menurut Tarigan (2008), salah satu faktor pendukung minat dan  kemampuan  baca  adalah  penyediaan  waktu  untuk membaca. Berkaitan dengan ini, bulan Juli 2015, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti telah  diterbitkan  oleh Kementerian  Pendidikan  dan  Kebudayaan (Kemendikbud). Gerakan Literasi Sekolah di  sekolah  dasar  dilaksanakan  dengan meninjau kondisi lapangan yang  mencakup  kesiapan  kapasitas  fisik  sekolah (ketersediaan  fasilitas, sarana  dan  prasarana  literasi), kesiapan  warga  sekolah, dan kesiapan sistem pendukung  lainnya (partisipasi  publik,  dukungan  kelembagaan, dan perangkat  kebijakan yang  relevan). Kegiatan  literasi  tidak  identik  dengan ativitas membaca dan menulis saja, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk  cetak, visual, digital  dan  audio. Melalui media  tersebut,  siswa  diharapkan  mampu  menyimpulkan, menafsirkan dan menguraikan apa yang telah dipelajari.  Pemahaman membaca tidak hanya dilihat dari post test saja,tetapi dapat dituangkan dalam bentuk karya tulis dan kegiatan komunikasi yang dikembangkan sepanjang waktu.

Berdasarkan permasalahan dan juga kondisi yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pembiasaan kegiatan literasi baca melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS) untuk meningkatkan minat baca siswa kelas 5 Sekolah Dasar. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sistematika dari kegiatan pembiasaan literasi baca yang dilakukan oleh siswa kelas 5 SD melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dan dampaknya terhadap minat baca siswa.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Menurut Sugiyono (2009:21) metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Oleh karena itu penulis menggunakan metode deskriptif, di mana penulis mendeskripsikan mengenai pengalaman yang penulis dapatkan di lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Kegiatan literasi baca baca dilakukan secara luring/offline yang langsung diadakan di kelas setiap hari pada tahap pembukaan pelajaran sebelum masuk ke kegiatan inti selama satu bulan pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah.

Dari pengumpulan data yang dilakukan, peneliti dapat mengetahui sistematika pembiasaan kegiatan literasi baca yang dilakukan oleh siswa juga dampaknya terhadap minat baca siswa. Kegiatan pembiasaan literasi baca baca dilakukan secara luring/offline yang langsung diadakan di kelas setiap hari pada tahap pembukaan pelajaran sebelum masuk ke kegiatan inti. Setiap siswa memilih satu buku yang tersedia yang dibawa guru setiap harinya. Buku-buku yang disediakan berasal dari perpustakaan sekolah. Namun karena situasi yang tidak mendukung, siswa tidak bisa melakukan kegiatan literasi di perpustakaan secara langsung. Buku yang disediakan guru adalah buku-buku pengetahuan umum, buku sains, cerita Nabi, dan buku fiksi anak. Kegiatan membaca buku dilakukan selama 5 menit.  Dari waktu yang disediakan rata-rata siswa mampu membaca tiga sampai empat halaman buku.

Untuk mengetahui pemahaman pengetahuan yang didapat oleh siswa setelah membaca buku, siswa diminta untuk menjelaskan pengetahuan baru yang didapat dari hasil pemerolehan bacaan yang dilakukan yang dilakukan di depan kelas oleh dua orang siswa secara bergiliran setiap harinya. Dengan begitu, siswa bukan hanya sekedar membaca tetapi juga memahami isi bacaaan. Dari kegiatan ini juga, siswa menjadi lebih teliti dan berusaha memahami bacaan saat proses literasi baca berlangsung.

Dari kegiatan wawancara yang dilakukan kepada 10 orang siswa kelas 5, peneliti dapat mengetahui bagaimana tanggapan siswa mengenai kegiatan literasi baca yang dilakukan serta dampaknya bagi peningkatan minat membaca siswa. Dari hasil wawancara yang dilakukan, peneliti mendapat informasi bahwa 9 orang siswa biasanya tidak melakukan kegiatan literasi baca atau membaca buku minimal satu bacaan per minggu. Alasan satu orag siswa yang terbiasa melakukan kegiatan literasi baca satu bacaan per minggu karena siswa memiliki fasilitas berupa buku bacaan di rumahnya. Adapun siswa tidak yang tidak terbiasa membaca buku adalah karena siswa tidak memiliki buku bacaan yang menarik yang memotivasi siswa untuk gemar membaca. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi tidak gemar membaca dan lebih memilih aktivitas lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun